Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyelamat yang mencari kapal selam yang hilang di dekat bangkai kapal Titanic pada Rabu, 21 Juni 2023, memusatkan upaya mereka di daerah terpencil Atlantik Utara di mana suara-suara bawah laut terdeteksi, meskipun para pejabat memperingatkan bahwa suara-suara itu mungkin tidak berasal dari kapal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjaga Pantai AS mengatakan pencarian kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (ROV) dikerahkan di daerah di mana pesawat Kanada mendeteksi kebisingan bawah laut menggunakan pelampung sonar, Selasa. Perkiraan menunjukkan pasokan udara kapal selam bisa habis pada Kamis pagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjaga Pantai Kapten Jamie Frederick mengatakan pada konferensi pers bahwa analisis suara-suara itu "tidak meyakinkan."
"Saat Anda berada di tengah-tengah kasus pencarian dan penyelamatan, Anda selalu memiliki harapan," katanya. "Sehubungan dengan suara-suara itu secara khusus, kami tidak tahu apa itu, terus terang saja." Pejabat tidak memberikan penjelasan rinci tentang suara tersebut.
"Kami tidak tahu sumber kebisingan itu," kata Laksamana Penjaga Pantai AS John Mauger kepada CBS, Rabu. Dua ROV dan kapal permukaan sedang digunakan untuk mencoba menemukan sumbernya, katanya.
"Ini adalah situs yang sangat kompleks," kata Mauger, mencatat bahwa logam dan benda lain di bawah air membuat sulit untuk menentukan sumbernya.
Bahkan jika kapal selam itu ditemukan, mengangkatnya menghadirkan tantangan logistik yang sangat besar, mengingat kondisi ekstrem yang bermil-mil jauhnya di bawah permukaan.
Tim dari Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis telah menelusuri laut lepas seluas lebih dari 25.900 km persegi, kira-kira seukuran Lebanon atau negara bagian Massachusetts di AS.
Kapal selam Titan sepanjang 6,7 meter, dioperasikan oleh Ekspedisi OceanGate yang berbasis di AS, mulai turun pada pukul 8 pagi, Minggu, 18 Juni 2023, menurut Penjaga Pantai AS. Kapal tersebut kehilangan kontak dengan kapal permukaan induknya saat seharusnya menjadi penyelaman dua jam ke Titanic.
Persediaan Oksigen Menipis
Sean Leet, yang mengepalai perusahaan yang bersama-sama memiliki kapal pendukung, Polar Prince, mengatakan kepada wartawan, Rabu, bahwa "semua protokol diikuti" tetapi menolak untuk memberikan penjelasan rinci tentang bagaimana komunikasi dihentikan.
"Masih ada perangkat yang mendukung kehidupan tersedia di kapal selam, dan kami akan terus berharap sampai akhir," kata Leet, CEO Miawpukek Horizon Maritime Services, kepada wartawan di St. John's Newfoundland.
Titan berangkat dengan 96 jam udara, menurut perusahaan, yang berarti oksigen bisa habis pada Kamis pagi. Tetapi para ahli mengatakan pasokan udara tergantung pada berbagai faktor, termasuk apakah kapal selam masih memiliki kekuatan dan seberapa tenang penumpang di dalamnya.
Bangkai kapal laut Inggris, yang tenggelam saat menabrak gunung es pada pelayaran perdananya pada 1912, terletak di dasar laut pada kedalaman sekitar 3.810 meter. Jaraknya sekitar 1.450 km di timur Cape Cod, Massachusetts, dan 644 km di selatan St. John's, Newfoundland.
Mereka yang berada di dalam kapal selam, puncak ekspedisi wisata yang menelan biaya US$250.000 (sekitar Rp 1,2 miliar) per orang, termasuk miliarder dan petualang Inggris Hamish Harding, 58, dan pengusaha kelahiran Pakistan Shahzada Dawood, 48, bersama putranya yang berusia 19 tahun, Suleman, yang keduanya warga Inggris.
Penjelajah Prancis Paul-Henri Nargeolet, 77, dan Stockton Rush, pendiri dan kepala eksekutif Ekspedisi OceanGate, juga dilaporkan ikut serta.
Seorang teman Harding, Jannicke Mikkelsen, yang telah menemani pengusaha Inggris itu dalam ekspedisi lain, mengatakan kepada Reuters pada Selasa bahwa dia mengharapkan kabar baik tetapi tidak optimistis. "Akan menjadi keajaiban jika mereka ditemukan hidup-hidup," katanya.
REUTERS
Pilihan Editor: Ledakan di Paris: Setidaknya 37 Orang Terluka dan Dua Hilang