Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Inggris memilih untuk mencegah Perdana Menteri Boris Johnson membawa Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit tanpa kesepakatan pada 31 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemungutan suara yang diadakan pada 4 September 2019 juga menolak tawaran Johnson untuk mengadakan pemilu dipercepat dua minggu dari jadwal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Reuters, dengan hasil pemungutan suara di parlemen, House of Commons, memaksa pemerintahan Johnson untuk meminta penundaan Brexit selama 3 bulan daripada meninggalkan daripada pergi tanpa kesepakatan berpisah.
Johnson mengatakan RUU ini telah menggagalkan negosiasi Brexit dengan Uni Eropa dan dirancang untuk membatalkan referendum 2016 untuk meninggalkan EU.
"Oleh karena itu, RUU ini tidak memiliki preseden dalam sejarah parlemen, berusaha untuk memaksa perdana menteri dengan surat yang sudah dirancang untuk menyerah dalam negosiasi internasional. Saya menolak untuk melakukan itu," tegas Johnson.
Pemimpin oposisi partai Buruhh, Jeremy Corbyn mengatakan dia setuju pemilu lebih awal diadakan begitu RUU ini diteruskan ke House of Lord dan menjadi UU. Hal ini kemungkinan akan terjadi pada Senin depan.
Di luar kepanikan manuver politik, Inggris sebenarnya masih bisa meninggalkan Uni Eropa dengan kesepakatan untuk memperlancar transisi, pergi tanpa kesepakatan, atau membatalkan Brexit.
Pemilihan prospektif akan menawarkan kemungkinan tiga alternatif terkait yakni, pemerintahan Brexiteer di bawah kendali Boris Johnson, pemerintah Partai Buruh yang dipimpin Jeremy Corbyn yang telah menjanjikan referendum baru dengan opsi tetap bergabung dengan Uni Erpa, dan parlemen yang menggantung pada koalisi atau pemerintah minoritas.