Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Oposisi Thailand dalam Ancaman Pembubaran

Partai Gerakan Maju terancam dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand. Memilih jalan oposisi yang proaktif.

7 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PITA Limjaroenrat, pendiri partai politik reformis Partai Gerakan Maju (Move Forward Party), sedang berjuang melawan upaya pembubaran partainya. Ia mengkritik langkah Komisi Pemilihan Umum Thailand yang membawa kasus partainya ke Mahkamah Konstitusi sebagai tindakan yang terburu-buru dan tidak adil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam konferensi pers pada Ahad, 30 Juni 2024, Pita Limjaroenrat menyatakan Komisi telah mengabaikan prosedur standar dalam penanganan partai sehingga membuat langkah Komisi itu tidak sah. “Komisi telah bertindak tanpa memberi kami kesempatan membela diri,” kata Pita, yang kini menjabat Kepala Penasihat Gerakan Maju, seperti dikutip The Nation.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus Gerakan Maju ini bermula dari manifesto politik mereka dalam pemilihan umum 2023. Salah satu manifesto itu adalah menyerukan pencabutan pasal lèse-majesté, pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang melarang siapa pun menghina kerajaan. Pasal untuk melindungi martabat kerajaan itu pada kenyataannya lebih banyak digunakan untuk membungkam oposisi dan suara kritis masyarakat.

Pengacara Teerayut Suwannakaesorn mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi menanyakan apakah Gerakan Maju berusaha menggulingkan kerajaan melalui manifesto itu. Pada Januari 2024, Mahkamah dengan suara bulat menyatakan Gerakan Maju dan Pita bersalah karena hendak menggulingkan monarki konstitusional Thailand melalui amendemen pasal lèse-majesté. Atas dasar putusan itulah Komisi Pemilihan Umum mengajukan permohonan pembubaran Gerakan Maju kepada Mahkamah.

Pita menyatakan Komisi mengabaikan pasal dalam Undang-Undang Partai Politik yang mensyaratkan adanya pengumpulan bukti dan memberikan kesempatan kepada partai untuk membela diri sebelum kasusnya diajukan ke Mahkamah. Pita mengkritik standar ganda Komisi yang dulu memberi Partai Thai Raksa Chart kesempatan membela diri sebelum kasusnya diajukan ke Mahkamah pada 2019. Thai Raksa Chart akhirnya dibubarkan Mahkamah karena membawa keluarga kerajaan ke dalam politik dengan mencalonkan Putri Ubol Ratana Rajakanya, putri sulung Raja Bhumibol Adulyadej, sebagai perdana menteri.

Mahkamah Konstitusi menetapkan sidang lanjutan perkara Gerakan Maju ini pada 17 Juli 2024. Sembilan hakim konstitusi sedang meninjau bukti yang diajukan Komisi Pemilihan Umum dan Gerakan Maju.

"Kami akan memperjuangkan kasus kami di Mahkamah sekali lagi, membela diri terhadap potensi pembubaran," ucap Parit Wacharasindhu, juru bicara Partai Gerakan Maju, kepada Tempo, Kamis, 27 Juni 2024. "Kami ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat, 'Tolong jangan melihatnya sebagai sebuah kepastian bahwa kami akan dibubarkan,' dan kami akan melakukan segala cara yang mungkin untuk mengungkap kasus kami dan membuktikan bahwa kami tidak bersalah," ujar Ketua Komisi Politik, Komunikasi Massa, dan Partisipasi Publik parlemen itu.

Menurut Parit, partainya kini berada dalam momen yang sangat penting. "Mahkamah Konstitusi sedang mempertimbangkan kasus ini. Kami sekarang menunggu untuk mendengar apakah mereka akan melakukan penyelidikan lebih lanjut atau tidak," katanya.

"Kami telah berjuang untuk meminta mereka melakukan penyelidikan karena kami merasa prosesnya harus dilakukan secara menyeluruh untuk memberi kami hak membela diri dengan cara yang tepat dan mengingat beratnya hukuman yang mungkin dijatuhkan," ujar Parit.

Bila penyelidikan berlanjut, Parit menambahkan, Gerakan Maju akan menggunakannya untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. "Tapi, jika Mahkamah memutuskan tidak menyelidiki lebih lanjut, kami berharap dokumen dan pembelaan yang sudah kami serahkan telah cukup (sebagai bukti) agar mereka tergerak mengakui tuntutan itu tidak layak untuk partai kami."

Gerakan Maju adalah partai anak muda yang mengusung agenda progresif, seperti desentralisasi; pengurangan pengaruh militer dalam politik; transparansi birokrasi; dukungan terhadap hak-hak kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender; penghapusan monopoli dalam bisnis; serta penghapusan wajib militer. Partai ini menjadi fenomena setelah menang dalam pemilihan umum 2023 dengan meraih 151 dari total 500 kursi Dewan Perwakilan Rakyat.

Gerakan Maju kemudian membangun koalisi dengan Partai Pheu Thai pimpinan Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, dan partai lain. Koalisi ini berhasil menguasai parlemen dan memungkinkan mereka membentuk pemerintahan dan mengajukan Pita Limjaroenrat sebagai calon perdana menteri. Namun langkah mereka dijegal oleh Senat, yang semua anggotanya, 250 orang, ditunjuk militer.

Pheu Thai lantas keluar dari koalisi dan membentuk koalisi baru bersama 11 partai lain, termasuk Partai Bangsa Thai Bersatu pimpinan bekas perdana menteri Prayut Chan-o-cha dan Partai Prachachat, partai pendukung kerajaan. Koalisi ini mengajukan Srettha Thavisin, pengusaha anggota Pheu Thai, sebagai calon perdana menteri. Usulan ini diterima Senat dan Srettha diangkat sebagai perdana menteri oleh Raja Thailand Vajiralongkorn.

Gerakan Maju kemudian menjadi partai oposisi utama di parlemen. "Sebagai partai oposisi, kami mencoba menjalankan strategi 'oposisi proaktif', dalam arti kami tidak hanya melakukan kerja oposisi biasa, seperti mengawasi pemerintah dan meminta pertanggungjawaban mereka, tapi juga mendorong beberapa agenda menggunakan cara-cara legislatif," tutur Parit.

Menurut Parit, sejauh ini partainya sudah mengajukan 50 rancangan undang-undang, termasuk tentang reformasi militer, desentralisasi, demokratisasi, serta penguatan hak-hak sipil dan kebebasan. "Dengan melakukan ini, kami harap, dalam skenario terbaik, kami dapat meyakinkan masyarakat dan dengan demikian meyakinkan anggota parlemen dari pemerintah untuk mendukung rancangan itu sehingga lolos di parlemen," ujarnya.

"Dalam skenario terburuk, ketika anggota parlemen dari pemerintah tidak mendukung, sekurang-kurangnya kami menggunakan jalur parlemen untuk berbicara kepada masyarakat tentang perlunya perubahan ini," Parit menambahkan.

Sekarang ada dua rancangan undang-undang yang sedang diajukan Gerakan Maju ke parlemen, yakni tentang penghapusan wajib militer dan reformasi struktur Kementerian Pertahanan. "Sudah kami ajukan ke parlemen dan akan dibahas segera, semoga tahun depan. Sekarang sedang dalam antrean," kata Parit.

Parit menuturkan, reformasi struktur Kementerian Pertahanan sangat penting karena saat ini kewenangan pertahanan tidak berada di tangan menteri yang berasal dari kalangan sipil. Ada undang-undang yang berlaku sejak hampir 20 tahun lalu yang menyatakan bahwa setiap keputusan yang berhubungan dengan kebijakan, anggaran, dan personel militer tidak berada di tangan menteri, melainkan dewan militer yang mayoritas beranggotakan perwira tinggi militer. Aturan ini menghalangi prinsip sipil yang mengendalikan militer. "Maka kami mengajukan amendemen undang-undang itu untuk menormalkan dan memastikan bahwa kalangan sipillah yang mengendalikan militer."

Parit menyatakan tidak tahu apakah pemerintah mendukung usulan itu. "Jika ya, itulah pilihan terbaiknya. Namun, jika tidak, paling tidak kami akan mempunyai kesempatan menggunakan parlemen sebagai cara berkomunikasi dengan masyarakat tentang perlunya hal ini dilakukan," ucapnya.

Kini Gerakan Maju masih menunggu perkembangan kasusnya di Mahkamah Konstitusi. "Terlepas dari apakah kami dibubarkan atau tidak, misi kami akan terus berlanjut. Kami akan melanjutkan sebanyak yang kami bisa," kata Parit. "Kami akan memastikan suara pemilih kami tetap didengar di parlemen melalui Gerakan Maju."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Oposisi dalam Bayang-bayang Pembubaran"

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus