PERANG di Teluk bagaikan pertandingan bola. Bedanya para pendukungnya tak langsung berdiri di pinggir lapangan, tapi jauh tersebar di mana-mana, di banyak negara. Itulah para demonstran, yang ratusan, bahkan ribuan, turun ke jalan-jalan. Ada kelompok yang mengecam Bush, ada kelompok yang mencaci Saddam, ada yang menyalahkan dua-duanya. Di Eropa dan Amerika, umumnya demonstrasi menghendaki perang dihentikan. Mereka hanya ingin serdadu Sekutu ditarik dari Teluk. Bila ada caci-maki, sebagian besar ditujukan pada Saddam Hussein, presiden yang dituduh bertanggung jawab atas pen- caplokan Kuwait oleh Irak. Semangat pengecaman ini, tak enaknya, melahirkan ekses pula: rasialisme. Seorang bapak Arab di Paris tak lagi berani mengantarkan anaknya yang bersekolah di TK karena para pengantar "memandang dengan curiga pada orang-orang berkulit gelap seperti saya ini," katanya pada Reuters. Di Afrika dan Asia, demonstrasi umumnya mendukung Saddam. Padahal, kebanyakan pemerintah negara Asia dan Afrika berusaha netral. Di India, misalnya, umat Hindu mengecam Bush dan Saddam dan mengimbau perang dihentikan. Namun, sebagian besar kaum muslim di sini mendukung Saddam. Di Maroko, negeri yang mengirimkan 1.500 serdadunya ke Saudi, tiga organisasi buruh merencanakan pemogokan masal di awal pekan ini, "sebagai aksi solidaritas untuk rakyat Irak yang menghadapi agresi Amerika." Bahkan di Turki -- anggota NATO, yang dari salah satu pangkalan udaranya di Incrylik dilakukan serangan udara ke lrak bagian utara -- Jumat pekan lalu 2.000 orang turun ke jalan dan membakar bendera Amerika dan Israel. Yang paling provokatif adalah demonstrasi yang dilakukan orang-orang Palestina di Amman, Jumat pekan lalu, yang menganjurkan agar Irak selekasnya menggunakan senjata kimia. Pemerintah yang cepat mengantisipasi keadaan adalah Mesir, negeri yang mengirimkan 35.000 tentara ke Dahran. Di sini surat kabar oposisi menyesalkan mengapa tentara Mesir disuruh menyerbu Irak bukannya Israel. Dan Rabu pekan lalu, Menteri Pendidikan muncul di televisi, mengumumkan perpanjangan libur sekolah dan perguruan tinggi: yang sedianya sampai 26 Januari menjadi sampai 12 Februari. Meski tak dikatakan oleh menteri itu, yang ditakutkan jelas, yakni maraknya demonstrasi pro Irak. Di Jerman, negeri yang tak mengirimkan pasukan ke Teluk karena konstitusinya tak mengizinkan, belakangan ini semangat antiperang memang marak. Terlebih lagi setelah terungkap bahwa Jerman banyak terlibat dalam pengembangan senjata ampuh yang sekarang dimiliki Irak. Modifikasi rudal Scud menjadi Hussein dan Abbas, misalnya, ternyata mendapat bantuan teknis dari perusahaan Jerman. Demikian juga pembangunan bunker-bunker bawah tanah. Gelombang protes ini semakin besar ketika koran Die Tageszeitung mengungkapkan daftar perusahaan asing yang terlibat dalam produksi, pengiriman, dan perdagangan senjata untuk Irak, dan pembangunan bunker-bunker. Begitu panjangnya, sampai-sampai daftar itu diberi judul "Legiun Asing Saddam". Tak kurang dari 218 perusahaan Barat yang tercantum, dan Jerman memang nomor satu, dengan 87 perusahaan. Lalu perusahaan dari Austria, Prancis, India, Brasil, Belanda, bahkan yang mengejutkan: sebuah perusahaan Kuwait. Sejauh ini, Jerman hanya mengirimkan puluhan jet tempurnya ke Turki, sebagai sesama anggota NATO, Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Namun, jika saja Turki diserang Irak, diduga akan ada desakan massa besar-besaran agar Jerman pun mengirimkan pasukan ke negeri itu. Sebab, dengan alasan membela sesama anggota NATO, konstitusi mengizinkan pengiriman pasukan. Itu sebabnya santer terdengar spekulasi, Bush sengaja menggunakan Incrylik sebagai pangkalan pesawat pengebom untuk memancing Irak menyerang Turki. Di Jerman pun suara mendukung Irak juga keras. Kelompok Neo-Nazi di Kota Nurenberg bahkan memproklamasikan kesediaan berperang di barisan tentara Irak melawan Sekutu. Bagi mereka Saddam Hussein adalah pahlawan karena berniat mengenyahkan bangsa Yahudi. Namun, sejauh ini orang-orang Neo-Nazi itu cuma omong. Di Malaysia, Partai Islam Se-Malaysia (PAS) sudah membagikan 20.000 formulir pendaftaran sukarelawan tempur ke Irak pada pengikutnya. Namun, apakah mereka akan diberangkatkan atau tidak, belum jelas. Yang pasti, pengumpulan bantuan obat-obatan, susu, dan makanan, terutama untuk anak-anak Irak, kabarnya menunggu dikirim. Sementara itu, di Amerika meski demonstrasi antiperang cukup ramai, mayoritas penduduk memang mendukung perang. Itu sesuai dengan hasil pengumpulan pendapat yang dilakukan Gallup dan Televisi CNN. Ketika perang meletus dukungan terhadap George Bush masih tercatat 84%. Akhir pekan lalu, angka itu menjadi 87%. Bila di Amerika massa mendukung Bush, itu tak aneh. Namun, mengapa di Asia dan Afrika, yang pemerintahnya netral, massa mendukung Saddam? Mungkin seorang wanita Irak yang diwawancarai majalah The Economist punya jawaban. Kata dia, "Sebenarnya kami benci Saddam. Namun, karena Amerika dan sekutunya mengeroyok Irak, kami sekarang mendukung Saddam." Andriono (Jerman), YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini