Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Palestina Akan Merdeka?

Yaser Arafat sudah bertekad memproklamasikan negara Palestina merdeka, September nanti.Lalu, perundingan Camp David untuk siapa?

16 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPAT yang bernama Camp David itu tidak ada di peta. Bahkan penduduk Maryland, negara bagian tempat kompleks peristirahatan ini berlokasi, boleh dikata tak paham di mana tepatnya ''Shangri-La" Presiden Franklin Roosevelt ini berada. Hanya pengendara mobil yang paham daerah Pegunungan Catoctin yang mampu menemukan ''daerah rahasia" itu karena kehadiran papan bertuliskan ''keep out" dan pos jaga satuan marinir.

Camp David adalah pondok-pondok berfasilitas hotel bintang lima berlian. Hanya petinggi angkatan bersenjata Amerika Serikat yang dapat menikmati fasilitas kolam renang, pacuan kuda, sarana menembak burung, lapangan tenis, tempat main boling, lapangan golf tiga lubang, dan sinema di resor dinas ini. Nama Camp David dikenal karena sering digunakan sebagai tempat perundingan rahasia yang tidak terjangkau wartawan. Berbagai kesepakatan diplomatis internasional dari masa Winston Churchill hingga Bill Clinton terjadi di tempat itu.

Adalah di Camp David itu Presiden Clinton mengundang Presiden Otoritas Palestina (PA), Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel, Ehud Barak, untuk berunding sejak Rabu pekan lalu. Clinton, di saat-saat terakhir jabatannya, berusaha mencari kata sepakat Palestina-Israel sebelum September nanti. Untuk itu, Clinton berusaha menjadi tuan rumah yang baik, seperti ketika Jimmy Carter mengundang Anwar Sadat (Presiden Mesir) dan Menachem Begin (PM Israel) pada perundingan Camp David, 1978. Demikian pentingnya pertemuan Camp David kedua tersebut, The Economist menyebutnya pertemuan ''now-or-never".

Mungkinkah sukses perjanjian Camp David 1978 itu berulang kembali? Kalau ya, kesepakatan seperti apa yang bisa dicapai?

Jawabannya sulit diraih. Sorotan publik sulit menembus pagar pelindung pondok-pondok kayu Camp David. Joe Lockhart, juru bicara Clinton, tidak bersedia membeberkan apa isi pertemuan. Lockhart malah mewanti-wanti kepada pers agar tidak sembrono berspekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. ''Pembicaraan adalah pada substansi masalah," katanya.

Mengacu pada pernyataan Lockhart, dapat diperkirakan bahwa yang menjadi fokus perundingan adalah status Yerusalem, batas wilayah Israel dengan Palestina, dan nasib 2,5 juta pengungsi Palestina. Semua poin tersebut merupakan masalah yang sarat konflik. Sejarah membuktikan bahwa hasil-hasil perundingan besar seperti kesepakatan Oslo (1993) dan Wye River (1999) tidak pernah diterapkan sesuai dengan apa yang tertulis di atas kertas.

Kedua pemimpin yang bertikai harus membawa pulang sesuatu yang berprospek dari perundingan ini. Barak butuh kepastian bahwa warga Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat aman. Dalam Wye River juga sudah disebutkan bahwa pihak Israel menuntut untuk terbebas dari serangan teroris dari fraksi garis keras koalisi PA, yaitu Hamas. Sementara itu, Arafat butuh jaminan bahwa rakyat Palestina di Jalur Gaza ataupun Tepi Barat bisa menjadi rakyat negara merdeka.

Meramalkan kemungkinan perdamaian di Jalur Gaza dan Tepi Barat memang bukan hal mudah. Apalagi, belakangan ini Arafat kembali mengingatkan bahwa apa pun yang terjadi, negara Palestina merdeka akan diproklamasikan pada 13 September 2000. Pernyataan tersebut jelas melahirkan konsekuensi serius: Israel merasa terancam. Dengan berdirinya negara Palestina, 2,5 juta pengungsi Palestina yang masih hidup di tempat-tempat penampungan pengungsi Lebanon, Suriah, Yordania, bahkan di teritori Palestina sendiri akan kembali ke tanah mereka. Setelah lebih dari 50 tahun terkatung-katung, pengungsi Palestina yang sudah beranak-pinak itu masih berharap bisa kembali di tanah airnya seperti dalam keadaan sebelum aneksasi Israel (1967).

Tentu saja, Arafat tidak akan mampu mengontrol reaksi rakyat Palestina setelah perundingan Camp David berakhir. Yang pasti, mereka tidak mengharapkan bahwa Arafat—yang sudah berjanji akan memproklamasikan kemerdekaan—bersikap lunak kepada pihak Israel ataupun AS dan pulang dengan tawaran lebih rendah dari merdeka.

Apalagi, posisi Arafat di antara kelompok-kelompok penyusun koalisi di PA tidak terlalu kuat. Kelompok Hamas, yang telah banyak melakukan tugas-tugas kemanusiaan seperti mengurus pengungsi, membangun rumah sakit dan sekolah, tidak akan menerima begitu saja ''kekalahan" Arafat. Kelompok yang berdiri pada 1987—saat suhu intifada memuncak di Jalur Gaza ataupun Tepi Barat—juga memiliki segmen militer, Izzedine al Quassam, yang biasa melakukan operasi terorisme. Mereka tidak akan segan-segan bertindak melawan Israel. Hamas mendeklarasikan bahwa perang melawan Israel adalah misi suci agama karena Israel dianggap telah merusak Islam, sejak 1988.

Lebih jauh, pemerintahan Arafat ternyata tidak bersih. Banyak tuduhan yang menyatakan bahwa orang-orang di sekitar Arafat adalah biang korupsi. Bahkan, ada juga pihak-pihak yang cenderung memberi konsesi kepada Israel sehingga merugikan posisi rakyat Palestina sendiri. Semua itu menjadi beban Arafat di dalam rumah tangga Palestina.

Semua hal itu membuat kemungkinan Arafat dan Barak mencapai kesepakatan sangat tipis (lihat boks: Tapak Barak Meniti Buih). Apalagi, masing-masing pihak telah menyatakan akan bersikukuh pada dasar yang mereka percayai. Arafat tetap berpatok pada tanah Palestina sebelum 1967 sebagai dasar berunding. Sementara itu, Israel sama sekali tidak menginginkan peniadaan permukiman yang sudah dibangun di tanah Palestina. ''Perundingan tersebut malah bisa menjadi bencana bagi kedua belah rakyat (Israel dan Palestina—Red)," kata analis Ami Isseroff.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Perdamaian hanya bisa terjadi bila rakyat Israel dan Palestina mendukung sepenuhnya kesepakatan yang dicapai. Tanpa itu, seribu kali perundingan Camp David hanya akan menjadi panggung para aktor politik belaka. Menyenangkan tapi sia-sia.

Bina Bektiati (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus