Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perundingan Perang Rusia-Ukraina di G20 Macet

Pertemuan para menteri luar negeri anggota G20 gagal membuat pernyataan bersama tentang perang Rusia-Ukraina.

5 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menteri luar negeri anggota G20 gagal mencapai kesepakatan soal perang Rusia-Ukraina.

  • Menteri Transportasi Yunani mengundurkan diri setelah terjadinya kecelakaan kereta api maut.

  • Pemerintah Iran menyelidiki kasus keracunan yang menimpa 700 siswa perempuan.

India

Perundingan G20 Macet soal Perang Rusia-Ukraina

PERDEBATAN tentang perang Rusia-Ukraina mendominasi perundingan para menteri luar negeri anggota G20 di Delhi, India, Kamis, 2 Maret lalu. India ingin perundingan berfokus pada isu-isu dampak perang terhadap negara berkembang, tapi perbedaan pandangan yang muncul tak mungkin didamaikan. “Kami mencoba (mendamaikan), tapi kesenjangan (pandangan) di antara negara-negara terlalu besar,” kata Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar, seperti dikutip BBC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken menyebutkan, pertemuan itu telah dirusak oleh “perang yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan” oleh Rusia. Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, menuduh Barat melakukan “pemerasan dan ancaman”. Ini pertemuan pertama dua menteri tersebut sejak perang pecah setahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika perundingan menemui jalan buntu, Jaishankar akhirnya hanya mengumumkan kesimpulan pertemuan karena para peserta gagal mencapai pernyataan bersama. Pertemuan para menteri keuangan G20 bulan lalu juga gagal membuat pernyataan bersama. Konferensi tingkat tinggi yang dihadiri para kepala negara itu akan berlangsung pada 9-10 September mendatang.


Yunani

Menteri Mundur Setelah Kecelakaan Kereta Api Maut

MENTERI Infrastruktur dan Transportasi Yunani Kostas Karamanlis mengundurkan diri setelah terjadinya kecelakaan kereta api maut di Tempi. “Saya merasa adalah tugas saya (untuk mundur) dan merupakan sikap hormat yang minimal untuk mengenang orang-orang yang meninggal secara tidak adil serta bertanggung jawab atas kesalahan lama dari negara dan sistem politik Yunani,” ucap Karamanlis dalam pernyataannya seperti dikutip Greek Reporter setelah mengunjungi lokasi kecelakaan pada Rabu, 1 Maret lalu.

Sebuah kereta penumpang yang membawa lebih dari 350 orang bertabrakan dengan kereta barang di Tempi, dekat Kota Larissa, pada Selasa malam, 28 Februari lalu. Sebanyak 57 orang meninggal dan 48 lainnya masih dirawat di rumah sakit. Polisi menahan kepala stasiun Larissa dan merilis rekaman percakapan salah satu masinis kereta yang menerima perintah agar mengabaikan lampu merah.

Kecelakaan ini memicu demonstrasi di Ibu Kota Athena. Serikat pekerja kereta api juga mogok kerja. Dalam pidato di televisi, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis menyatakan bahwa kecelakaan itu terjadi terutama karena “kesalahan manusia yang tragis". Dia menyatakan pemimpin Organisasi Kereta Api Yunani (OSE), badan usaha pemerintah di bidang perkeretaapian, dan anak usahanya, Ergose, telah mengajukan permohonan pengunduran diri.



Iran

Penyelidikan Keracunan Anak Sekolah

Seseorang terbaring di rumah sakit setelah adanya keracunan gas di Iran. 2 Maret 2023/WANA/Reuters TV via REUTER

DALAM rapat kabinet pada Rabu, 1 Maret lalu, Presiden Iran Ebrahim Raisi memerintahkan Menteri Dalam Negeri Ahmad Vahidi menyelidiki kasus keracunan yang dialami siswa perempuan di beberapa kota, termasuk Teheran dan Qom. Raisi juga meminta Kementerian Kesehatan dan intelijen membantu investigasi itu.

Hampir 700 anak perempuan di berbagai sekolah mengalami keracunan gas sejak 30 November lalu. Yang terakhir, pada Selasa, 28 Februari lalu, 37 siswa mengalami keracunan di Sekolah Putri Khayyam di Pardis, dekat Ibu Kota Teheran. Gadis-gadis yang menjadi korban mengaku mencium bau seperti jeruk keprok atau ikan busuk sebelum jatuh sakit.

Tak ada yang meninggal dalam kasus ini, tapi para korban menderita gangguan pernapasan, pusing, dan kelelahan. Banyak pihak yakin bahwa ini adalah usaha untuk memaksa sekolah mereka ditutup. “Terbukti bahwa beberapa orang menginginkan semua sekolah, terutama sekolah perempuan, ditutup,” tutur Wakil Menteri Kesehatan Younes Panahi seperti dikutip Fars.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus