Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAZA - Lima roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke Israel, kemarin pagi, setelah empat warga Palestina tewas dibunuh militer Israel saat puluhan ribu warga Palestina berkumpul di perbatasan Israel untuk menandai satu tahun gerakan protes. Tak ada korban ataupun kelompok Palestina yang mengaku bertanggung jawab atas serangan roket tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mesir berupaya memediasi kedua pihak. Sementara itu, Hamas berjanji menjaga jarak aman dari pagar untuk menghindari memanasnya situasi politik selama negosiasi. Seorang pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, mengatakan kelompok itu telah menerima tanda positif dari Mesir. "Kami akan melanjutkan pawai sampai semua tujuan kami tercapai," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar 41 ribu warga Gaza sebelumnya berkumpul di perbatasan Israel untuk menandai satu tahun aksi protes Great March of Return yang dimulai pada 30 Maret 2018. Rakyat ingin mengakhiri blokade selama bertahun-tahun di Jalur Gaza.
Mereka juga menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan kembali ke tempat keluarga mereka melarikan diri atau diusir dalam perang pada 1948 yang menyertai penciptaan Israel. "Protes pada Sabtu lalu menjadi sebuah pesan penting dari ribuan orang secara damai untuk melawan agresi dan pengepungan yang diberlakukan terhadap Gaza," ujar pejabat senior Hamas, Bassem Naim.
Namun Israel menolak upaya ini dan mengatakan repatriasi itu akan mengakhiri negara Yahudi. Mereka menuduh Hamas mengatur kekerasan dalam unjuk rasa ini, tapi penggunaan peluru tajam oleh militer Israel menuai kecaman banyak pihak. Dalam unjuk rasa terakhir, empat warga Palestina tewas akibat tembakan Israel.
Kementerian Kesehatan Kota Gaza mengatakan satu korban tewas menjelang unjuk rasa utama, sementara tiga remaja berusia 17 tahun tewas dalam bentrokan pada Sabtu malam. Selain itu, 316 warga Gaza lainnya terluka.
Pada Februari, sebuah penyelidikan PBB mengatakan tentara Israel sengaja menembaki warga sipil dan itu bisa disebut sebagai kejahatan perang. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa sejak Maret hingga Desember tahun lalu, 189 warga Palestina dan 1 orang Israel tewas selama protes.
Korban tewas termasuk 35 anak-anak, 3 paramedis, dan 2 wartawan. Selama periode itu, 6.106 warga Palestina juga terluka. Sementara itu, hingga Maret, lebih dari 200 warga Palestina tewas, termasuk 50 anak-anak, seperti dilaporkan lembaga amal asal Inggris, Save the Children.
"Komisi memiliki bukti bahwa selama Great March of Return, tentara Israel melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter. Beberapa dari pelanggaran itu mungkin merupakan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus segera diselidiki oleh Israel," tutur Santiago Canton, Ketua Komisi Penyelidikan Dewan Hak Asasi Manusia.
Investigasi PBB menemukan bahwa penembak jitu Israel dengan sengaja menembaki anak-anak, petugas medis, dan jurnalis selama protes. "Tidak ada pembenaran untuk membunuh dan melukai jurnalis, petugas medis, dan orang-orang yang tidak memiliki ancaman kematian yang dekat atau cedera serius bagi orang-orang di sekitar mereka. Yang paling mengkhawatirkan adalah penargetan anak-anak dan orang-orang cacat," ujar anggota Komisi, Sara Hossain.
"Banyak kehidupan anak muda telah diubah selamanya. Sebanyak 122 orang diamputasi anggota tubuhnya sejak 30 Maret tahun lalu. Dua puluh yang diamputasi adalah anak-anak."
Dua juta warga Palestina tinggal di Gaza yang miskin, berdesakan di antara Israel, Mesir, dan Mediterania. Para analis menyoroti kondisi kehidupan yang menyedihkan dan kurangnya kebebasan bergerak sebagai kekuatan pendorong di balik protes. Israel, yang telah berperang tiga kali dengan Hamas, memblokade wilayah itu selama lebih dari satu dekade, sementara Mesir sering menutup satu-satunya gerbang Gaza ke dunia luar.
NY DAILY NEWS | THE STRAITS TIMES | SCMP | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo