BIDAN Rubiah dan perawat Nurlinda boru Lubis panik. Klinik
Bersalin dr Lie Sek Hong di Jalan Martapura, Medan, pertengahan
September lalu kehilangan bayi yang sedang dalam
tanggungjawabnya. Adakah sindikat penculik bayi sedang
beroperasi di Medan? Pertanyaan begitu tampaknya hanya akan
membesar-besarkan urusan saja. Sehingga pejabat penerangan
Kepolisian Sumatera Utara, Letkol. Amir Nasution, perlu
menenangkan: "Tunggu saja hasil pemeriksaan nanti."
Bayi lenyap tiba-tiba dari tempat tidurnya di klinik, baru
pertama kali itu terjadi. Tenang saja. Apalagi, setelah 16 hari
hilang dari klinik dr Lie, 27 September kemarin, polisi telah
menyerahkan kembali bayi laki-laki tersebut ke pelukan orang
tuanya, suami-isteri Yap Bie Kan di Pulu Berayan (Medan, dalam
keadaan sehat walafiat. Tak ada pemerasan atau buntut lain
semacam itu.
Paling tidak begitu hasil pemeriksaan sementara atas tertuduh
wanita bernama Hong Swie Sin (36 tahun), bayi anak Bie Kang itu
dicuri untuk diasuh oleh keluarga yang menginginkannya,
suami-isteri Chang Sun Yen di Jalan Riau Medan itu juga. Memang
belakangan diketahui, untuk memperoleh bayi laki-laki itu
keluarga Sun Yen harus membayar Rp 60 ribu ditambah ongkos becak
Rp 6 ribu.
Begitu cerita tersangka Swie Sin. Dalam urusan bayi itu,
katanya, ia hanya diajak-ajak saja oleh perempuan lain bernama
Lim Chai Lin. Temannya itu bilang, ada bayi terlantar yang
hendak diserahkan kepada yang mau mengasuhnya oleh orangtuanya
sendiri. Swie Sin, 8 September lalu, memang diajak Chai Lin
mengunjungi klinik dr Lie untuk melihat 'bayi yang terlantar'
itu .
Tapi dua hari kemudian Chai Lin mengajak Swie Sin menengok bayi
yang lain. Sebab bayi yang pertama, katanya, tak jadi diserahkan
oleh orang tuanya. Tapi ada bayi lain, katanya anak dari
hubungan gelap seorang hostes, yang juga hendak diserahkan
kepada orang lain.
Dikerudungi
Segala sesuatunya, menurut Swie Sin, diatur kemudian oleh Chai
Lin. Bayi itu harus diambil diam-diam - tak boleh ketahuan
ibunya, apalagi para perawat. Keluar dari klinik juga harus
dikerudungi kain. Swie Sin-lah yang bertugas mengambil,
mengeluarkan bayi itu dari klinik kemudian menyerahkan kepada
keluarga Chang Sun Yen di Jalan Riau.
Keluarga ini memang sudah lama menginginkan anak laki-laki.
Perkawinan mereka yang sudah beberapa tahun hanya menghasilkan
anak perempuan. Chai Lin akan menunggunya di Bioskop Logam.
Semua petunjuk Chai Lin -- tentu saja ini baru keterangan Swie
Sin -- dilaksanakan 12 September lalu. Tanpa diketahui siapapun,
sementara bidan dan perawat Klinik Bersalin dr Lie sibuk, Swie
Sin berhasil membawa bayi keluar dengan aman. Dari sana diboyong
langsung ke rumah keluarga Chang Sun Yen. Dari keluarga yang
telah lama menginginkan bayi itu, Swie Sin mendapat Rp 60 ribu
dan uang becak Rp 6 ribu. Katanya, yang Rp 60 ribu langsung
diberikan kepada Chai Lin.
Polisi bekerja keras menjejaki pencurian bayi itu. Anggota
dikerahkan untuk melacaki sampai ke Pamatangsiantar,
Tebingtinggi dan beberapa kota lain. Orang-orang di klinik dr
Lie juga diperiksa. Di sela-sela penyidikan itu ada peristiwa
lain terjadi. Perawat Nurlinda sedang dalam pemeriksaan polisi.
Ibunya, di Jalan Masjid di Kampung Bantan, didatangi 3 orang
tamu. Mereka mengaku "atas suruhan pihak keluarga bayi yang
hilang." Tak begitu jelas duduk persoalannya. Tapi, salah
seorang dari ketiga tamu Noni Fatimah (ibu Nurlinda) itu
menyebutkan sebuah kalimat: "Lebih baik kita berdamai saja!"
Perwira ABRI
Adakah kejadian di rumah Nurlinda itu ada hubungannya dengan
pencurian bayi? Tak jelas benar. Tapi, besoknya, muncul tamu
lain di rumah Noni Fatimah. Kali ini seorang perwira ABRI.
Perwira ini juga mengusulkan "perdamaian'. Dan hal itu boleh
dibicarakan di sebuah kantor instansi militer di Medan. Noni
Fatimah, begitu menurut sumber TEMPO, tak melayani permintaan
tamunya. Ia telah menulis surat laporan ke Hankam sehubungan
dengan kedatangan tamu yang perwira itu.
Urusan apa yang berkaitan antara tamu di rumah Noni Fatimah
dengan soa pencurian bayi tentu akan jelas ujung pangkalnya
kelak. Pencurian bayi ini sendiri terbongkar oleh laporan
seorang yang pernah bertamu di rumah keluarga Chang Sun Yen.
Ia tahu, keluarga tuan rumah tak pernah punya anak laki-laki.
Setelah dihubung-hubungkan sendiri dengan berita koran tentang
bayi yang lenyap dari klinik dr Lie, ia melapor ke pada seorang
polisi.
Setelah mengubek-ubek tempat yang jauh tanpa hasil, begitu
mendengar informasi baru, polisi segera bergerak. Jam 23.00
rumah di Jalan Riau yang cuma beberapa langkah dari kantor
polisi di gerebek. Malam itu juga polisi mengundang suami-isteri
Bie Kang untuk mengenali bayi hasil grebekan malam 2 September
tersebut. Sang ibu mengenal bayinya. Begitu juga perawat dari
klinik yang membantu kelahirannya.
Dari keterangan keluarga Sun Yen berikutnya, polisi tak berapa
sulit mencari Swie Sin, tersangka yang melakukan pencurian. Swie
Sin tertangkap. Sedangkan rekannya, Lim Chai Lin, untuk
sementara buron. Tapi Rabu 4 Oktober, polisi berhasil meringkus
Chai Lin. Apa keterangan tersangka yang tertangkap belakangan
ini belum diumumkan polisi -- sesuai dengan cerita Swie Sin atau
tidak Hanya sumber TEMPO menyatakan: Chai Lin pun mungkin bukan
lakon utama dalam pencurian bayi di Medan itu. Ada orang lain --
entah siapa di belakangnya. Kabarnya, perwira yang mendatangi
Noni Fatimah tersebut di atas itulah, yang mungkin bisa
bercerita lebih lengkap.
Kalau hal itu betul, tipislah kemungkinan kebenaran motif yang
terungkap selama ini pencurian bayi itu hanya untuk uang Rp 66
ribu saja. Koresponden TEMPO di Medan memperoleh informasi yang
masih dangkal: Kemungkinan penculikan itu sendiri hanya
merupakan suatu dalih saja untuk menuju suatu pemerasan yang
lebih serius. Umpamanya terhadap dr Lie, sebagai penanggungjawab
atas keselamatan bayi-bayi dalam kliniknya. Entahlah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini