TEMBAKAN penghormatan berdentum dari balik Tembok Kremlin, pertanda parade raksasa yang sangat dinanti-nantikan itu segera dimulai. Sebagai puncak perayaan 40 tahun kemenangan Tentara Merah atas Nazi Jerman, parade militer dengan gagahnya melintasi Lapangan Merah dalam satu prosesi sepanjang 50 menit. Termegah sepanjang sejarah - begitulah yang digembar-gemborkan banyak pejabat Soviet - parade telah mempertontonkan kekuatan militer Rusia serta menampilkan beberapa tipe senjata modern, di antaranya peluru kendali jarak dekat SS-21. Bagaikan mengulangi alur sejarah, veteran Perang Dunia II Soviet diberi kesempatan memimpin barisan, dilkuti kontingen veteran dari Polandia dan Cekoslovakia. Mereka mengenakan seragam tempo dulu, lengkap dengan senjata kuno. Berbagai medali tergantung mengkilat di dada mereka yang sudah tidak lagi membusung. Mungkin para veteran sudah terlalu tua untuk sebuah parade. Lagi pula, PD II telah 40 tahun tertinggal di belakang, dan waktu itu sekjen PKUS Mikhail Gorbachev baru berusia 14 tahun. Gorbachev, 54, adalah pemimpin pertama dari generasi sesudah PD II yang kini, langsung atau tidak, mesti terlibat dengan urusan perang. Dari ketinggian Mausoleum Lenin, ia bersama anggota Politbiro lainnya dapat menyaksikan warisan masa lalu. Pertama-tama tank T-34 - ujung tombak bala tentara Soviet yang menerobos Berlin pada tahun 1945--dilanjutkan dengan artileri dan peluncur roket Katyusha Lebih terkenal di luar Soviet dengan nama Stalin Organs, Katyusha pertama kali dipakai Juli 1941, sedangkan salvonya terakhir merupakan aba-aba parade yang baru saja ditembakkan dari balik Tembok Kremlin. Berbagai negara Eropa telah memperingati 40 tahun kemenangan atas Nazi dalam upacara sederhana. Sebaliknya Soviet: megah meriah. Ada apa? Mungkin saja Moskow ingin menyombongkan ketangguhan militernya, sesuatu yang tentulah tidak perlu diperdebatkan lagi. Atau sekadar mempertunlukkan betapa hebatnya kebangkitan Soviet dari abu PD II. Bukankah Gorbachev berkata, "Tiap orang yang menyaksikan parade ini pastilah tidak meragukan persenjataan Soviet dan sistem pertahanannya yang ampuh. " Ada kesan, Gorbachev bermaksud memberi gambaran yang jelas tentang kebesaran Rusia kepada rakyatnya dan dunia luar sekaligus. Karena itu, ia tidak menghilangkan bagian-bagian Stalin dari berbagai film dokumenter PD II. Terkenal kejam dan kaku, Jozef Stalin memimpin negerinya melewati kancah PD II hingga berhasil keluar sebagai pemenang. Sedangkan menurut Menhan Sergei Sokolov, "Pihak Barat telah berusaha memperkecil peran Soviet dalam PD II di samping menghalalkan Hitler." Terlepas dari koriteks sejarahnya, inti perayaan di Moskow terpaku pada rudal dan persenjataan modern. Karena Presiden Ronald Reagan tidak menanggapi seruan untuk menunda pemasangan rudal di daratan Eropa, Gorbachev melancarkan kecaman keras. Dalam upacara peletakan karangan bunga di makam prajurit tak dikenal, ia menuduh Washington telah mengancam perdamaian dunia. Pada akhir pidatonya barulah ia mengulangi imbauan untuk sebuah peredaan ketegangan, seraya mengirimkan surat pada Reagan, bukti kesediaan Soviet untuk menjalin kerja sama dengan AS. Ia juga menegaskan, "Detente bukanlah tujuan utama. Detente memang perlu tapi hanya sebagai peralihan dari dunia yang penuh sesak dengan senjata ke dunia yang sistem keamanan internasionalnya bisa diandalkan." Uluran Gorbachev ditampik Reagan, yang justru mer gecam agresi Soviet yang terus berkelanjutan sejak PD II. Reagan bicara ketus bukan saja karena Nikaragua, sekutu Soviet yang dianggap "bisa mengancam demokrasi AS", tapi juga karena agresi Moskow ke Afghanistan yang sama sekali tak dapat dibenarkan. Pada sidang Parlemen Eropa, Reagan menuduh Soviet merusakkan keseimbangan nuklir dengan memproduksi rudal SS-24 berkepala banyak yang bisa menyerang lebih dulu dan bisa mengelak dari deteksi. Selintas terkesan, bukti kemunduran peradaban akibat PD II tidak cukup menggugah kesadaran pemimpin dua negara adidaya, AS dan Uni Soviet, untuk bertindak serius. Bagi mereka PD II memang perlu diperingati sedangkan momok PD III agaknya masih belum perlu ditakuti. I.S. Laporan Reuter (Moskow)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini