Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, London -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, menyampaikan sikapnya mengenai status Kota Yerusalem kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, lewat sambungan telepon pada Selasa, 19 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini merupakan pembicaraan mereka yang pertama sejak awal Nopember 2017. Hubungan kedua pemimpin dikabarkan sempat terganggu karena cuitan ulang Trump atas cuitan kelompok kanan Inggris yang berisi sikap intoleran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Turki Bilang Ini Soal Veto AS tentang Status Kota Yerusalem
"Mereka membicarakan posisi berbeda kita mengenai pengakuan Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata seorang juru bicara Downing Street dari kantor PM May. "Keduanya juga bersepakat pentingnya AS membawa proposal baru perdamaian yang didukung komunitas internasional."
Baca: AS Veto Draf Resolusi DK PBB Soal Status Yerusalem, Kenapa?
Percakapan telepon ini terjadi sekitar dua pekan setelah May menyatakan secara terbuka akan menelpon Trump terkait keputusannya mengakui Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu, 6 Desember 2017. Jeda yang cukup panjang untuk telepon itu terjadi menimbulkan spekulasi kurang harmonisnya hubungan kedua pemimpin.
Dalam pernyataan sebelumnya, May mengatakan posisi Inggris soal status Kota Yerusalem tidak berubah. "Ini posisi yang sudah berlaku lama dan jelas," kata May. "Status Kota Yerusalem harus ditentukan lewat proses negosiasi antara Israel dan Palestina. Kota Yerusalem harus menjadi ibu kota bersama antara Israel dan Palestina."
Inggris kembali mengulangi oposisinya terhadap keputusan Trump pada sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin lalu. Dalam proses voting, Inggris bersama 13 negara anggota DK PBB mendukung draf resolusi besutan Mesir yang menolak semua upaya untuk mengubah status Kota Yerusalem. Pada proses voting ini, AS menggunakan hak vetonya untuk menolak draf resolusi itu.
Pembahasan mengenai status Kota Yerusalem akan dibawa k Sidang Umum Istimewa PBB, yang rencananya akan berlangsung pada Kamis, 21 Desember 2017 waktu setempat. Ini sidang serupa kedua, yang juga membahas isu Kota Yerusalem dan Palestina, yang sebelumnya pernah digelar pada 2009. Sejak berdiri pada 1945, PBB baru sepuluh kali menggelar sidang umum istimewa. Sidang ini bisa digelar untuk membahas masalah darurat yang gagal diselesaikan lewat sidang DK PBB.
DAILYMAIL | REUTERS | TIMES OF ISRAEL