INVASI militer ke Panama kali ini merupakan penyerbuan paling baru yang dilakukan AS dalam sejarah. Sejak 1823 hingga kini, sudah 15 kali AS melakukan intervensi ke kawasan Amerika Latin. Antara lain, ketika seorang petualang AS bernama William Walker masuk Nikaragua dan menobatkan dirinya sebagai diktator pada 1855. Tapi kemudian ia ditangkap dan diusir ke Inggris, dikirim lagi ke Honduras sebelum akhirnya dihukum mati di sana. Sejak itu, militer AS mulai melakukan aksinya ke beberapa negara lain seperti Honduras, Nikaragua, Guatemala, El Salvador bahkan sampai ke Kuba. Di samping masalah politik, masalah ekonomi juga mendorong AS untuk melakukan intervensi militernya. Seperti yang terjadi di Honduras pada 1912. Pihak militer AS sampai menjarah kawasan itu dalam tiga kesempatan, untuk melindungi kepentingan bisnis AS, seperti usaha perkebunan nanas milik United Fruit Co. Lagi-lagi pemerintahan Presiden Eisenhower, melalui CIA, memberi dukungan pada pemberontak Guatemala yang mengusir Presiden Jacobo Arbenz Guma. Gara-garanya juga sepele: pemimpin pemerintahan kiri ini mencoba mengambil alih sepertiga perkebunan milik orang AS yang luasnya 332 ha. Dalam invasi ke Panama kali ini, Pemerintah AS bersandar pada tiga dasar hukum internasional. Yakni, artikel 51 Piagam PBB, yang memberi hak bagi sebuah negara bertindak untuk membela diri. Kedua, Piagam Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) artikel 21, yang melarang sebuah negara menggunakan kekuatan kecuali untuk membela diri. Terakhir Perjanjian Panama yang ditandatangani Presiden AS Jimmy Carter dan pemimpin Panama waktu itu, Jenderal Omar Torrijos Herrera, Oktober 1977. Di situ disebutkan bahwa masing-masing akan mempertahankan Terusan Panama yang netral terhadap ancaman dari luar. Konsekuensinya, kedua negara punya hak untuk bertindak bila terjadi agresi secara langsung. Toh itu tetap mengundang protes -- bukan cuma dari dunia, tapi dari AS sendiri. Don Edwards, dari Partai Demokrat, melihat kelemahan Perjanjian Panama disalahgunakan Presiden Bush. Menurut Edwards, selama ini tak ada hal-hal gawat yang mengganggu keamanan nasional Panama maupun Terusan itu sendiri. Edwards juga menyayangkan itervensi militer kali ini erat kaitannya dengan Perjanjian Panama yang diperbarui 1979. Dalam perjanjian yang baru itu, AS diberi hak untuk mengelola terusan itu hingga tahun 2000, dan diperbolehkan melibatkan kekuatan militer. Suara senada juga diutarakan Oscar Schachter. Profesor hukum internasional dari Columbia University ini menganggap bahwa intervensi kali ini berdasarkan pada asumsi hukum yang samar-samar. Opera ini, "lebih didorong oleh keinginan untuk menyingkirkan Noriega," kata Schachter. Pendapatnya itu didukung oleh koleganya Barry E. Carter. Ahli hukum dari Georgetown Uriversity itu malah melihat bahwa tindakan Bush ini untuk meneruskan "Doktrin Reagan" semata. Padahal, doktrin itu bisa elastis. "Jika Anda boleh menggunakan kekuatan militer, maka negara lain akan berbuat serupa," tutur Carter. Belum lagi bila dipertanyakan: apakah pengadilan AS berwenang menangkap seorang kepala negara seperti Antonio Noriega karena terlibat kejahatan narkotik? Agaknya sulit dijawab, mengingat selama ini belum ada UU yang mengatur hal itu. Karena itu, ada pendapat yang ingin melibatkan badan internasional seperti PBB untuk kasus ini. Noriega sendiri tentu mampu berkelit menghadapi tuduhan terlibat perdagangan obat bius. Kata Neal Sonnet, seorang pengacara Miami yang mewakili Noriega, tidak mudah membuktikan tuduhan itu. Soalnya, selain harus memiliki bukti cukup kuat dan menghadapkan saksi-saksi penting yang terdiri atas sejumlah orang yang sudah dihukum, "mungkinkah Noriega mendapat perlakuan yang adil dari pengadilan AS yang mungkin dipengaruhi suasana politik dewasa ini?" tanya Sonnet. Para pembela Noriega punya beberapa senjata penangkal yang cukup ampuh. Bila Noriega dihadapkan ke meja hijau, para pengacaranya punya hak untuk meminta CIA menyerahkan dokumen-dokumen penting yang dianggap menyangkut Noriega. Bila permintaan itu tak dipenuhi, hakim pun dapat memutuskan untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan. Hal ini sesuai dengan UU Classified Information Procedures Act yang dikeluarkan Kongres AS pada 1980. Upaya pihak pembela yang biasa disebut dengan Greymail itu besar kemungkinan akan terjadi pada diri Jenderal Noriega. Tapi, William Weld, seorang ahli hukum Boston yang pernah menjadi asisten Jaksa Leon Kellner, mengatakan hal itu tak akan terjadi, "Soalnya CIA waktu itu tak menghalangi penelusuran dokumen penting sebagai bukti di pengadilan." Belum jelas, apa kini upaya para pembela Noriega setelah sang bos Jumat malam lalu tertangkap. Didi P. (Jakarta), Yusril & GM (AS)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini