Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pembalasan pretoria

Pm botha menjawab ktt persemakmuran yang akan melancarkan sanksi ekonomi. pemeriksaan barang-barang negara tetangga yang lewat perbatasan, zambia dan zimbabwe, diperketat. ny. winnie mandela ditahan. (ln)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERDANA Menteri Botha punya cara untuk memberi "pelajaran" kepada negara-negara yang mencoba mengotak-atik kebijaksanaan rasialismenya. Mulai Senin pekan ini, ia memberlakukan peraturan mengetatkan pemeriksaan barang-barang yang melewati perbatasannya. Buat negara-negara yang berbatasan dengan Afrika Selatan, keputusan tersebut sama dengan jerat yang dapat membunuh perekonomian mereka perlahan-lahan. Tindakan tersebut, menurut seorang juru bicara kementerian luar negeri, sebenarnya dimaksudkan sebagai langkah untuk mengumpulkan data statistik perdagangan dengan negara-negara tetangganya. Benarkah begitu ? Untuk sementara, keputusan Botha tersebut dikenakan kepada barang-barang yang berasal maupun yang menuju Zambia dan Zimbabwe -- dua negara yang mengikuti KTT Terbatas Persemakmuran di London, pekan silam. Tindakan tersebut justru diumumkan bertepatan dengan berakhirnya pertemuan tadi, yang sepakat memberlakukan sanksi ekonomi kepada Afrika Selatan. Selama ini, 85 persen perdagangan Zimbabwe melalui pelabuhan-pelabuhan Afrika Selatan, sementara 64 persen barang impor Zambia dan sepertiga barang ekspornya dikapalkan dari Afrika Selatan. Sebenarnya bagi kedua negara tersebut, tersedia alternatif lain untuk mengapalkan barang-barang mereka. Antara lain melalui pelabuhan Dar es Salaam, Tanzania, atau melalui Mozambique. Namun, kedua alternatif ini dipandang tidak menguntungkan karena belum lengkapnya sarana di pelabuhan tersebut. Sekiranya Afrika Selatan meluaskan peraturan tersebut, akibatnya juga akan terasa bagi Mozambique (60 persen impornya diturunkan di pelabuhan Afrika Selatan) Zaire (75 persen barang impor makanan, minyak bumi, dan barang kimia), serta Botswana (100 persen impor BBM-nya) dan Leshoto, yang menggantungkan 95 persen barang impornya kepada pelabuhan di Afrika Selatan. Namun, ada dugaan, Pretoria tidak akan memberlakukan peraturan ini secara ketat. Karena sebagian besar pemasukan negara berasal dari sektor perdagangan transito ini. Menurut Menteri Keuangan Zimbabwe Bernard Chidzero, setiap tahun Afrika Selatan mengutip 165 juta dolar Zimbabwe (sekitar Rp 125 milyar) dari lalu lintas perdagangan transito kedua negara itu. Kebalikannya, Zimbabwe hanya mendapat 23 juta dolar. Sikap Perdana Menteri Botha ini tampaknya sebagai jawaban terhadap keputusan KTT Terbatas Persemakmuran di London pekan lalu. Kendati dihalangi oleh Inggris, KTT tersebut akhirnya sepakat memboikot Afrika Selatan. Antara lain dengan menghentikan hubungan udara dan membatasi impor produk-produk pertanian, baja, besi, dan batu bara. INGGRIS cuma melarang penjualan mata uang emas Afrika Selatan sebagai bagian dari "solidaritas di antara sesama negara Persemakmuran". Perdana Menteri Margaret Thatcher telah berkali-kali menyatakan tidak ingin mengikuti garis keras yang telah disepakati pada pertemuan negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa, dua bulan lalu. Sikap Inggris ini agaknya akan mendapat kecaman keras pada KTT Persemakmuran, yang sedianya akan dihadiri oleh semua negara anggotanya di New Delhi, September mendatang. Dalam pada itu, di dalam negeri, Botha tidak mengurangi kekangannya terhadap aksi-aksi antiapartheid. Jumat pekan lalu, polisi menahan Nyonya Winnie Mandela dan rombongannya ketika mengunjungi sebuah sekolah di Soweto, kawasan yang dihuni kaum hitam. Saat itu, Winnie bermaksud memperlihatkan kepada Nyonya Helen Suzman, kulit putih anggota partai oposisi Partai Federal Progresif, bahwa banyak pelajar kulit hitam belajar di bawah todongan senjata. Setelah Botha memberlakukan keadaan darurat, banyak pelajar kulit hitam memboikot sekolah-sekolah mereka. Unjuk rasa ini rupanya sudah menjadi bagian perjuangan kaum kulit hitam menuntut hak-hak mereka di sana. Agaknya bukan tidak mustahil satu masa nanti aksi unjuk rasa ini akan beralih menjadi aksi angkat senjata masal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus