PERANG dingin telah berakhir, tapi apakah dengan sendirinya pakta militer juga mesti bubar? Untuk memutuskan bubar atau tidaknya itulah tujuh pembesar Pakta Warsawa bertemu di Mos- kow, Kamis pekan lalu. Dan ternyata, KTT pertama Pakta Warsawa sejak terjadinya perubahan drastis di Eropa Timur itu berlangsung dalam suasana sangat berbeda dengan pertemuan-pertemuan semacam di masa lalu. Gorbachev, yang memimpin diskusi sesuai dengan kedudukan negaranya sebagai bos pakta militer tersebut, melemparkan pendapat bahwa untuk survive aliansi ini butuh perubahan drastis. Kemudian terjadilah perdebatan seru tentang hari depannya, sampai, konon, delegasi Hungaria mengancam akan keluar ruang pertemuan. Suasana itu berlainan benar dengan keadaan masa lalu, ketika komunisme Eropa masih monolit di bawah kekuasaan Moskow. Pada akhirnya semua peserta KTT -- termasuk Gorbachev -- setuju susunan pakta yang didominasi Uni Soviet harus dikubur. Deklarasi yang dikeluarkan seusai pertemuan menyatakan, pertentangan ideologi Barat-Timur telah berakhir dan, "dalam situasi baru seperti ini negara-negara Pakta Warsawa . . . akan mulai mempertimbangkan kembali sifat, fungsi, dan aktivitas persekutuan, dan mulai mengubahnya menjadi suatu aliansi di antara negara-negara berdaulat dan dalam kedudukan yang setaraf, dengan didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi." Berdasarkan pada pertimbangan itu pula para anggota setuju untuk berkumpul lagi pada Oktober, dan reformasi pakta akan mulai dijalankan sebelum akhir tahun ini. "Pakta Warsawa . . . untuk selama berpuluh tahun lalu tak lain dari alat konfrontasi. Sekarang ia akan diubah menjadi alat kooperasi," kata Presiden Wojciech Jaruzelski dari Polandia. Tapi Wakil Menteri Pertahanannya, Janusz Onyszkiewicz, orang yang pernah dijebloskannya ke bui, tak setuju ucapan presidennya. Ia ingin perubahan lebih jauh, agar pakta yang melibatkan 5 juta serdadu ini tak lagi dipimpin Soviet. Yang lebih radikal lagi adalah sik ap delegasi Hungaria di bawah pimpinan Perdana Menteri Joszeff Antall. Sikapnya yang konfrontatif menyebabkan kekhawatiran akan terjadinya walk out. Untunglah, itu tak terjadi, walaupun sebelum meninggal kan Moskow Antall masih mengatakan, "Kami berpendapat Pakta Warsawa telah ketinggalan zaman. Dalam zaman seperti sekarang ia telah kehilangan fungsinya." Bocoran dari ajang KTT juga menyebutkan Rumania menganut sikap yang serupa dengan Hungaria. Mungkin pengaruh iklim demokrasi yang mulai tumbuh di Eropa Timur, baik Rumania maupun Hungaria meyakinkan Gorbachev, keduanya tak akan meng- ambil langkah sendiri-sendiri. Sikap Presiden (waktu itu masih sementara) Vaclav Havel lebih moderat. "Kami berpendapat tak ada perlunya keluar dari Pakta Warsawa sekarang ini. Kami tak mungkin menyatakan diri kami netral di dalam Eropa yang belum netral," kata presiden Ceko itu. Tapi ia berharap Pakta Warsawa akan menjadi instrumen perlucutan senjata Eropa Timur dan kembalinya Eropa Timur ke pangkuan Eropa. Ia meminta agar Pakta Warsawa sebagai sarana untuk terbentuknya suatu sistem sekuriti pan-Eropa. Sikap sebagian negara Eropa Timur yang ambivalen itu dapat dimengerti. Sebegitu jauh aliansi militer itu tak lain dari upaya Soviet agar dirinya terlindung dari serangan NATO (pakta pertahanan Barat yang dibentuk lebih dahulu) apabila suatu perang konvensional terjadi. Ironisnya, perang Nato -- Pakta Warsawa tak pernah terjadi. Yang dicatat sejarah ternyata justru Pakta Warsawa telah di- gunakan oleh tuan-tuan di Kremlin untuk memaksakan dominasi Soviet di Timur. Itulah yang terjadi di Hungaria pada 1954 dan Ceko-Slovakia pada 1968. Mereka tak mau sejarah itu berulang. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini