Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mulyanto dan maruti yang dituduh berzina, oleh puluhan pemuda Desa Klumpit, Ngadirojo, Wonogiri, diperintahkan membuka pakaian dan kemudian diarak keliling desa, telanjang bulat. Polisi mengusutnya.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI meja judi dalam suatu perhelatan mereka bertemu pandang. Baiklah mereka disebut Mulyanto dan Maruti. Tiba-tiba seorang teman Mulyanto berbisik, "Wanita yang pakai rok ungu itu mau diajak main." Mulyanto melirik pada wanita berusia 27 tahun itu. Ketika jarum menunjuk angka dua belas, di hari 12 Oktober itu, di Kecamatan Ngadirojo Wonogiri, Jawa Tengah, tamu satu per satu berpamitan. Tak terkecuali Mulyanto, yang malam itu tak menyesali kekalahannya sebesar Rp 1.200,00. Ia mempercepat langkah agar bisa mengear Marutl, wanita berrok ungu yang pamit dulu. Ketika mereka berdekatan, Maruti tiba-tiba menyapa, "Mampir, Mas." Singkat cerita, Mulyanto pun masuk ke rumah yang tergolong mentereng di kampung itu. Konon, karena tidak ada penghuni yang lain, keduanya masuk kamar, dan entahlah apa yang terjadi. Yang jelas, Maruti memang sendirian tinggal di Desa Klumpit, Ngadirojo, itu. Ia simpanan seorang kota berusia 60 tahun yang tinggal di Solo. Sedangkan Mulyanto, 30 tahun, buruh tani, bapak tiga anak, tinggal di desa tetangga. Tiba-tiba pintu rumah Maruti digedor-gedor. Tak lama kemudian Maruti membuka pintu, menanyakan keperluan yang menggedor pintu, yang ternyata 20 pemuda. Bukannya menjawab pertanyaan, mereka langsung menerobos masuk, lalu menanyai Maruti, di mana tamunya. Didesak terus Nyonya rumah lalu menunjuk ke plafon. Kontan Mulyanto dipaksa turun. Ia diseret ke luar rumah dan kepalan pun berjatuhan. Lalu dua orang yang dituduh berzina itu diperintahkan membuka pakaian, dan kemudian diarak keliling desa. Lampu petromaks, lampu sorot, tetabuhan dari kaleng mengiringi prosesi menjelang subuh itu. Penduduk pun pada bangun menyaksikan tontonan yang baru pertama kali terjadi di Klumpit. Prosesi bugil berakhir setelah keliling kampung dan sampai di rumah Maruti lagi. Keduanya diperbolehkan mengenakan busana. Mulyanto pun pulang. Paginya, ia berobat ke puskesmas Ngadirodjo. Mulyanto tak cuma memar. Ia pun merasa diperlakukan tidak adil. Ia mengadu ke Polres Wonogiri. Dia merasa lagi sial. Sebab, katanya, Maruti sering menerima tamu. Di depan polisi para pengarak membela diri. "Kami sekadar melaksanakan peraturan kampung," kata seorang mewakili para pemuda kepada polisi. "Orang yang main serong harus diajar dan diarak, agar tidak mengulang perbuatannya, demi nama baik desa." Sugiarso, Kepala Dukuh Klumpit, kepada TEMPO membenarkan, "Itu sudah aturan desa, meski tidak tertulis." Adapun Maruti, kabarnya, mengaku salah, dan "tidak akan menuntut". Seorang kota yang disebutkan sebagai suaminya kepada TEMPO membenarkan bahwa wanita yang diarak itu adalah simpanannya, sejak 1980. Ia hanya seminggu sekali mengunjunginya. Rumah dan 5 hektar sawah berikut kebun cengkih adalah pemberiannya. "Saya bisa memaklumi Maruti berbuat begitu," katanya. Ia tidak akan menuntut, baik para pemuda, istrinya, maupun Mulyanto. Main hakim sendiri ini bukan yang pertama kali. Di Desa Duren, Blitar, Jawa Timur November tahun lalu, seorang laki-laki dan seorang wanita berusia 40 tahun dituduh kumpul kebo. Lurah setempat, yang tak menyetujui gaya hidup warganya itu, lalu mengarak mereka bugil keliling desa. Setelah itu, si pelaku pria dihukum jaga gardu desa saban malam. Siangnya, ia disuruh mencari teman intimnya yang sempat kabur. Kesempatan itu ia gunakan untuk melarikan diri. "Saya tetap akan menuntut Pak Lurah," kata pelaku itu di persembunyian, didampingi pelaku wanitanya. Mereka memang hidup bersama lagi. Adapun lurah itu ternyata tetap menjabat. "Masalahnya sudah sampai tingkat kabupaten," kata Camat Djoeriharto, yang membawahkan lurah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus