PUKUL 6 lewat, di stasiun kereta api Helmstadt, Jerman Barat. Beberapa polisi perbatasan Jerman Barat (BGS) sedang mengawasi kereta ekspres Warsawa-Paris yang masuk, ketika empat pemuda bertampang Arab yang dikawal seorang petugas BGS mendekat. "Kami meminta suaka politik," ujar seorang di antaranya. Buat petugas BGS di Helmstadt, permintaan semacam itu -- umumnya dari orang berkulit cokelat atau hitam -- bukan hal yang aneh lagi. "Hari ini saja kami telah menerima 28 orang pencari suaka. Malah pernah di suatu akhir minggu jumlahnya sampai 450 orang," tutur Letkol Goenther Nehring komandan BGS di Helmstadt. Helmstadt, yang berpenduduk 27 ribu, dan berbatasan dengan Jerman Timur, merupakan kota tujuan, para pencari suaka dari negara-negara Dunia Ketiga -- di samping Berlin Barat -- yang menggunakan Jerman Timur sebagai batu loncatan. Selama setengah tahun 1986 ini, tercatat ada 42.268 pengungsi yang masuk ke Jerman Barat. Diduga jumlahnya akan mencapai sekitar 100 ribu pada akhir tahun ini. Hampir semua pencari suaka ini bermotifkan ekonomi ketimbang politik dan umumnya datang dari Bangladesh, Ghana, India Iran, Turki, Libanon, dan Palestina. Jumlah mereka cenderung naik dari tahun ke tahun. Kebanyakan mereka masuk lewat Berlin Timur, lalu menyeberang ke Berlin Barat atau naik kereta api ke Helmstadt. Akibatnya, pemerintah Jerman Barat kewalahan. Keamanan makin rawan, karena penduduk setempat umumnya menolak kedatangan para pendatang itu. Selama bulan Juli lalu terjadi sejumlah bentrokan antara penduduk dan pengungsi, dan sejumlah tenda penampungan dibakar. Bekerapa orang luka-luka. Kini 2 juta imigran dari Dunia Ketiga bermukim di Jerman Barat. Dengan angka pengangguran 9,6 persen, dan prospek ekonomi yang sulit, bisa dimengerti bila bentrokan sosial dan rasial gampang terjadi antara penduduk asli dan pendatang. Makin banyak penduduk yang menekan pemerintah agar menyetop aliran pengungsi ini -- kalau perlu dengan mengubah konstitusi. Jerman Barat menjadi tujuan para pengungsi karena kemudahan yang ditawarkan konstitusinya. Pasal 16 UUD menyebutkan "mereka yang tersiksa karena alasan politik berhak memperoleh suaka". Peluang ini dimanfaatkan banyak orang. "Sekali mereka menyebutkan kata 'suaka', kami harus menerimanya, tanpa peduli itu bisa dipercayai atau tidak," kata Letkol Nehring. Bonn menuduh Jerman Timur berada di balik menderasnya arus pengungsi ini, karena mengampanyekan hal kemudahan menyeberang ke Jerman Barat ini di beberapa negara Dunia Ketiga. "Ini sangat bertentangan dengan janji mereka untuk menumbuhkan hubungan bertetangga baik," kata Mendagri Jerman Barat Heinrich Windelen Senin lalu. Penolakan Jerman Timur untuk menghentikan arus ini, ancam Windelen, "membahayakan hubungan kedua negara." Pernyataan Windelen ini merupakan peringatan keras pertama yang dikeluarkan pihak Jerman Barat pada Jerman Timur. PIHAK Barat menduga, tujuan Jerman Timur mendorong arus pengungsi ini sebagai alasan untuk mengubah status khusus Berlin. Selama ini Berlin Barat sangat terbuka. Dengan memojokkan Jerman Barat, tampaknya Jerman Timur berharap agar Jerman Barat memperketat perbatasannya dan kemudian garis pemisah Berlin Barat dan Timur bisa menjadi perbatasan internasional. Jerman Timur diduga juga ingin memaksa Jerman Barat berunding dengan mereka, dan bukan dengan pihak Soviet. Menlu Jerman Barat, Hans Dietrich, telah meminta bantuan negara-negara Sekutu untuk memecahkan masalah ini. Kamis pekan lalu, pemerintah Prancis secara resmi mengajukan keluhan pada Moskow. Inggris juga telah membicarakan hal serupa ketika Menlu, Soviet, Shevardnadze, berkunjung ke London bulan silam. Sejumlah politisi sayap kanan Jerman Barat mengusulkan agar pemerintahnya memberikan sanksi, menghentikan bantuan ekonomi misalnya, jika Jerman Timur tak mengubah sikapnya. Selain itu, Bonn kini menggalakkan kampanye penerangan di beberapa negara untuk melawan propaganda Jerman Timur. Iran menjadi sasaran utama, sebab dari 10 ribuan pengungsi yang masuk Jerman Barat Juli lalu, 2.339 orang berasal dari negara itu. Meski mengumbar pengungsi masuk ke Jerman Barat lewat negaranya, Jerman Timur sendiri tak mengizinkan warganya hijrah ke Barat. Tembok Berlin didirikan untuk membendung pelarian ini. Tercatat 74 orang mati tertembak, sejak 1961, ketika mencoba minggat melewati tembok ini. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini