Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat, Kamis, 18 April 2024, secara efektif menghentikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakui negara Palestina dengan menggunakan hak veto di Dewan Keamanan untuk menolak keanggotaan penuh Palestina di badan dunia tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amerika Serikat memveto rancangan resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara agar "Negara Palestina diterima sebagai anggota" PBB. Inggris dan Swiss abstain, sementara 12 anggota dewan lainnya memberikan suara setuju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Amerika Serikat terus mendukung solusi dua negara. Pemungutan suara ini tidak mencerminkan penentangan terhadap kenegaraan Palestina, namun merupakan pengakuan bahwa hal tersebut hanya akan datang dari negosiasi langsung antara kedua belah pihak," ujar Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, kepada dewan.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk veto AS dalam sebuah pernyataan yang disebutnya "tidak adil, tidak etis, dan tidak dapat dibenarkan."
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, yang terkadang emosional, mengatakan kepada dewan setelah pemungutan suara: "Fakta bahwa resolusi ini tidak lolos tidak akan mematahkan tekad kami dan tidak akan mengalahkan tekad kami. Kami tidak akan berhenti dalam upaya kami."
Dorongan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB muncul enam bulan setelah perang antara Israel dan militan Palestina Hamas di Jalur Gaza, dan ketika Israel memperluas permukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang oleh PBB dianggap ilegal.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, memuji Amerika Serikat yang telah memberikan hak veto.
Berbicara kepada 12 anggota dewan yang memberikan suara mendukung rancangan resolusi tersebut, Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengatakan: "Sangat menyedihkan karena suara Anda hanya akan semakin menguatkan penolakan Palestina dan membuat perdamaian menjadi hampir mustahil."
Dimulai dengan Gaza
Palestina saat ini merupakan negara pengamat non-anggota, sebuah pengakuan de facto atas kenegaraan yang diberikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012. Namun, permohonan untuk menjadi anggota penuh PBB harus disetujui oleh Dewan Keamanan dan setidaknya dua pertiga dari Majelis Umum.
"Kami percaya bahwa pengakuan kenegaraan Palestina seharusnya tidak datang di awal proses baru, tetapi tidak harus di akhir proses. Kita harus mulai dengan memperbaiki krisis yang ada di Gaza," ujar Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, kepada dewan.
Dewan Keamanan PBB telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam perbatasan yang aman dan diakui. Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem timur dan Jalur Gaza, semua wilayah yang direbut Israel pada 1967.
Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, sebelum pemungutan suara mengatakan bahwa penerimaan Palestina di PBB akan memperkuat dan bukan melemahkan solusi dua negara, dan menambahkan: "Perdamaian akan datang dari keikutsertaan Palestina, bukan dari pengucilannya."
Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Abbas, menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat. Hamas menggulingkan Otoritas Palestina dari kekuasaan di Gaza pada 2007.
Hamas mengutuk sikap AS dalam sebuah pernyataan dan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk "mendukung perjuangan rakyat Palestina dan hak mereka yang sah untuk menentukan nasib mereka."
Israel melakukan pembalasan terhadap Hamas di Gaza atas serangan 7 Oktober di Israel selatan yang dipimpin oleh kelompok militan tersebut.
Israel mengatakan sekitar 1.200 orang tewas dan lebih dari 250 orang disandera dalam serangan tersebut, dan otoritas kesehatan Gaza mengatakan Israel telah menewaskan hampir 34.000 orang dalam serangannya di Gaza sejak saat itu.
"Kegagalan untuk membuat kemajuan menuju solusi dua negara hanya akan meningkatkan volatilitas dan risiko bagi ratusan juta orang di seluruh wilayah, yang akan terus hidup di bawah ancaman kekerasan yang terus menerus," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada dewan tersebut pada Kamis.
REUTERS
Pilihan Editor: Top 3 Dunia: Iran Siap Hadapi Israel, Sejarah Kudeta di Myanmar