Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Donald Trump menjadi korban penembakan saat berkampanye di Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Ahad pagi waktu Indonesia, 14 Juli 2024.
Pengamat yakin Partai Republik akan memanfaatkan insiden penembakan Trump untuk mendulang suara dalam pemilu AS pada November mendatang.
Serangan terhadap calon presiden dianggap sebagai kelemahan intelijen di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden.
PADA Sabtu petang, 13 Juli 2024, Donald Trump mengenakan setelan kebanggaannya: jas biru dongker, kemeja putih, dan topi baseball merah bertulisan "Make America Great Again". Presiden Amerika Serikat periode 2017-2021 yang kembali mencalonkan diri itu sedang berkampanye di Butler, Pennsylvania, saat menjadi korban penembakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trump, 78 tahun, sedang berbicara mengenai migrasi ilegal dan perbatasan ketika suara letupan terdengar pada pukul 17.37 waktu setempat atau Ahad pagi waktu Indonesia barat. Trump menoleh ke kanan, memegang telinga kanan, lalu menjatuhkan diri ke belakang podium. Enam petugas Secret Service, pasukan pengawal presiden dan orang-orang penting Amerika, langsung menghampirinya dan membentuk perisai manusia. Suasana kian tegang saat terdengar letupan kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama 25 detik, Trump diarahkan untuk tetap merunduk hingga terdengar seseorang berteriak, "Penembaknya jatuh." Trump bangkit, mengepalkan tinju, dan berteriak, "Fight!" Darah terlihat mengalir di pipi kanannya. Pendukungnya menyambut dengan pekik, "USA, USA...." Insiden ini terjadi kurang dari empat bulan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat atau Pemilu AS pada 5 November mendatang.
Masih pada hari yang sama, Trump angkat bicara melalui media sosial Truth Social, "Saya tertembak dengan peluru yang menembus bagian atas telinga kanan," kata calon presiden dari Partai Republik itu. Trump menjelaskan bahwa dia langsung sadar ada yang salah ketika mendengar suara tembakan dan merasakan peluru menembus kulitnya.
Penembak jitu berdiri di atap gedung dekat mimbar kandidat presiden dari Partai Republik dan kampanye mantan Presiden AS Donald Trump ditembak di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, 13 Juli 2024. Glen Van Tryfle/TMX/via REUTERS
Bukan hanya Trump yang menjadi korban. Seorang peserta rapat umum Partai Republik tewas, sementara dua orang lainnya mengalami luka parah. Semuanya laki-laki. "Penembaknya juga tewas," kata Anthony Guglielmi, kepala komunikasi Secret Service, seperti dikutip dari CNN International, Ahad, 14 Juli 2024.
Dilansir dari CBC, Steven Cheung, juru bicara tim kampanye Trump, menyampaikan mantan presiden tersebut dalam keadaan baik. Trump keluar dari Rumah Sakit Butler Memorial di Pennsylvania pada Sabtu malam waktu Amerika, lalu terbang ke New Jersey.
Mengutip pejabat Gedung Putih, Reuters melaporkan bahwa Presiden Joe Biden menelepon Trump setelah insiden penembakan itu. Biden juga berkomunikasi dengan Gubernur Pennsylvania Josh Shapiro dan Wali Kota Butler Bob Dandoy. "Saya bersyukur dia selamat dan baik-baik saja," ujar Biden dalam pidatonya. "Tidak ada tempat di Amerika untuk kekerasan seperti ini."
Biro Investigasi Federal (FBI), seperti ditulis Reuters, mengidentifikasi pelaku upaya pembunuhan Trump sebagai Thomas Matthew Crooks, pemuda 20 tahun dari Bethel Park, Pennsylvania. Crooks disebut sebagai pemilih Partai Republik berdasarkan catatan pemilih negara bagian.
The New York Times mengkonfirmasi Crooks telah menyumbangkan dana US$ 15 atau sekitar Rp 241 ribu kepada Progressive Turnout Project pada 20 Januari 2021 melalui platform donasi Demokrat ActBlue. Progressive Turnout Project dikenal sebagai kelompok partisipasi pemilih liberal dan penyerahan sumbangan ini dilakukan pada hari pelantikan Biden sebagai Presiden AS, yang merupakan lawan politik Trump dalam pemilihan presiden 2020. FBI dan Secret Service masih mencari latar belakang dan motivasi pelaku serangan.
Penegak hukum Departemen Kepolisian Kabupaten Allegheny menjaga rumah Thomas Matthew Crooks berusia 20 tahun, yang disebut oleh FBI sebagai yang terlibat dalam percobaan pembunuhan calon presiden dari Partai Republik dan mantan Presiden AS Donald Trump, di Bethel Park, Pennsylvania, Amerika Serikat, 14 Juli 2024. REUTERS/Aaron Josefczyk
Sumber dari CBS News mengatakan pelaku menggunakan senjata rifle tipe AR. Dia menembak di luar area kampanye, dari sebuah bangunan tinggi yang diyakini sebagai gudang. Pelaku ditembak mati oleh penembak runduk Secret Service.
Sejarah mencatat empat Presiden AS dibunuh saat menjabat, yaitu Presiden Abraham Lincoln yang ditembak pada 14 April 1865, James A. Garfield yang ditembak oleh Charles J. Guiteau pada 2 Juli 1881, William McKinley yang ditembak pada 6 September 1901, dan John F. Kennedy yang dibunuh pada 22 November 1963.
Upaya pembunuhan presiden atau calon presiden di Amerika juga berulang kali terjadi. Di antaranya penembakan Presiden Ronald Reagan pada 30 Maret 1981. Insiden yang menimpa Trump kembali memperkuat kekhawatiran akan peningkatan kekerasan politik menjelang pemilihan presiden.
Bagaimana penembakan mempengaruhi elektabilitas Donald Trump? Saat ini, Trump masih unggul atas Joe Biden. Survei Pew Research Center pada Kamis, 11 Juli 2024, menunjukkan Trump memperoleh dukungan 44 persen dari pemilih terdaftar, sementara Biden 40 persen. Elektabilitas Biden pernah anjlok karena kinerja yang kurang memuaskan dalam debat pada 27 Juni 2024. Sementara itu, 15 persen responden menyatakan dukungan terhadap kandidat pihak ketiga, Robert F. Kennedy Jr.
Guru besar ilmu hubungan internasional Universitas Pertahanan Indonesia, Anak Agung Banyu Perwita, mengatakan Trump dapat meningkatkan elektabilitasnya dengan narasi sebagai calon presiden yang menjadi korban. Strategi ini berfungsi ganda. "Dia bisa sekaligus menunjukkan bahwa tingkat keamanan di Amerika rendah di bawah kepemimpinan Biden," ujar Banyu kepada Tempo. Meski menguntungkan Trump, dia menyebutkan terlalu dini menyimpulkan penembakan itu hasil rekayasa. Sebab, ada korban jiwa dan pelaku ikut tewas.
Penembakan Trump juga mencuatkan kembali polemik kepemilikan senjata api di Amerika. Amendemen Kedua Konstitusi AS menjamin hak bagi setiap warga negara memiliki senjata api. Namun kian maraknya penembakan massal membuat Presiden Biden mengajukan pembatasan kepemilikan senjata api. Seperti dilansir dari Reuters pada Februari 2024, Trump berjanji akan membatalkan semua pembatasan tersebut jika dia terpilih kembali.
Banyu mengatakan regulasi kepemilikan senjata di Amerika sangat bergantung pada hukum di setiap negara bagian. Poin krusialnya, dia melanjutkan, bukan tentang kepemilikan, melainkan penggunaan senjata api, terutama soal penembakan massal di sekolah dan tempat umum. "Lobi-lobi dari kelompok pemilik senjata api memang sangat keras. Bahkan, di beberapa negara bagian, mereka sudah siap berperang melawan kriminal dan sebagainya," ucapnya.
Menurut Banyu, sulit mengaitkan penembakan Trump dan isu kepemilikan senjata api. Dia yakin kubu Trump bakal mengeksploitasi kegagalan pemerintahan Biden dalam mengelola keamanan publik. "Lebih banyak kepada sisi intelijen," ujarnya.
Insiden tersebut sejalan dengan isu lain yang dianggap sebagai titik lemah Joe Biden, seperti lonjakan jumlah imigran gelap dari perbatasan Meksiko dalam beberapa bulan terakhir. "Jadi, dengan penembakan ini, kans Donald Trump memenangi pemilu Amerika Serikat menjadi makin besar,” kata Banyu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo