Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Mengapa Warga Aceh Menolak Pengungsi Rohingya

Setelah terusir dari Myanmar, pengungsi Rohingya juga ditolak di Aceh. Ujaran kebencian membanjiri akun media sosial UNHCR.

17 Desember 2023 | 00.00 WIB

Puluhan Rohingnya di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Idi, Kabupaten
Aceh Timur, 14 Desember 2023.  Polres Aceh Timur
Perbesar
Puluhan Rohingnya di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur, 14 Desember 2023. Polres Aceh Timur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG dua lantai itu terlihat kumuh pada hari itu, Kamis, 14 Desember 2023. Atapnya bocor dan catnya mulai memudar, dari warna putih mulai menguning. Gedung bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe di Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Aceh, itu sekarang menjadi tempat penampungan sejumlah pengungsi Rohingya asal Myanmar yang mendarat di Aceh. Lambang Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) terpajang di beberapa sudut.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Dimas dari Lhokseumawe berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terusir Berkali-kali"

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus