KISAH petualangan Oliver North memasuki babak baru, terhitung sejak Selasa pekan lalu. bi hadapan barisan anggota Kongres, North, setelah sekian lama bungkam, mulai menuturkan pengakuannya. Jagoan antiterorisme yang pernah dipuji Presiden Ronald Reagan sebagai pahlawan nasional ini menjelaskan posisi dan sikapnya dalam kasus penjualan senjata ke Iran dan pemanfaatan dananya untuk menyokong gerilyawan Contra di Nikaragua. Tampil dengan air muka cerah, teduh dan sedikit mengulum senyum, perwira menengah Marinir AS ini berkata, "Saya berada di sini tak lain untuk mengungkapkan kebenaran, dan itu bisa bagus, bisa jahat, atau malah lebih parah." Dalam kesaksiannya yang dibeberkan empat hari berturut-turut di hadapan lebih dari 20 anggota tim pengusut Kongres, ia berhasil menyorotkan citra orang yang tidak bersalah. Tidak sedikit warga AS yang terpesona. Banyak pula yang bersimpati, meski tidak sehaluar! dengan politiknya. Kamera TV tak henti memperlihatkan bagaimana ia dengan caranya sendiri menegaskan bahwa Presiden Reagan, meski barangkali ikut bertanggung Jawab, tidak bisa dlpersalahkan secara sendirian saja. Masih ada Direktur CIA William Casey, lalu pimpinan Dewan Keamanan Nasional Laksamana John Poindcxter, dan pengganti Poindexter, Robert, McFarlane, serta Jaksa Agung Edwin Meese. "Keyakinan saya adalah, pada akhirnya Kongres, tak pelak lagi, akan tetap menyalahkan pihak eksekutif. Kendati demikian, saya coba yakinkan kepada Tuan-tuan bahwa Kongres sebenarnya layak dipersalahkan, juga dalam kaitannya dengan pejuang kemerdekaan di Nikaragua." Jelas tersirat pada bagian ini, ia, seolah-olah hendak membangkitkan semangat antikomunisme, seraya coba merebut simpati. Ollie, demikian nama akrabnya, bahkan membiarkan matanya basah, penuh haru. Pada hemat Letkol North, 43 tahun, sikap Kongres yang plintat-plintut, tak bisa diduga, mengiyakan atau tidak dalam kaitannya dengan dukungan AS terhadap gerilyawan Contra, telah mendorong pemerintah untuk melancarkan operasi terselubung. Untuk operasi semacam ini, pilihan atas North tak salah lagi. Veteran Perang Vietnam ini, berkali-kali bertemu dengan utusan Gereja Anglikan, Terry Waite, di Libanon. Ia bahkan sempat berunding dengan utusan Iran di Jerman Barat. Terlepas dari berbagai kasak-kusuknya, di depan tim Kongres, North tetap tak mau dijadikan kambing hitam. Justru ia menyerang cara-cara Kongres menghadapi permasalahan. Antara lain dengar pendapat yang diselenggarakan di Capitol Hill secara terbuka, bahkan ditayangkan lewat TV, dianggapnya tidak simpatik. "Cara-cara begini akan merusakkan kepentingan nasional kita," katanya. "Sebab, pihak lawan akan terbahak-bahak menertawakan kita, sementara para sahabat menjadi kecut." Ia mengaku terpojok, ketika menyadari dirinya dalam posisi diusut seolah-olah pelaku tindak kriminal. Kalau North menyebut "para sahabat", maka yang dimaksudnya adalah beberapa negeri yang ikut membantu proses penjualan senjata ke Iran dan penyaluran dana gelap ke Contra. Melalui Bank Swiss, North mengendalikan transaksi itu Pada awal 1986, nilai transaksi tak kurang dari US$ 15 juta, ini menurut penuturan pihak Iran. Pengapalan dilakukan oleh Israel, dengan ongkos jaminan US$ 3 juta. Belum lagi komisi untuk broker Arab (barangkali Adnan Khashoggi), US$ 3,5 juta. Transaksi 1986 inilah yang kemudian tersibak ke permukaan dan menjadi berita dunia. Maka, ketahuan pula transaksi 1985, yang ternyata nilainya lebih besar. Untuk pembelian 120 rudal Hawk, Iran mengeluarkan US$ 42 juta. Sementara itu, Israel, sebagai pihak pengangkut, memperoleh US$ 18 juta. Ada tiga kali pengiriman pada tahun itu, satu vang terakhir diangkut sendiri oleh pesawat yang dicarter CIA. Ini jclas melanggar UU Pengawasan Ekspor Senjata dan UU Keamanan Nasional, yang antara lain mengharuskan kegiatan semacam itu dilaporkan ke Kongres. Alasan yang terungkap adalah penjualan itu tak lepas dari politik luar negeri Reagan yang hehdak berbaik-baik dengan Iran. Lebih jauh lagi, berkaitan pula dengan usaha membebaskan beberapa warga AS yang tersandera di Libanon. Dalam pada itu, peranan Brunei melalui tangan Sultan Bolkiah belum dirinci oleh Komisi Intel Senat. Lika-likunya memang pelik. Belum lagi peranan Taiwan, yang, entah melalui jasa apa, juga disebutkan terlibat. Di dalam sidang, North, yang menolak jadi kambing hitam, ditanya oleh Ketua Dewan (penyidik) Senat Arthur Liman, "Lalu, siapa yang akan Anda pilih jadi kambing hitam?" Jawab North, "Siapa saja yang memang sudah sewajarnya bertanggung jawab dalam kasus ini." Dan itu berarti, "Bisa pemerintah, bisa pula lembaga kepresidenan," tambahnyi, dengan mimik memikat dan tanpa gentar, sembari sesekali mengarahkan muka ke kamera TV. Tak lain barangkali, karena pada dasarnya ini hanya sebuah dengar pendapat, bukan sidang pengadilan. Beginilah sebuah tahap dari lakon yang ikut disutradarai oleh North, dengan peran utama dirinya sendiri. Dari ribuan telepon ke Gedung Putih sehubungan kasus ini, 96% di antaranya memberikan dukungan moril pada sang perwira. Kabarnya, Menlu George Shultz sempat memeluk North, demi keberhasilannya menggelapkan dana ke gerilyawan Contra. Dan sekarang, sejumlah penerbit plus produser film di Hollywood tak mau ketinggalan hendak membeli hak cipta ceritanya - jika North sendiri berminat. North, pemean bintan jasa - antara lain Purple Heart - dari kancah Vietnam, betul-betul telah menjadi pahlawan. Bahkan diisukan sebagai calon presiden yang layak dipilih. Mohamad Cholid, laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini