"Ini sungguh-sunggub gila! Cukup sudah! "
ITU adalah teriakan seorang pemilik restoran, dan putus-asanya
mencerminkan keadaan Libanon, kini dan nanti. Hans Maschek,
orang Austria itu, sudah menghabiskan hampir US$ 300.000 buat
mendandani restorannya di Beirut. Ia berharap bahwa perang
saudara di tahun 1975-76, yang telah menghancurkan "Parisnya
Timur Tengah "itu, akan disusul masa damai yang panjang, setelah
pasukan Suriah masuk merintangi perang baru. Tapi pekan lalu
ternyata banyak impian jebol. Pasukan Suriah sendiri kini yang
bertempur.
Mula-mula adalah hilangnya listrik dan air selama seminggu di
sektor tempat tinggal orang-orang Kristen Maronit. Selasa yang
lalu mendadak senjata-senjata berat menggelegar. Bagian Barat
kota Beirut seperti kena gada bertubi-tubi, dan kota pun
tersungkup gelap. Komunikasi ke luar macet. Di malam hari,
cahaya roket dan peluru nampak tambah mengerikan di antara
kelam. Sebuah radio pihak Maronit sayap kanan yang kena gempur
bersuara: di jalanan mayat-mayat membusuk. Dalam waktu 24 jam,
diperkirakan 500 orang tewas.
Daerah yang dihuni orang-orang Kristen Maronit sayap kanan itu
kini dijuluki "Stalingrad" -- mengingatkan kota Rusia yang
digempur Jerman di Perang Dunia ke II hingga penduduknya hampir
habis. Dari sini sebanyak dua pertiga penduduk yang lebih
setengah juta memang sudah kabur ke pegunungan. Yang tinggal
kebanyakan adalah penduduk yang lebih miskin, menjaga agar
jangan sampai terjadi penjarahan milik mereka yang ditinggalkan.
"Ini Lebih Buruk"
Palang Merah sementara itu mencemaskan terjadinya kelaparan.
Seorang diplomat Inggeris bahkan mengatakan: "Ini lebih buruk
dibandingkan dengan perang saudara yang lalu." la tinggal di
Beirut selama perang saudara dua tahun lalu yang telah menelan
korban sebanyak 37.000 orang. Ia kini menyaksikan bahwa senjata
berat telah digunakan, hingga orang sipil, bukan lagi mereka
yang bertempur, yang jadi korban. Di masa perang saudara tempo
hari sebagian besar yang dipakai adalah senjata ringan.
Namun terlibatnya pasukan Suriah kini dalam pertempuran dengan
orang Maronit sayap kanan memang memungkinkan penggunaan senjata
berat. Yang dicemaskan para pemimpin negara Rarat ialah bila
dalam keadaan seperti ini, Israel mengirimkan pasukannya
membantu kaum Maronit -- dan perang Timur Tengah terbit di sana,
hanya beberapa hari setelah terjadinya kesepakatan di Camp David
antara Mesir dan Israel.
Ada memang dugaan hahwa persetujuan Camp David itu justru yang
mendorong ditariknya picu pertempuran baru. Para pemimpin
Maronit konservatif yang dipimpin oleh Gemayel, tokoh Partai
Phalange, kecewa bahwa persetujuan Camp David tidak
menyebut-nyebut akan dipulangkannya 400.000 orang Palestina yang
kini tinggal di Libanon. Orang-orang Palestina inilah, menurut
para pemimpin Maronit, yang telah mengipas-ngipas ketidak-puasan
orang-orang kiri di Libanon, hingga dua tahun yang lalu pecah
perang saudara yang ngeri. Motifnya merupakan campuran antara
konflik suku, golongan agama, ketegangan sosial dan campurtangan
asing.
Namun ketidak-sukaan orang-orang Maronit konservatif tentu tak
bermula di Camp David. Masuknya pasukan Suriah dari perbatasan
di awal 1976 sejak mula tak menyenangkan mereka. Presiden Hafez
Assad memang ingin menunjukkan, bahwa Suriah berkepentingan
melihat agar orang-orang konservatif yang berkuasa di Libanon,
dibawah bekas Presiden Suleiman Franjieh, memenuhi tuntutan
golongan kiri, kebanyakan kalangan yang beragama Islam, untuk
memperoleh hak yang lebih adil.
Tapi Hafez Assad ternyata juga tak menghendaki Libanon hanya
diperintah oleh golongan kiri saja, yang dibantu orang
Palestina. Juni 1976, tiba-tiba pasukan Suriah menembaki
pasukan-pasukan Palestina yang berada di pegunungan dan di
kota-kota. Kepada pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina,
Yasser Arafat, dan juga kepada pemimpin Sosialis Libanon Kamal
Jumblat, diterangkan alasan sikap Suriah. Presiden Assad menuduh
Arafat dan Jumblat menolak nasihatnya untuk berkompromi. Ia
juga menuduh mereka mau mengalahkan orang Maronit sampai
takluk, untuk kemudian mendirikan negeri Libanon yang dikuasai
sepihak saja - dengan deking orang Palestina.
Peranan pasukan Suriah pun dengan segera menjelma menjadi
pasukan asing penjaga perdamaian Libanon yang dikoyak-koyak
perang saudara. Karena senjata Suriah lebih ampuh, pasukan dari
Damaskus ini berhasil meredakan pihak-pihak yang bermusuhan.
Juga Suriah berhasil direstui oleh negara-negara Arab lain, yang
disponsori oleh Arab Saudi. Tak kurang dari itu, Amerika Serikat
pun secara diam-diam, tapi kukuh, mendukung peranan Suriah di
Libanon. Bukan kebetulan jika AS pekan lalu memperingatkan
Israel untuk "menahan diri" dalam menghadapi pertempuran antara
pasukan Suriah dengan pasukan sayap kanan Maronit -- yang di
sana-sini selama ini dibantu Israel.
Israel tentu mengajukan alasannya untuk tak tinggal diam dalam
sengketa di Libanon. Sebuah Libanon yang dibentuk Suriah adalah
sebuah negeri yang bisa berbahaya bagi dirinya. Bukitbukit
berkarang di selatan Libanon memang menjulang di atas lembah
Hula milik Israel. Posisi itu bisa menjadi suatu front baru
dalam suatu perang Timur Tengah. Tak kurang penting dari itu
hadirnya orang-orang Palestina dalam kancah rakyat Libanon yang
sayap kiri dan Islam, merisaukan Tel Aviv. Maka pasukan-pasukan
Israel pun giat membantu pasukan milisia Maronit.
Namun pertempuran kali ini tak dimulai dari luar, dari mana pun.
Kaum Maronit yang berada di bawah Partai Liberal Nasional,
pimpinan si rambut putih Chamoun, rupanya tak ingin Suriah
menentukan banyak hal bagi negeri mereka. Dengan bantuan AS,
Suriah memang berhasil menggolkan dipilihnya Sarkis -- seorang
bankir yang plonco di dalam kancah politik -- untuk jadi
Presiden Libanon yang baru. Tapi Sarkis memang tak kuasa
mengatasi sengketa yang sudah menerbitkan pasukan-pasukan
swasta bersenjata lengkap dan ganas itu.
Chamoun, yang memandang orang Suriah dengan mata tak suka,
memandang Sarkis cuma sebagai kacung ordng Damaskus. Maka ketika
Sarkis mencoba membujuk agar pasukan milisia Maronit menyerahkan
persenjataan dan amunisi mereka, ia gagal total. Ekor dari
kegagalan ini ialah pertempuran yang terbit pekan lalu, antara
pasukan Suriah dengan pihak yang diminta agar melucuti diri itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini