Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peres: bila likud tak menyikut

Shimon peres, bekas menteri pertahanan israel ditunjuk presiden herzog membentuk kabinet. banyak rintangan, dan banyak pesimistis. (ln)

11 Agustus 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBENTUKAN pemerintahan persatuan nasional Israel tampak akan menjadi beban di pundak pemimpin Partai Buruh, Shimon Peres, dalam beberapa hari mendatang. Setelah Presiden Chaim Herzog menugasi membentuk kabinet koalisi dengan Partai Likud pimpinan PM Yitzhak Shamir, pesimisme mulai terdengar di negeri itu. Demokrasi Israel kini diancam kemajemukan pandangan politik yang boleh jadi akan merupakan batu sandungan bag Peres membentuk pemerintahan. Kalaupun Peres berhasil, begitu dilaporkan pembantu TEMPO dari Yerusalem, harapan untuk menegakkan pemerintahan yang kuat baginya kecil. Peres, 62, bekas menteri pertahanan Israel, ditunjuk Presiden Herzog membentuk kabinet setelah Partai Buruh meraih 44 kursi Knesset (parlemen) lewat pemilihan umum, 23 Juli lalu. Partai Likud pimpinan Shamit, yang kini memerintah, cuma mendapat 41 kursi. Sedangkan 13 partai kecil dengan aneka sikap politik membagi-bagi 35 kursi sisa. Akibatnya, tak satu pun dari dua partai besar itu berhasil mencapai mayoritas (minimal 61 kursi) dalam parlemen yang beranggotakan 120 orang itu. Pembentukan suara mayoritas lewat koalisi yang kini dirintis Partai Buruh ini bukanlah jalan mudah. Karena itu pula Herzog menyerukan agar dibentuk pemerintahan persatuan nasional bersama Partai Likud. Tapi beberapa jam sesudah penunjukan Peres, Wakil PM David Levy (Likud) berkata lewat televisi, "Peres tak punya harapan untuk membentuk kabinet." Juru bicara Partai Likud ikut memberikan reaksi dengan mengatakan, pilihan Herzog tidak memecahkan masalah sama sekali. Tak hanya Likud yang akan merepotkan Peres. Ia mungkin juga mendapat rongrongan dari penyokongnya sendiri. Sayap kiri Partai Buruh (Mapam), yang meraih enam kursi Knesset, menyatakan menolak kabinet yang disertai orang Likud. Tapi Peres punya waktu 2I hari. Sesudah itu, dia masih dapat meminta tambahan tiga minggu lagi. Namun, jika dia gagal, Herzog dapat mengalihkan pilihan pada Shamir yang tengah menjalankan pemerintahan transisi. Shamir, yang menggantikan PM Menachem Begin beberapa bulan lalu, mengendalikan Israel dalam suatu krisis ekonomi yang serius setelah Likud memerintah tujuh tahun. Laju inflasi per tahun 400%, dan utang luar negerinya kini mencapai US$ 22 milyar. Negeri itu mengeluarkan biaya tinggi untuk Perang Libanon dan program pemukiman orang Yahudi di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Masalah ini salah satu perbedaan pandangan politik Likud dengan Partai Buruh. Berbeda dengan Shamir kandidat PM Peres menyatakan akan mengajukan rencana perdamaian baru seperti dikehendaki Persetujuan Camp David, 1978, yang diingkari oleh pemerintahan Likud. Karena itu pula, pemerintahan Presiden Reagan di Washington lebih suka melihat Israel dikendalikan Partai Buruh. Tapi dalam satu hal pandangan kedua partai besar itu agak sejalan, yakni mengenai krisis ekonomi yang dihadapi Israel dewasa ini. Penarikan 22.000 tentara Israel dari Libanon, seperti yang diinginkan Peres, tampak dapat diterima berbagai kelompok politik lainnya. Walau begitu, di kalangan orang-orang Palestina terdapat sikap masa bodoh terhadap "siaDa yangakan mengendalikan pemerintahan di Yerusalem". Dr. Hama Nadje, anggota Dewan Nasional Palestina (parlemen PLO di pengasingan), Senin ini di Tepi Barat berkata kepada TEMPO, "Peres dan Shamir sama saja. Malah pencaplokan wilayah ini terjadi dalam pemerintahan Partai Buruh, PM Golda Meir, tahun 1967." Sementara itu, di Hebron, 35 kilometer di selatan Yerusalem, Rabbin Levinger, pemimpin organisasi Yahudi ekstrem kanan, Gush Emunim, menghendaki agar Israel tak meninggalkan Tepi Barat. "Orang Arab harus pergi dari sini. Tak tahu ke mana. Mungkin yang paling baik ke Yordania," katanya. Minggu silam Peres dan Shamir sudah berunding dua kali yang dilanjutkan Senin ini. Agaknya banyak orang berharap, Peres, anak didik Ben Gurion itu, memenangkan tawar-menawar ini. Dengan dia, tampaknya jalan perdamaian di Timur Tengah akan terbuka lebih lebar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus