Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri atau PM Kamboja Hun Sen menyatakan akan mundur pada bulan depan setelah hampir 40 tahun menjabat. Keputusan itu diumumkannya melalui siaran nasional pada Rabu, 26 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya bertemu dengan raja, dan menyatakan saya tidak akan melanjutkan posisi sebagai perdana menteri lagi,” kata Hun Sen dalam maklumatnya, dikutip Reuters.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama nyaris empat dasawarsa menjalankan roda pemerintahan Kamboja, Hun Sen diklaim telah membangun stabilitas negara itu usai perang bertahun-tahun. Namun di sisi lain, pemilik Partai Rakyat Kamboja itu dinilai menghambat demokrasi dalam prosesnya. Orang-orang yang tak sepikiran dengannya, dipaksa melarikan diri.
Kebebasan berekspresi juga dikekang. Terbaru, Partai Cahaya Lilin, satu-satunya partai yang cukup besar untuk menjadi ancaman bagi petahana, dilarang mengikuti pemilu. Beberapa bulan sebelum pemungutan suara, salah satu media independen terakhir yang tersisa di negara itu, Voice of Democracy, dibredel.
Profil Kamboja
Dilansir dari Britannica, Kamboja merupakan negara yang terletak di Indocina, Asia Tenggara. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran dan sungai besar. Secara teritorial, negara ini berada di jalur strategis sebagai penghubung rute perdagangan Cina ke India dan Asia Tenggara. Itulah mengapa negara ini secara budaya terpengaruh oleh dua wilayah tersebut.
Peradaban Kamboja menyerap pengaruh dari India dan Cina selama 2000 tahun. Dari kerajaan Hindu-Buddha Funan dan Chenla pada abad ke-1 hingga 8, hingga zaman klasik periode Angkor abad ke-9 hingga 15. Masa emas Kamboja klasik tercatat pada abad ke-12 saat Kerajaan Khmer mencapai puncak kejayaannya. Ditandai dengan pembangunan kompleks candi besar Angkor Wat, Bayon dan ibukota kekaisaran Angkor Thom.
Namun 400 tahun berselang, Kerajaan Khmer perlahan runtuh. Setelah kedatangan Prancis, wilayah itu menjadi koloni selama abad ke-20. Tanah Kamboja mengalami kekacauan perang, pendudukan oleh Jepang, kemerdekaan pascaperang pada 9 November 1953, dan politik labil. Antara 1975 dan 1979 negara ini dihancurkan Khmer Merah. Selama periode kekuasaan mereka, setidaknya 1,5 juta orang Kamboja terbunuh.
Kamboja memulai proses pemulihan di bawah rezim Republik Rakyat Kampuchea antara 1979 hingga 1989 yang didukung Vietnam. Pada 1990-an Kamboja mendapatkan kembali otonomi politik mereka dan mendirikan kembali pemerintahan konstitusional. Negara itu kemudian melembagakan pemilihan umum yang bebas. Sejak itu, perekonomian Kamboja terus meningkat.
Secara geografis, Kamboja berbatasan dengan Thailand di barat dan barat laut, dengan Laos di timur laut, dengan Vietnam di timur dan tenggara, dan di barat daya dengan Teluk Thailand. Negara ini membentang 450 kilometer dari utara ke selatan dan 580 kilometer dari timur ke barat. Secara keseluruhan, luasnya mencapai 181.035 kilometer persegi. Kamboja hanya memiliki wilayah perairan 2,5 persen.
Populasi penduduk Kamboja diperkirakan pada 2022 mencapai 16,7 juta jiwa. Jumlah tersebut naik dibandingkan sensus pada 2008, yakni 13,3 juta jiwa. Sementara kepadatannya mencapai 81,8 kilometer persegi. Sebanyak 97,6 persen penduduknya etnis Khmer. Sisanya: 1,2 persen Cham; 0,1 persen Vietnam; 0,1 persen Tionghoa; dan 1 persen lainnya. Agama mayoritas adalah Budha. Khmer merupakan bahasa resminya.
Pilihan editor: 6 Fakta Kasus TPPO Jual Beli Ginjal di Kamboja