DUNIA kembali menyorot Afghanistan ketika sebuah jet tempur MiG-21 ditembak jatuh di atas Pegunungan Kurram Salient Sabtu pekan lalu. Sebuah rudal udara ke udara Sidewinder, yang ditembakkan jet tempur F-16 milik Pakistan, telah merontokkan MiG Afghanistan itu tak jauh dari perbatasan kedua negara. Puing-puing bertaburan di wilayah Pakistan, tapi penerbang MiG tidak ditemukan, padahal ada penduduk yang melihat dua parasut terkembang di udara sesudah dogfight itu. Penembakan bersejarah ini dianggap kemenangan pertama bagi Pakistan yang tapal batasnya selama enam tahun dilanggar terus oleh pihak komunis Afghanistan. Dari Parachinar, kota kecil di perbatasan, Wakil KASAU Laksamana Madya Hakimullah memperingatkan Kabul agar menghentikan pelanggaran udara tersebut. "Kalau datang lagi, akan kita tembak lagi," tuturnya tandas. "Seharusnya mereka tidak mengganggu kita," ujar rekannya, Laksamana Madya Mohammad Yunus. Sasaran MiG Afghanistan adalah para pengungsi yang selalu menyeberang dari Jaji, sebuah kampung di wilayah mereka, ke Parachinar di Pakistan. Tiga jet tempur Afghan ini dilaporkan menyusup hanya 6 menit ke wilayah Pakistan, sebelum terlibat dalam tembak-menembak pada ketinggian 18.000 kaki. Dua jet yang lolos segera berbalik ke Afghan dan tidak lama kemudian,Jaji mengalami pengeboman gencar. Serangan seperti ini sudah dilakukan 12 hari berturut-turut, hanya dengan satu tujuan, menghancurkan jaringan suplai gerilyawan Mujahiddin. Pemerintah Kabul April lalu - dengan cara yang sama - sudah berhasil meratakan Zhawar, basis Mujahiddin terkuat di sebelah barat. Mayjen Najibullah, pengganti Babrak Karmal, rupanya tidak mau menunggu lama. Ia baru saja dilantik dua pekan silam sepulang Babrak Karmal dari kunjungan ke Moskow. Sejak itu beberapa pengamat meramalkan bahwa Moskow akan meningkatkan penumpasan Mujahiddin dengan meminjam tangan besi Najibullah. Bekas kepala dinas polisi rahasia Khad ini kabarnya memang andal untuk tugas-tugas semacam itu. Dalam siaran radio Kabul pekan lalu Najibullah menyatakan, tugasnya ialah membina dan memperkuat Partai Demokratik Rakyat Afghanistan. Sehari-hari ia akan didampingi Babrak Karmal, yang tetap berfungsi sebagai presiden dan ketua Dewan Revolusioner serta PM Ali Kishtmand. Ini berarti, Moskow secara mulus telah berhasil menancapkan sebuah kepemimpinan kolektif di Kabul, sebuah troika dengan Najibullah sebagai motornya. Berperawakan kekar, pemimpin baru yang terkenal dengan julukan "banteng" ini sudah terbuktl punya dedikasi tinggi kepada Moskow. Ia tidak pernah ragu-ragu memanfaatkan Khad untuk menghancurkan musuh-musuh Soviet. Lebih dari itu, ia dengan cara-cara licin berhasil menciutkan dukungan bagi gerilyawan Mujahiddin dengan praktek suap dan menciptakan persaingan di antara mereka. Wajar sekali bila kehadiran Najibullah sebagai pengambil keputusan, cepat atau lambat, bisa merugikan perjuangan gerilyawan. Inilah yang amat dikhawatirkan, justru pada saat perundingan tidak langsung antara Pakistan dan Afghanistan sedang terselenggara di Jenewa. Dimulai sejak dua pekan silam, dua delegasi itu tampaknya berhasil mencapai kesepakatan dalam banyak hal kecuali satu: penarikan mundur tentara Soviet dari Afghan. Seperti diketahui, pihak gerilyawan tak diwakili dalam perundingan itu dan mereka pun sejak mula sudah berikrar akan terus melanjutkan perjuangan bersenjata. Tapi dalam posisi yang kurang mujur seperti sekarang, agaknya Moskow lagi yang akan diuntungkan. Kuat dugaan, kalaupun akhirnya tentara Soviet ditarik mundur, itu dengan jaminan bahwa pemerintah Kabul memegang kontrol penuh atas Afghan. Tampaknya, dengan Najibullah, tugas ini tidak akan begitu mustahil dilaksanakan. Beberapa mata-mata Soviet yang kasak-kusuk di perbatasan Pakistan juga sangat berperan dalam memecah-belah Mujahiddin. Di samping berhasil menakut-nakuti penduduk agar tidak menyeberang ke penampungan pengungsi di Pakistan, mereka tak henti-hentinya mengadu domba. Posisi gerilyawan tidak jadi lebih baik, tapi selagi Pakistan dan AS tetap mengulurkan bantuan, harapan bagi mereka belumlah sama sekali padam. Kini Mujahiddin bisa membanggakan rudal Stinger darat ke darat yang baru saja diperoleh dari Amerika. Di samping itu ada pula meriam Cerlikon buatan Swiss, berikut US$ 200 juta yang kabarnya dilimpahkan ke Pakistan tahun lalu, khusus untuk meringankan beban kaum pengungsi. Arab Saudi dan RRC juga menyumbang, rata-rata US$ 100 juta setahun. Tapi semua itu bukannya mendorong persatuan sesama pejuang, malah sebaliknya, mempertajam perpecahan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini