Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ogah, tapi anu

Imelda marcos, istri presiden marcos, dicalonkan oleh para pendukungnya sebagai wakil perdana menteri filipina, setelah sebelumnya dicalonkan sebagai pemenang nobel perdamaian. (ln)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA didesas-desuskan akan diangkat jadi Gubernur Metropolitan Manila tahun 1975, Imelda Marcos menolak keras. Katanya, ia sama sekali tidak berambisi untuk memegang jabatan itu. Tiba-tiba bermunculanlah "dukungan rakyat" bagi pencalonannya. Suaminya, Presiden Marcos, bertanya: "Apa kata orang nanti kalau saya menunjuk isteri saya sendiri?" Tapi ketika "dukungan rakyat" makin menggebu, Marcos akhirnya .... ya, deh, Imelda Marcos diangkat menjadi Gubernur Metro-Manila. April lalu kejadian yang serupa terulang lagi. Mula-mula Imelda ogah, membantah, sedang dukungan terus membanjir, dan terpilihlah kemudian sang gubernur Imelda sebagai anggota Interim Batasang Pambansa (IBP-Majelis Nasional) dan kemudian juga menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Pemukiman. Cerita yang sarna agaknya sekarang terulang lagi. Kali ini sasarannya lebih tinggi: Imelda Marcos, yang bulan lalu dicalonkan oleh para pemujanya di Filipina untuk pemenang hadiah Nobel bagi perdamaian, disodorkan sebagai calon Wakil Perdana Menteri. Artinya menjadi orang kedua Filipina ssudah suaminya yang kini Presiden dan Perdana Menteri. Mendadak Seperti umumnya di negeri di bawah pemerintahan otoriter, masalah siapa pengganti presiden memang gampang jadi tanda tanya. Agustus yang lalu, Marcos, 61 tahun, menyatakan ia telah memutuskan siapa penggantinya kelak. Ia telah menandatangani suatu Keputusan Presiden tanggal 11 Juni lalu, yang menyatakan bahwa Ketua Majelis Nasional akan jadi pejabat Presiden dan wakil PM akan jadi pejabat PM sampai ada pemilihan untuk kedua jabatan itu. Adapun Ketua Majelis Nasional sekarang ini adalah Querube Makalintal, bekas ketua Mahkamah Agung yang sudah tua dan dianggap tidak bisa menjadi pimpinan nasional. Memang Marcos mengatakan, bahwa Presiden penggantinya, berbeda dengan dirinya, hanya akan merupakan lambang saja tanpa kekuasaan yang nyata. Kekuasaan kelak akan dipegang oleh PM. Tapi sampai kini, Marcos tidak pernah menunjuk Wakil PM. Beberapa nama kemudian disebut. Termasuk Menlu Carlos Romulo dan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile. Lalu mendadak muncullah nama Imelda. Yang pertama mengusulkan pencalonan Imelda sebagai Wakil PM adalah panglima komando militer Filipina Selatan, Laksda Romulo Espaldon. Dukungan kemudian mengalir dari para gubernur dan walikota dan akhirnya juga dari para anggota IBP. Banyak yang menduga bola akhirnya akan menggelinding juga ke arah Imelda. Marcos mula-mula bilang: "Imelda tidak akan menjadi Wakil PM." Sehari kemudian ngomongnya sudah jauh lebih lunak. Dikatakannya ia harus mempertimbangkannya secara bijaksana. "Kelihatannya banyak yang mendukungnya, tapi dia sendiri yang pertama-tama menolak .... jadi baiknya kita jangan terburu-buru tentang soal ini." Lalu ketika 160 anggota Gerakan Masyarakat Baru (partai Marcos) dalam IBP secara resmi meminta Marcos menunjuk Imelda menjadi Wakil PM, Marcos meminta mereka "berkonsultasi dengan rakyat yang mereka wakili" dalam sebulan masa reses. Sementara itu ada satu kelompok lagi muncul yang menamakan diri Impress (Imelda R. Marcos for Presidet Society = Kelompok Pendukung Imelda Marcos sebagai Presiden). Tapi yang dianggap menyulitkan masa depan Imelda sebagai calon pengganti Marcos ialah tiadanya dukungan dari kalangan pengusaha dan Angkatan Bersenjata Filipina. Sejak UU Darurat dinyatakan 6 tahun lalu, AB semakin menempati peranan yang menentukan dalam politik Filipina. Para anggota AB, baik yang masih aktif maupun yang pensiun, kini juga terju di bidang bisnis. Jika Marcos berhenti iadi Presiden, dikhawatirkan kedudukannya akan diganti suatu junta militer. Kekhawatiran ini agaknya kurang beralasan. Kamis pekan lalu, Perhimpunan Bintara Filipina yang beranggotakan 175.000 orang dan dianggap mewakili suara AB menyatakan: "Ibu Negara Filipina adalah pilihan yang logis bagi jabatan Wakil PM. Dia memiliki kepemimpinan yang efektif yang dapat mempersatukan rakyat jika Presiden Marcos meninggal dunia atau tidak dapat menjalankan tugasnya." Kekhawatiran akan adanya "dinasti politik" atau nepotisme oleh Perhimpunan ini dianggap sebagai "tidak masuk akal." "Saya tidak pernah mimpi ingin jadi Wakil PM," kata Imelda beberapa bulan lalu. Hmmm .....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus