Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Oh, Wanita !

Pelopor kebebasan wanita Amerika, Kate Millet diusir dari Iran, karena ikut demonstrasi kaum wanita. Didukung oleh filosof wanita Prancis Simone De Beauvoir & feminis barat membentuk komite. (ln)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM jelas benar bagaimana ia datang ke Iran pada saat seperti ini. Tapi jelas kenapa ia harus ditendang dari Iran oleh pemerintah sementara. Kate Millet, wanita Amerika yang terkemuka dengan bukunya Sexual Politics, ternyata ikut dalam demonstrasi kaum wanita di Teheran selama beberapa hari yang lalu untuk menuntut hak-hak kaum wanita yang kabarnya terancam oleh konsep "Republik lslam" Ayatullah Khomeini. Akhir pekan lalu pemerintah Iran sementara dengan resmi mengusirnya. Millet, 45 tahun, yang pernah dianggap sebagai "perumus teori utama" gerakan kebebasan wanita Amerika sejak tahun 1970, memang aktif mendukung cita-cita feminis -- termasuk kaum lesbian dan pelacur. Ia yang bersuamikan seorang pemahat Jepang, tapi tak bermaksud melahirkan anak, bahkan pernah ikut bergerak "merebut" patung kemerdekaan AS yang termashur itu -- sebagai lambang perjuangan persamaan hak. Kedatangannya ke Teheran tentu untuk kegiatan yang sama, tatkala para wanita kota Teheran melancarkan demonstrasi protes. Tokoh Eksistensialis Para wanita Teheran yang bergerak itu memang kebanyakan berpendidikan Barat, dan tak jarang dari kalangan kiri. Setidaknya pihak kiri ikut ambil keuntungan dengan aksi itu. Betapapun terbatasnya aksi kaum wanita itu, dan pernah dibalas pula oleh demonstrasi wanita Islam bercadar, tapi nama baik kaum ulama sebagai pembebas Iran jadi rusak. Pers Barat, yang dewasa ini kebetulan peka kepada masalah hak-hak wanita, tak mendiamkan peristiwa macam itu. Apalagi jika ada tokoh termashur seperti filosof wanita Perancis Simone de Beauvoir yang ikut bersuara mendukung kebebasan wanita Iran. Pekan lalu pengarang berusia 71 tahun itu, yang terkenal sebagai orang dekat tokoh eksistensialis kiri Jean Paul Sartre, membentuk komite untuk berangkat ke Iran. Komite itu terdiri dari 14 tokoh feminis Eropa, di antaranya seorang walikota wanita dari partai sosialis Perancis. Dukungan datang dari feminis Amerika anggota Kongres Bella Abzug dan juga bintang film Jane Fonda yang selalu senang dengan aksi-aksi itu. Tak diketahui apa bakal akibatnya bila komite cewek-cewek Barat itu nanti tiba di Iran. Perdana Menteri Bazargan, pemimpin pemerintahan sementara, mungkin akan mengatakan bahwa itu semua bukan urusan nyonya-nyonya Paris -- walaupun ia sendiri bukan orang yang mau mengurangi hak-hak wanita Iran. Lagipula tak pernah terdengar homeini mengharuskan semua wanita pakai cadar. Juga dalam soal hak minta cerai, pendirian Khomeini belum terdengar. Islam sendiri menjamin itu bagi wanita --meskipun kesewenang-wenangan terhadap wanita sering terjadi. Di Iran sebelum 1967, misalnya, seorang wanita bisa diceraikan suaminya dengan hanya pergi ke sebuah kantor notaris. Sebaliknya untuk minta cerai, wanita tak bisa, kecuali dengan membujuk sang suami. Kadang dengan membayar sejumlah besar harta. Undang-undang Perlindungan Keluarga yang dikeluarkan Shah tahun 1967 mengharuskan perceraian dibawa ke pengadilan keluarga. Wanita berhak minta cerai, seperti digariskan agama. Adakah dengan jatuhnya Shah berarti Undang-Undang itu akan dicabut, belum ada keputusan pasti. Kaum wanita Teheran mungkin sudah cemas mendengar bahwa misalnya kaumnya tak boleh ikut dinas dalam ketentaraan. Dan sebagai solidaritas, kaum wanita Barat yang giat itu pun unjuk rasa cemas pula. Meskipun seorang wanita Iran yang berada di Paris meragukan faedahnya komite yang mau dikirim ke Iran itu. "Ini soal yang rawan secara politis," katanya, "sebab bisa dipergunakan oleh gerakan pro-Shah. Bisa merusak." Tapi pendapat dunia luar nampaknya ada pengaruhnya juga di Iran kini. Pertengahan pekan lalu pengadilan revolusi mulai terbuka bagi orang luar, dan tiba-tiba hari Minggu tersiar kabar bahwa Ayatullah Khomeini melarang pengadilan semacam itu -- yang telah menghukum mati lebih dari 60 orang bekas pejabat tinggi Shah dan orang-orang kriminil. Khomeini bahkan melarang hukuman mati di depan regu penembak. Pada saat ini yang hampir ditembak mati adalah bekas PM Iran Amir Abbas Hoveida. Dia selamat. Mungkin itu juga petunjuk makin kuatnya pemerintahan sementara Bazargan dalam mengatasi gerak komite-komite revolusi yang main hakim sendiri. Bahkan pemerintah Bazargan menuduh ada bekas orang-orang Savak, dinas intel Shah, yang "main" di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus