Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang Berlanjut di Capitol Hill

Demokrat diakali. Kubu Republik menjegal upaya merecoki rencana Presiden Bush mengirim tambahan ribuan pasukan ke Irak.

12 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di depan gerbang Fort Lewis, Negara Bagian Washington, puluhan aktivis antiperang, termasuk aktor Sean Penn, Dennis Kyne, dan beberapa veteran Perang Teluk, menggelar demonstrasi, Senin pekan lalu. Mereka memberikan dukungan kepada Letnan Satu Ehren Watada, 28 tahun, yang diseret ke pengadilan militer dengan ancaman empat tahun penjara karena menolak dikirim ke kancah perang Irak.

Sebaliknya keadaan di ibu kota Washington, DC, ketika senator Republik John Warner dan senator Demokrat Carl Levin mengajukan resolusi antiperang di Capitol Hill. Resolusi yang secara implisit menentang keputusan Presiden George W. Bush mengirim 12.500 pasukan tambahan ke Irak.

Hari itu, dua senator itu gigit jari. Hanya 49 dari 100 anggota Senat yang mendukung resolusi itu, dan 47 suara menolak. Sebanyak 47 senator Demokrat dan 2 senator Republik mendukung resolusi, sedangkan 45 senator Republik dan 1 senator independen menentang. Kubu Demokrat butuh 60 suara agar Senat mengagendakan perdebatan tentang resolusi itu.

Tak ada sorak-sorai yang menandakan kemenangan kubu Presiden Bush itu. Tapi semua tahu, pendukung perang tak terkalahkan. ”Semua pihak punya hak didengarkan dalam debat, dan kami mendukung Senator McConnell (pemimpin kubu Republik di Senat) dan hak kubu Republik menawarkan amendemen yang ingin mereka ajukan,” ujar juru bicara Gedung Putih Dana Perino. Sedangkan Menteri Pertahanan Robert Gates buru-buru mendinginkan situasi dengan menyatakan pasukan Amerika dapat mulai meninggalkan Irak sebelum akhir tahun ini, jika mampu menundukkan kekerasan dan rekonsiliasi politik tercapai.

Sungguh, persyaratan yang semakin sulit dicapai saat-saat ini. Itu pula sebabnya Senator Warner dan Levin kemudian meminta Senat memasukkan usul mereka agar tanggung jawab 138 ribu pasukan Amerika dialihkan ke pemerintah Irak.

Gedung Putih memang mulai menyangsikan kemampuan pemerintah Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki, mengatasi menggilanya konflik sektarian. Kelompok Syiah dan Sunni kini semakin berlomba menjadi malaikat pencabut nyawa di Irak. Apa boleh buat, konflik sektarian menyeret Amerika semakin dalam ke rawa-rawa perang Irak. Satu helikopter militer milik Marinir Amerika CH-46 jatuh di Bagdad, menewaskan tujuh personel militer di dalamnya, Rabu pekan lalu. Satu kelompok Sunni mengaku menembak helikopter itu.

Inilah helikopter Amerika kelima yang jatuh ke bumi Irak selama tiga pekan belakangan. Daftar korban pasukan Amerika semakin panjang. Kantor berita Associated Press, Selasa pekan lalu, mencatat 3.102 personel militer Amerika tewas sejak Bush mengirim pasukan menyerbu Irak pada 2003. ”Kalau tidak sekarang, apakah kita harus menanti lebih banyak lagi pasukan tewas sebelum kita menentang rencana Presiden,” ujar senator Demokrat, Ben Nelson.

Resolusi Warner-Levin sejatinya sangat lunak dan tidak mengikat, karena tidak mensyaratkan secara khusus pengurangan jumlah tertentu atau jadwal yang sudah pasti penarikan pasukan Amerika. ”Jika kubu Republik tak dapat menerima Resolusi Warner yang ringan, bagaimana mereka dapat menerima perdebatan sesungguhnya tentang perang di Irak?” ujar Senator Dick Durbin dari kubu Demokrat.

Perlahan, para politisi antiperang tersadar akan besarnya kekuatan lawan. ”Suara Partai Republik itu menunjukkan mereka mendukung Presiden melanjutkan kebijakan yang gagal di Irak,” ujar pemimpin mayoritas Demokrat di Senat, Harry Reid.

Meski dianggap ecek-ecek, Resolusi Warner-Levin merupakan resolusi antiperang pertama sejak Partai Demokrat menang dalam pemilihan sela Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat pada November tahun lalu. Demokrat meraih 51 kursi dan 49 untuk Republik di Senat. Di Dewan Perwakilan Rakyat, Demokrat berha-sil mendudukkan 229 kandidatnya, sedangkan Partai Republik hanya mengegolkan 196 kandidat.

Bagi Partai Demokrat, resolusi ini merupakan peringatan kepada Bush bahwa ia harus mengubah strategi ke arah penarikan total pasukan Amerika di Irak. ”Tuan Presiden, kami butuh satu arah baru di Irak,” kata Nancy Pelosi, tokoh Partai Demokrat kala itu. Sebelumnya Pelosi berjanji tak akan lagi menyediakan stempel karet Kongres untuk kebijakan perang Bush. Kini Pelosi lebih ”bijak” dengan mengajak Bush bekerja sama menemukan satu solusi dalam perang di Irak.

Presiden Bush pun tampak menyadari perubahan realitas politik dan bersikap akomodatif terhadap tuntutan mengubah pendekatan terhadap peran militer Amerika di Irak. Bush membuka diri menerima rekomendasi Kelompok Studi Irak yang dipimpin bekas Menteri Luar Negeri James A. Baker III. Kelompok bipartisan ini menggali kebijakan alternatif tentang Irak sebagai rekomendasi untuk pemerintah Bush. Tapi pada 10 Januari lalu Presiden Bush malah memutuskan akan mengirim 12.500 pasukan tambahan ke Irak. Kebijakan ini-lah yang memicu munculnya Resolusi Warner-Levin.

Bagi kubu Republik, resolusi yang didukung kubu Demokrat itu merupakan tamparan bagi Presiden Bush serta melukai pasukan Amerika. Resolusi itu juga dianggap sebagai pesan terbelahnya Amerika dalam hal Irak bagi sekutu dan musuh Amerika, dan menggerogoti prospek keberhasilan misi Amerika di Irak. ”Konsekuensi kegagalan besar sekali. Saya kira akan mengguncang seluruh Timur Tengah, membangkitkan Iran, dan di atas semuanya sangat jelas teroris akan membuntuti hingga ke rumah kita,” ujar senator Republik, John Boehner.

Toh posisi minoritas di Senat tak membuat kubu Republik kehilangan akal. Pemimpin minoritas Republik di Senat, Mitch McConnel, mematahkan resolusi itu cukup dengan menggunakan manuver prosedural dan bermain dalam perbedaan pendapat di kalangan internal Demokrat. Di kubu Demokrat memang ada dua senator yang menentang resolusi itu karena menilai resolusi itu terlalu lunak.

Pada saat yang sama muncul resolusi tandingan yang diajukan Senator John McCain, Senator Lindsey Graham dari kubu Republik, dan senator independen Joseph Liberman. Mereka meminta Kongres menetapkan dukungan sepenuhnya yang dibutuhkan untuk menyukseskan misi di Irak dan mendu-kung keputusan Bush mengirim tambahan pasukan ke Irak. ”Debat baru saja dimulai, dan kami ingin membuat kasus yang kuat yang kami percaya dapat menyukseskan misi di Irak,” ujar McCain.

Tapi penolakan kubu Republik saat arus pendapat rakyat Amerika yang kini cenderung menentang petualangan militer di Irak, dan popularitas Bush yang terjun bebas ini bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, bisa menyelamatkan muka Bush di hadapan sekutunya yang ikut boyongan ke Irak, tapi di sisi lain kubu Republik sedang meletakkan popularitasnya di tubir jurang kekalah-an dalam pemilihan presiden pada 2008. ”Bersekutu dengan perang yang tidak populer akan sangat menyakitkan, sebagaimana yang terlihat pada hasil pemilihan 2006 (kekalahan Republik dalam pemilihan Senat dan DPR),” ujar analis politik John Pitney.

Kekalahan di Senat membuat kubu Demokrat nekat menyiapkan resolusi yang lebih bergigi. Mereka menjadikan resolusi yang berbau kompromi oleh Senator John Warner dan Carl Levin sebagai satu langkah ke depan mendesakkan gerakan yang lebih kuat. Senator Barack Obama dan Senator John Kerry, misalnya, menyiapkan resolusi tentang penarikan sepenuhnya pasukan tempur yang dipatok mulai Maret 2008. ”Saya kira ini merupakan kesempatan terbaik membawa pulang pasukan kita,” ujar Obama.

Bahkan kubu Demokrat nekat akan menjegal keinginan Presiden Bush mengirim tambahan pasukan dengan menolak penambahan anggaran untuk militer Amerika di Irak dan Afganistan sebesar US$ 700 miliar. Bush mengajukan rencana anggaran baru 2008 ke Kongres, Senin pekan lalu. Di Kongres kubu Demokrat punya amunisi lebih besar dengan 229 kursi, sedangkan Republik hanya punya 196 kursi. ”Anda (kubu Republik) dapat kabur, tapi tidak bisa bersembunyi,” ujar Reid. ”Kami akan (terus) memasalahkan Irak.”

”Perang” masih berlanjut di Capitol Hill dan di Irak.

Raihul Fadjri (NY Times, AP, CS Monitor, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus