Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STEPHEN Paddock tiba di Mandalay Bay Resort and Casino di Las Vegas, Amerika Serikat, pada Kamis dua pekan lalu. Lelaki 64 tahun itu lalu masuk ke kamar nomor 32135 di lantai 32.
Pensiunan akuntan itu sebetulnya baru menang besar di kota judi tersebut. Beberapa pekan sebelumnya, dia menang judi lebih dari US$ 10 ribu atau sekitar Rp 135 juta dan meraup jackpot senilai Rp 3,37 miliar.
Tapi tujuannya ke hotel Mandalay itu bukan untuk berpesta. Selama tiga hari dia mengurung diri. Tak ada yang tahu apa yang dia lakukan di dalam kamarnya. Pelayan hotel juga tak pernah masuk ke kamar itu karena tanda "Do Not Disturb" tergantung di pintunya.
Pada Ahad malam dua pekan lalu, 22 ribu orang memadati lapangan di seberang Mandalay. Mereka tengah menikmati Route 91 Harvest, festival musik country tahunan di daerah itu. Sekitar pukul 22.00, festival itu mencapai puncaknya. Jason Aldean, bintang musik country masa kini, naik ke panggung dan menggeber dengan lagu-lagu dari album terbarunya, They Don’t Know.
Tiba-tiba terdengar rentetan tembakan. Aldean dan pemain band-nya lari ke luar panggung. Sebagian penonton lari kocar-kacir. Sebagian penonton yang tepat berada di depan panggung langsung tiarap. "Tiarap! Tiarap!" terdengar teriakan dari berbagai arah.
Peluru-peluru itu meluncur dari senapan Stephen Paddock, yang membidik dengan senapan Colt AR-15 dari jendela kamar hotelnya, yang berjarak sekitar 365 meter dari lokasi festival. Senapan semi-otomatis itu sudah dimodifikasi sehingga dapat menembak hingga 100 peluru per menit. Sebanyak 59 orang tewas dan 515 orang cedera dalam aksi penembakan terbesar dalam sejarah Amerika itu. "Dia seperti menembak ikan di dalam tong," kata Jake Owen, penyanyi yang menyaksikan kejadian itu.
Tim Senjata dan Taktis Khusus (SWAT) kepolisian Amerika menyerbu kamar Stephen Paddock beberapa menit kemudian. Mereka hanya menemukan mayat Stephen tergeletak di lantai bermandikan darah. Dia diduga melakukan bunuh diri dengan menembak kepalanya. Polisi juga menemukan 23 senjata api, termasuk dua senapan semi-otomatis. Di rumah Stephen di Mesquite, polisi menemukan 19 senjata api dan ratusan amunisi.
Tak ada yang curiga Stephen akan bertindak begitu. Juga keluarganya. "Sama sekali tidak mungkin saya bisa membayangkan bahwa saudara saya akan menembak sekelompok orang yang bahkan dia tidak kenal," ujar Eric Paddock, adik bungsu Stephen.
Stephen dulu bekerja sebagai akuntan di berbagai lembaga dan bisnis properti. Dia sedikitnya punya sembilan rumah dan apartemen dalam beberapa dekade terakhir serta dua pesawat terbang pribadi. Stephen pula yang membantu Eric di bisnis real estate. "Dia jutawan. Dia membuat saya makmur," kata Eric.
Ayah Stephen adalah Benjamin Hoskins Paddock, perampok sejumlah bank yang masuk daftar 10 orang paling dicari Biro Investigasi Federal (FBI) pada 1969 ketika dia kabur dari penjara Texas. Biro menyatakan buron itu "didiagnosis sebagai psikopat" dan mungkin "punya kecenderungan bunuh diri".
Namun apa motif teror Stephen masih belum terjawab. Dia tak punya afiliasi politik atau agama tertentu. Dia juga tak punya sejarah kesehatan mental. Eric tahu kakaknya punya lima senjata api, tapi dia tidak berburu dan jarang memakainya.
Kurniawan (ROLLING STONE, BBC, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo