Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para relawan yang berjuang menemukan para penyintas yang kian sedikit di kota Antakya, Sabtu, 11 Februari 2023, mengatakan masalah penjarahan dan kebersihan menambah berat pekerjaan mereka dalam misi penyelamatna korban gempa Turki. .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang penduduk, yang sedang mencari koleganya yang terkubur di bawah gedung runtuh, mengatakan ia menyaksikan penjarahan di hari pertama setelah gempa terjadi, Senin, sebelum meninggalkan kota menuju sebuah desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Orang-orang menghancurkan jendela toko-toko dan mobil-mobil,” kata Mehmet Bok, 26 tahun, yang kini kembali ke Antakya dan sedang mencari rekan kerjanya di bawah reruntuhan.
Organisasi bantuan Jerman menangguhkan operasi penyelamatan di wilayah terdampak gempa itu, Sabtu, menyebutkan tentang masalah keamanan dan laporan tentang bentrokan antarkelompok dan tembakan senjata.
Anggota penyelamat lain, Gizem dari provinsi tenggara, Sanliurfa, mengatakan ia juga melihat penjarahan di hari keempat berada di Antakya.
“Kami tidak bisa ikut campur karena sebagian besar penjarah membawa pisau. Mereka menangkap seorang penjarah hari ini, orang mengejarnya,” katanya di kota di mana ada kehadiran banyak polisi dan militer yang mengarahkan lalu lintas, membantu para petugas penyelamat dan membagikan makanan.
Otoritas Turki tidak berkomentar tentang kerusuhan apa pun, tetapi Presiden Tayyip Erdogan, Sabtu, mengatakan pemerintah akan menindak keras para penjarah dan pelaku kejahatan lain. Janji Erdogan terbukti. Otoritas Turki dikabarkan telah menahan 48 tersangka penjarah. Para tersangka ini ditahan di delapan provinsi berbeda sebagai bagian investigasi penjarahan setelah gempa bermagnitudo 7,8 mengguncang wilayah ini, Senin, kata kantor berita Anadolu.
Gizem menggambarkan Antakya sebagai sebuah tempat kematian dan kehancuran ketika ia tiba. "Kami tidak dapat menahan air mata,” katanya ketika sirene ambulans bergema dari kejauhan.
“Jika orang-orang tidak mati di sini di bawah reruntuhan, mereka akan mati karena luka. Jika tidak, mereka akan mati karena infeksi. Tidak ada toilet di sini. Sebuah masalah besar,” katanya, sambil menambahkan mereka tidak punya cukup kantong untuk membungkus jenazah. “Mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan, hanya ditutup selimut.”
Penduduk kota mengenakan masker untuk menutup aroma kematian.
Yang lain menyuarakan keprihatinan akan kebersihan, terutama jumlah toilet yang tidak memadai. Ada antrean panjang di toilet-toilet sementara tetapi banyak orang mengatakan mereka hanya mencari tempat tersembunyi, yang menyebabkan keluhan tentang bau busuk.
“Saya rasa saat ini yang paling kami butuhkan adalah produk-produk kebersihan. Kami memiliki masalah toilet. Saya takut penyakit akan menyebar,” kata seorang pria, yang menolak memberikan namanya dan yang berangkat dari Antalya untuk membantu operasi pencarian.
HIngga berita ini diturunkan, jumlah kematian akibat gempa yang telah tercatat di Turki dan Suriah setidaknya 28.000.
REUTERS
Pilihan Berita: 67 WNI Ditangkap di Malaysia, Tinggal di Pemukiman Ilegal