DUA kantor tak menyolok diam-diam ditutup di Hanoi dan kota Ho
Chi Minh bulan lalu. Bagi sebagian orang Vietnam, kantor tak
resmi itu diketahui sebagai tempat penduduk, terutama yang
keturunan Cina, mencari jalan untuk keluar dari negeri komunis
itu. Ada cerita bahwa kedua kantor yang bekerja sejak
pertengahan 1978 itu langsung berhubungan dengan Perdana Menteri
Pham Van Dong. Yang pasti, pemerintah Vietnam mustahil tak tahu
akan operasi itu. Kini itu semua dihentikan, setelah dunia luar
mulai menuding bahwa - arus pengungsi yang bergelombang dari
Vietnam sebenarnya diatur oleh pemerintah Vietnam sendiri.
Tak Hilang
Tak mengherankan bahwa akhir-akhir ini ada gejala menurunnya
jumlah pengungsi. Terutama yang datang ke Malaysia: bulan lalu
cuma 2.300, sementara tahun lalu pernah mencapai 15.000 di bulan
Nopember. Memang belum ada tanda bahwa arus ke wilayah Asia
Tenggara lain juga merosot, tapi diakui oleh para pengamat:
makin tak mudah pergi ke luar Vietnam.
Jika para pengungsi kian sedikit, lantas apa gunanya Indonesia:
menawarkan sebuah pulau pengungsi? Pekan lalu, Wakil Komisioner
Tinggi PBB untuk urusan pengungsi, Dale de Haan mengatakan bahwa
pulau itu mungkin "tak diperlukan". Menurut de Haan yang baru
berkunjung ke Hanoi, bahwa pemerintah Vietnam sudah mulai setuju
untuk mengijinkan orang berpindah "secara teratur" dari negeri
itu.
Harian The Asian Wall Street Journal dalam laporannya Kamis lalu
menyebut bahwa sikap baru Vietnam itu karena tak ingin
hubungannya dengan Asean memburuk, terutama setelah menyerbu
Kamboja Desember yang lalu. Tapi itu tak berarti tak ada lagi
orang pergi dari Vietnam. Hanya nanti tak akan berupa emigran
setengah-resmi, melainkan pelarian betul-betul. Betapa pun,
Indonesia telah menawarkan sebuah jalan penolong yang praktis
dan berperikemanusiaan. Kalau tak dipakai lagi, juga tak hilang
itu pulau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini