Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tiga Suara Eropa untuk Palestina

Spanyol, Irlandia, Norwegia mengakui kedaulatan Palestina. Perdamaian Israel-Palestina cuma bisa dicapai via Solusi Dua Negara.

31 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga Palestina di Jalur Gaza utara, 30 Mei 2024. REUTERS/Mahmoud Issa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Spanyol, Irlandia, dan Norwegia mengakui kedaulatan Palestina.

  • Ketiga negara Uni Eropa itu yakin berdirinya negara Palestina merupakan jalan untuk menciptakan perdamaian antara Palestina dan Israel, yang dikenal dengan Solusi Dua Negara.

  • Suara Spanyol, Irlandia, dan Norwegia dianggap bisa memantik dukungan negara Barat lainnya.

Selasa pagi, 28 Mei 2024, mengenakan setelan jas biru tua, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez keluar dari pintu kediamannya di La Moncloa, Madrid. Tanpa pendamping, dia langsung menempati podium dan mengumumkan pengakuan Spanyol atas negara Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Palestina harus berdiri sendiri dengan Tepi Barat dan Gaza yang terhubung oleh sebuah koridor dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota," ujarnya, seperti dikutip Euro News. Pengaturan itu, dia melanjutkan, harus disatukan di bawah pemerintahan yang sah negara Palestina. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari yang sama, Perdana Menteri Irlandia Simon Harris dan Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Støre mengumandangkan sikap serupa. Pernyataan tiga anggota Uni Eropa itu menambah panjang daftar negara yang mengakui kedaulatan Palestina, yang jumlahnya 146 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Madrid, Spanyol, 28 Mei 2024. REUTERS/Susana Vera

Dampak Pengakuan Kedaulatan bagi Perdamaian di Palestina

Pengakuan kedaulatan Palestina oleh Spanyol, Irlandia, dan Norwegia mungkin tidak memiliki dampak secara langsung untuk menyudahi genosida di Gaza. Namun, seperti disampaikan Pedro Sanchez, pernyataan tersebut merupakan langkah politik yang bisa menjadi solusi untuk mencapai perdamaian di Palestina. "Yaitu tegaknya negara Palestina yang hidup berdampingan dengan Israel secara aman dan damai," ujarnya. Pendekatan itu dikenal dengan Solusi Dua Negara. Sanchez berharap negara Eropa lainnya bisa mengambil sikap yang sama.

Dalam laporannya di The Guardian, jurnalis senior, Peter Beaumont, menuliskan bahwa makin banyaknya pengakuan kedaulatan Palestina oleh negara lain menunjukkan kian terkikisnya pengaruh Amerika Serikat dalam proses perdamaian Palestina-Israel. Amerika merupakan sekutu utama Israel sejak membentuk negara Yahudi di wilayah Palestina pada 14 Mei 1948. Amerika pulalah yang paling banyak memasok persenjataan serta dukungan finansial ke Israel. 

Seperti dikutip dari The Guardian, rekognisi ini juga dinilai sebagai langkah untuk mengamankan keterlibatan Arab Saudi dalam mendukung Palestina, sekaligus membuat Israel terisolasi secara diplomatis. 

Hubungan Israel dan Uni Eropa dinilai menurun setelah negara Zionis itu membumihanguskan Gaza dan membunuh 36 ribu warganya. Genosida itu berlangsung sejak tujuh bulan lalu sebagai balasan atas serangan Hamas—gerakan pembebasan Palestina di Gaza—pada 7 Oktober 2023.

Atas dugaan kejahatan perang itu, Mahkamah Internasional meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, serta tiga pemimpin tertinggi Hamas.

Uni Eropa merupakan satu mitra dagang utama yang menyumbang sepertiga volume perdagangan luar negeri Israel. Maka, kehadiran Spanyol, Irlandia, dan Norwegia dalam daftar negara yang mengakui kedaulatan Palestina bisa memberi tekanan bagi negara besar di Uni Eropa, seperti Prancis dan Jerman.

Reuters menuliskan pengakuan kedaulatan ini secara tidak langsung juga memberi tekanan soal konflik Timur Tengah dalam pemilu parlemen Eropa pada 6-9 Juni mendatang. Sebelumnya, ada tujuh dari 27 negara Uni Eropa yang mengenal negara Palestina. Namun tidak ada negara besar kecuali Swedia. 

Secara politik, pengakuan Spanyol, Irlandia, dan Norwegia akan berimbas pada hubungan diplomatik negara. Reuters mengabarkan bahwa Irlandia akan segera menunjuk duta besar untuk Palestina serta membangun kantor kedutaan di Ramallah. "Saya kembali menyerukan kepada Perdana Menteri Netanyahu untuk mendengarkan dunia dan menghentikan bencana kemanusiaan yang sedang kita saksikan di Gaza," ujar Perdana Menteri Simon Harris pada Selasa, 28 Mei lalu.

Warga Palestina meratapi keluarga yang tewas akibat serangan Israel di Rafah, Jalur Gaza, 30 Mei 2024. REUTERS/Hatem Khaled

Titik Balik Dukungan Negara Barat 

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, mengatakan pengakuan kedaulatan oleh Spanyol, Irlandia, dan Norwegia bisa menjadi titik balik dukungan negara-negara Barat bagi Palestina. "Karena selama ini Eropa Barat banyak berpihak ke Israel," katanya.  

Angin segar yang mengarah pada perdamaian di Palestina ini tidak muncul secara tiba-tiba. Norwegia ikut berkontribusi dalam Perjanjian Oslo 1993. Sedangkan Spanyol menggodok keputusan itu sejak beberapa bulan lalu. Pedro Sanchez mengatakan telah berkeliling ke negara Eropa dan Timur Tengah, termasuk Oslo dan Dublin, untuk menggalang dukungan bagi Palestina. Adapun Irlandia menyerukan pendirian negara Palestina sejak 1980. Mereka juga pernah menentang pendirian Kedutaan Besar Israel di Dublin pada 1993.

Malta dan Slovenia disebut akan menyusul Spanyol, Irlandia, dan Norwegia untuk mengakui kedaulatan Palestina. Reuters melaporkan perwakilan kelima negara tersebut bertemu di sela pertemuan Dewan Eropa di Brussels pada Jumat, 22 Maret lalu.

Israel mengecam kebijakan Spanyol, Irlandia, dan Norwegia. Tel Aviv menarik duta besar mereka dari Madrid, Dublin, dan Oslo. Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan pengakuan kedaulatan itu melemahkan hak Israel untuk mempertahankan diri dan mengembalikan 128 sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza. "Israel tidak akan tinggal diam. Kami bertekad  mencapai tujuan kami," ujarnya, dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, upaya perdamaian dilakukan oleh PBB dengan mengupayakan Palestina masuk menjadi anggota. Palestina saat ini merupakan negara pengamat nonanggota—pengakuan de facto oleh Majelis Umum PBB pada 2012. Dalam pertemuan terbaru pada 10 Mei lalu, majelis merekomendasikan kembali agar Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan ulang keanggotaan Palestina. 

Menurut Sigit, dukungan mayoritas anggota PBB akan sangat menguntungkan Palestina, meski ada kemungkinan penggunaan veto oleh Amerika Serikat. Veto merupakan hak istimewa yang dimiliki lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang bisa membatalkan suatu keputusan. Bedanya, saat ini, Amerika Serikat menghadapi tekanan yang lebih besar setelah pengakuan kedaulatan Palestina oleh Spanyol, Irlandia, dan Norwegia. "Tidak hanya tekanan internasional, di dalam negeri pun AS mendapat tekanan karena sebagian warganya mendukung Palestina," tutur Sigit.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus