Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Era roket terorisme jepang

Pertumbuhan teroris di jepang. markas besar nihonsekigun pindah ke libanon. chukakuha yang memperkenalkan era roket tetap bergerak di dalam negeri. peristiwa di jakarta sebagai jawaban atas ktt tokyo.(nas)

24 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDAI kata pernyataan bertanggung jawab atas pengeboman dan peroketan di Jakarta, pekan silam, dikeluarkan oleh kelompok Chukakuha, sebuah kelompok ekstrem kiri Jepang, misteri teror itu barangkali lebih mudah dilacak. Chukakuha, kelompok ekstrem yang kini paling ditakuti di Jepang, belum lama berselang telah mengaku melakukan pengeboman atas Kedutaan Besar Kanada di Jepang dan Wisma Tamu Negara Akasaka di Tokyo ketika Konperensi Tingkat Tinggi tujuh negara industri terkemuka - KTT Tokyo berlangsung. Teknik yang digunakan sangat mirip: roket! Lima roket yang dikirim gagal mencapai sasaran, dan juga tak ada korban yang jatuh. Seperti di Jakarta, roket ditembakkan dari sebuah gedung bertingkat. Tapi, di Tokyo, berdasar penelitian polisi, aksi dipersiapkan lebih matang dan sedikit lebih canggih. Roket-roket itu diluncurkan dari jarak 2 kilometer lebih. Gedung yang digunakan, rumah susun yang terletak di Distrik Shiniuku. terletak 2.5 kilometer dari Wisma Tamu Negara, dan sekitar 3,5 kilometer dari Kedubes Kanada. Jarak-jarak ini tergolong istimewa bagi polisi Tokyo, dan sama sekali di luar perkiraan. Mengapa? Menjelang KTT, polisi sudah bersiap-siap menghadapi kemungkinan penembakan roket-roket gelap. Setelah memperkirakan kapasitas roket para teroris, 15.000 polisi Tokyo dikerahkan "membersihkan" radius 2 kilometer di sekitar Wisma Tamu Negara. Sekitar 50.000 rumah dan gedung digeledah dan dijaga siang malam guna mencegah kemungkinan pemasangan alat peluncur roket. Ketika polisi sibuk menggeledah, awal Maret lalu, para teroris juga sibuk memasang basis roket. Seorang penghuni rumah susun di Shiniuku itu memberikan kesaksian, sekelompok pekerja masuk ke apartemen di lantai empat. Mereka mengaku penjaja alat-alat kebersihan. Selang sepekan, sebuah mobil pikap datang membawa semacam peralatan besar dalam keadaan terbungkus. Lalu terdengarlah suara bor listrik menderu. Ternyata, kala itulah peluncur roket yang dilengkapi alat pengatur waktu, hingga peluncuran roket bisa diatur dan bekerja otomatis, dipancangkan ke lantai beton apartemen. Tanggal 4 Mei, beberapa menit sebelum Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan tiba di Wisma Tamu Negara, salah satu roket meluncur memintas jarak 3,5 kilometer dan jatuh sekitar 550 meter dari sasaran. Sebelumnya, beberapa roket sudah ditembakkan teroris, dan salah satunya membuat lubang besar di jalan raya di muka Kedubes Kanada. Apartemen tempat peluncuran memang segera bisa ditemukan. Kamar yang terkunci didobrak, tapi tak seorang pun manusia ditemukan. Seorang pemimpin gerakan massa Chukakuha mengaku, organisasinya yang bertanggung jawab. Maka, "Melihat miripnya cara dan alat penembakan roket yang dipakai di Tokyo dan Jakarta, tak bisa dikatakan tak ada hubungan sama sekali antara peristiwa Jakarta dan Tokyo itu," kata seorang perwira intel Keisatsucho (Kepolisian Nasional Jepang) kepada wartawan TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa. Tapi, menurut perwira yang tak mau disebutkan namanya itu, polisi Jepang sementara ini belum mempunyai bukti-bukti tentang operasi kelompok ekstrem kiri seperti Chukakuha di luar negeri. Di sini letak kejanggalannya, di samping nama Brigade Anti Imperialisme belum pernah beredar sebelumnya. Toh ada grup teroris Jepang yang bergerak secara internasional. Betul-betul kelompok teroris tulen - keji dan berani mati. Mereka itu adalah kelompok teror internasional Jepang, yang menyebut diri Nihon-Sekigun - Tentara Merah Jepang. Kelompok ini didirikan 3 September 1969 oleh tokoh legendaris Fusako Shigenobu. Jejak tokoh wanita ini kini sirna sama sekali. Tak ada yang mengetahui persis apakah ia sudah mati atau masih hidup. Namun, pusat gerakan kelompok ini sudah lama diketahui tidak lagi di Jepang melainkan di sekitar Libanon. Kelompok ini sudah sejak awal terbentuknya punya kaitan kuat dengan gerakan pembebasan Palestina. "Siapa saja yang mengganggu ikhtiar kebebasan kaum proletar akan kami bunuh lewat perang revolusioner. Bersatulah kaum proletar sedunia, dengan ini kita nyatakan perang pada dunia," begitu bunyi maklumat Tentara Merah Jepang, di awal berdirinya. Dan perang itu sungguh-sungguh mereka lakukan. Mei 1971 tiga anggota Tentara Merah Jepang membantai 96 orang Israel di pelabuhan udara Lodd, Tel Aviv, dengan granat dan senapan mesin kalachnikov bikinan Rusia. Dalam misi bunuh diri itu, seorang teroris, Kozo Okamoto, tertangkap sementara dua lainnya tewas di atas granat yang meledak. Kozo Okamoto, Juni tahun silam dibebaskan dalam sebuah pertukaran tawanan. Ia tak pulang ke Jepang, tapi ke Libya. Di sekitar 1970-an, kiprah Tentara Merah ini memang meluas. Juli 1973, mereka membajak pesawat Japan Airlines di Negeri Belanda. Januari 1974, meledakkan kilang minyak di Singapura. Lalu, Februari 1974, menduduki Kedutaan Besar Jepang di Kuwait, dan, tujuh bulan kemudian, menduduki Kedutaan Besar Prancis di Den Haag, Negeri Belanda. Pada Agustus 1974, sebulan sebelumnya, menduduki Kedutaan Besar Amerika di Malaysia, menuntut pemerintah Jepang membebaskan lima teroris yang ditahan karena meledakkan pusat industri Mitsubishi - yang meminta korban delapan orang tewas. Paling akhir, gerombolan ini membajak pesawat Japan Airlines di Bangladesh, tahun 1977. Sesudah itu, selama hampir 10 tahun, debut gerombolan ini tidak kedengaran lagi. Menurut perkiraan Polisi Nasional Jepang, jumlah anggota Nihon-Sekigun, di markas besarnya di Libanon, hanya 40 sampai 50 orang saja. Laporan intel Jepang menunjukkan, beberapa tahun terakhir kelompok itu memang mencari kesempatan berhubungan dengan kelompok ekstrem di Asia Tenggara. Namun, kelompok yang dihubungi, diduga keras gerombolan NPA (Komunis) dan gerakan Moro - keduanya di Filipina. Tipis kemungkinan, ledakan-ledakan di Jakarta adalah ulah mereka karena Tentara Merah Jepang terbilang jarang gagal dan nekat. Watak itu tak terlihat di Jakarta. Gerombolan teroris dan kelompok ekstrem kiri di Jepang, keduanya, sering kali sulit dibedakan karena mereka bukan cuma Chukakuha dan Nihon-Sekigun. Menurut catatan Keisatsucho, kini terdapat 22 sampai 25 organisasi ekstrem di Jepang. Sekitar empat tahun ter akhir jumlah mereka berkembang sangat pesat. Penambahan anggota setiap tahun diperkirakan 400-500 orang. Total, jumlah ekstremis ini, bersama simpatisannya, di seluruh Jepang, sekitar 20.000 orang - 60% di antaranya adalah buruh remaja. Gerombolan-gerombolan itu sama sekali tak utuh dan bersatu di bawah panji-panji komunisme. Pada perkembangannya, tercatat, selain semakin lama semakin ekstrem, kelompok-kelompok ini semakin terpecah-pecah. Perbedaan pendapat dan pertentangan tak cuma membuahkan perpisahan, tapi juga baku hantam dan baku bunuh di antara kelompok-kelompok itu. Karena itu, sulit membayangkan adanya operasi gabungan. Seperti operasi roket di Jakarta, kecil kemungkinan merupakan gabungan dua kelompok ekstrem, misalnya Chukakuha dan Nihon-Sekigun. Padahal, awalnya adalah satu: Zengakuren - yang sebenarnya berarti Federasi Himpunan Mahasiswa se-Jepang. Pada 1950, federasi mahasiswa ini tercatat menjadi kiri dan bergabung dengan Partai Komunis Jepang (PKJ) melawan gerakan antikomunis yang dilancarkan secara besar-besaran di Jepang di tahun-tahun itu. Tahun 1960, PKJ bersama Zengakuren sekali lagi melancarkan demonstrasi besar-besaran. Kali ini menentang penandatanganan kembali perjanjian keamanan Jepang-Amerika Serikat. Di tahun-tahun ini, Zengakuren mendapat perhatian internasional, dan mulai menyatakan diri lepas dari PKJ. Sejak itu, federasi mahasiswa yang pernah mempunyai anggota 300.000 mahasiswa dari 145 perguruan tingi itu mulai terpecah-pecah pula. Setiap kelompok mempunyai ciri tersendiri, walau kesemuanya sangat anti Amerika. Di tahun 1963 dua kelompok ekstrem, Chukakuha dan Kakumaruha, bangkit. Kedua kelompok kiri yang tadinya bersatu ini akhirnya pecah, bahkan saling bunuh dalam berbagai bentrokan. Sejak 1970, tercatat 80 anggota kedua kelompok tewas dalam perang antargang ini. Dari semua organisasi, Chukakuha (yang berarti kelompok inti) dikenal paling terorganisasi dan paling menakutkan. Kini gerombolan ekstrem kiri ini diperkirakan memiliki anggota sampai 6.000 orang. Organisasi ini dikenal pula kaya. Tahun 1978, Chukakuha membangun dua markas besar, di Tokyo dan Osaka, dengan biaya 350 juta yen. Salah satu sumber penghasilan kelompok ini adalah mingguan Zenshin (yang berarti kemajuan) beroplah 20.000. Dari media ini, Chukakuha diperkirakan punya penghasilan 300 juta yen per tahun. Beberapa tahun setelah berdiri, Chukakuha segera dikenal melancarkan kegiatan-kegiatan gerilya. Dari kelompok inilah lahir tokoh-tokoh ekstrem. Penyebaran ideologi garis keras, dan penggunaan kekerasan dalam membelanya, besar kemungkinan berawal dari organisasi ini. Gagasan menjadi ekstrem ini ternyata laku keras di kalangan mahasiswa Jepang. Di antara tahun 1968 dan 1969 gerakan ekstrem ini muncul di kampus-kampus, dimulai di Universitas Tokyo dan Universitas Nihon. Menghadapi ancaman kerusakan kampus, polisi Jepang dikerahkan pada Januari 1969 untuk menghadapi mahasiswa ekstrem di dalam dan di luar kampus. Operasi besar-besaran ini ternyata membuahkan perpecahan di antara mahasiswa radikal itu, dan terjadilah baku hantam. Bentrokan antarkelompok memuncak antara tahun 1973 dan 1974 saat total terjadi 332 insiden, dengan korban 20 meninggal dan 641 terluka. Dari krisis ini kemudian lahir Nihon-Sekigun yang setelah menjadi semakin ekstrem memutar orientasinya ke dunia internasional. Sementara itu, Chukakuha tetap bergerak di dalam negeri. Namun, seperti juga Tentara Merah Jepang, kelompok ini kian lama makin ekstrem. Tidak saja sekadar bergerilya, oranisasi ini, menjelang 1980, mempertegas perjuangan bersenjatanya dengan membentuk pasukan khusus Min-Kakumei-Gun (Pasukan Revolusioner Rakyat). Pasukan inilah yang kemudian memperkenalkan era roket dalam peta terorisme Jepang. September 1984, mereka mulai dengan bombom molotov yang sederhana di Osaka. Awal 1985, pasukan ini menghajar Konsulat Amerika Serikat di Kobe dengan bom molotov yang menggunakan pelanting. April 1985, untuk pertama kalinya pasukan khusus Chukakuha ini memperkenalkan bom roket buat menembak lapangan udara Narita, Tokyo. Peluncurnya sudah menggunakan pengatur waktu, sementara roketnya sudah menggunakan sirip (pengatur arah). Roket ini bisa meluncur sejauh 200 meter. Panjangnya 60 sentimeter dengan diameter 4 sentimeter. Bahan peledak yang digunakan juga bukan TNT (Tri Nitro Toluen) tetapi senyawa kimia klorida. Di Jakarta, dua roket juga luput mengenai sasaran. Namun, modus operandi ini tak bisa dikatakan monopoli Chukakuha. Prinsip roket ini dengan mudah diadaptasi kelompok lain, umpamanya Brigade Anti Imperialis itu. Adakah kelompok ini? Perwira intel yang memberi keterangan pada Okawa berpendapat, mungkin saja ada sempalan-sempalan kecil ekstremis yang belum tercatat pada daftar Kepolisian Jepang. Melihat akarnya, kelompok mana pun yang mengadakan peroketan di Jakarta, agaknya punya tujuan sama. Terorisme, semacam gugatan kedaulatan yang kehilangan saluran formal, bahkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertahun-tahun suara rakyat Palestina diabaikan, bertahun-tahun pula hikayat masyarakat Armenia tenggelam. Ditambah kibaran bendera komunisme, Amerika Serikat jadi lengkap dituding sebagai sebab malapetaka. Reaksi balik: menguber semua kepentingan Amerika di dunia. Kedatangan Reagan di Bali mungkin mereka anggap menandakan kepentingan itu. Jim Supangkat Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus