Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Komunitas internasional harus merancang strategi untuk memberi Korea Utara setidaknya 60 juta dosis vaksin COVID-19 untuk mencegah bencana kemanusiaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan seorang penyelidik hak asasi manusia independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu 23 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tomas Ojea Quintana, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia untuk Korea Utara, mengatakan pada sebuah pengarahan di Seoul bahwa vaksin bisa menjadi cara untuk membujuk negara itu agar melonggarkan penguncian. Langkah penguncian ketat telah menyebabkan beberapa dari 26 juta penduduknya di ambang kelaparan.
"Sangat penting bahwa penduduk Korea Utara mulai divaksinasi, sehingga pemerintah tidak akan memiliki alasan untuk mempertahankan penutupan perbatasan," kata Quintana seperti dilansir Reuters.
"Situasi paling serius di Korea Utara adalah makanan," ujarnya, menambahkan bahwa beberapa populasi yang paling rentan tampaknya berisiko kelaparan.
Namun, penyelidik PBB itu menambahkan, proposal tersebut belum secara resmi diajukan ke Pyongyang. Sejumlah masalah juga perlu diselesaikan, termasuk pembayaran dan rintangan sanksi apa pun.
Tidak ada laporan mengenai berapa vaksin COVID-19 yang diimpor Korea Utara. Sementara tahun lalu, Pyongyang menolak pengiriman vaksin COVID-19 merek AstraZeneca yang direncanakan yang diselenggarakan di bawah COVAX. Penolakan itu dipicu oleh kekhawatiran akan efek sampingnya.
Akibatnya, program berbagi vaksin COVID-19 global, COVAX, mengurangi jumlah dosis yang dialokasikan untuk negara tersebut. Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF) pada tahun lalu juga melaporkan bahwa Pyongyang menolak tawaran tiga juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac Biotech Cina.
Pihak berwenang di Pyongyang tampaknya curiga menerima hanya sebagian vaksin. Mereka khawatir akan dipaksa untuk menerima lebih banyak vaksin COVID-19. “Sesuatu yang dapat diselesaikan dengan kesepakatan,” ujar Ojea Quintana.
Korea Utara belum melaporkan kasus COVID-19 dan telah memberlakukan pencegahan anti-virus yang ketat, termasuk penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan domestik. Untuk pertama kalinya sejak awal 2020, beberapa kereta api mulai diizinkan melintasi perbatasan dari Cina bulan lalu.
Pembatasan perbatasan dan pergerakan sangat merusak bagi warga Korea Utara yang mengandalkan kegiatan komersial di sepanjang perbatasan dengan Cina, dan itu diperparah oleh dampak sanksi, Ojea Quintana menambahkan.
Dia mengulangi seruan agar sanksi terhadap Korea Utara lebih fleksibel, untuk menghindari menyebabkan kerugian kemanusiaan bagi penduduk biasa.
SUMBER: REUTERS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.