Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rakhine Memanas Lagi, 4.500 Warga Mengungsi

PBB cemas akan situasi di Rakhine dan mendesak kepastian perlindungan bagi warga sipil.

10 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aparat pengaman perbatasan Myanmar di Rakhine, Myanmar, 7 Januari 2019. REUTERS/Stringer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANGON - Lebih dari 4.500 warga desa di Negara Bagian Rakhine telantar dan terpaksa mengungsi akibat pertempuran terbaru antara militer Myanmar dan Tentara Arakan, gerilyawan di Rakhine. Seperti dilansir Anadolu, informasi pengungsian ini dilaporkan juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Farhan Haq, dan disebutkan terjadi sejak 7 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Haq mengatakan, pergerakan pasukan dan bentrokan terjadi sejak beberapa hari terakhir setelah serangan kelompok gerilyawan terhadap pos-pos polisi di Kotapraja Buthidaung pada 4 Januari lalu. "Bentrokan pasukan terus berlangsung dalam beberapa hari terakhir setelah serangan oleh Tentara Arakan di pos-pos polisi," demikian laporan PBB, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan memimpin misi pada 29-31 Desember lalu. Mereka mendatangi Desa Taung Min Kalar dan Kan Sauk di Kota Kyauktaw dan Auk Thin Pone Tan, juga Hpar Kywe Wa di Kota Ponnagyun, yang saat itu menampung 1.600 pengungsi. PBB untuk Urusan Kemanusiaan mengatakan bahwa 4.500 orang berlindung di biara-biara dan daerah-daerah komunal.

Pertempuran terbaru di Rakhine antara pasukan pemerintah dan Tentara Arakan, yang disebut-sebut sebagai pemberontak, terjadi pada awal Desember. Serangan itu menewaskan 13 polisi dan melukai sembilan orang. Juru bicara Tentara Arakan mengatakan, kelompok mereka menyerang pasukan keamanan sebagai tanggapan atas serangan luas militer di Negara Bagian Rakhine utara yang juga menargetkan warga sipil. Tentara Arakan sejatinya menginginkan otonomi di Rakhine, wilayah yang mayoritas dihuni oleh warga beragama Buddha.

Setelah serangan, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan anggota kabinet lainnya bertemu pada Senin lalu dengan para pemimpin militer, termasuk kepala militer, Jenderal Min Aung Hlaing. Menurut juru bicara pemerintah Zaw Htay, Kantor Presiden telah menginstruksikan militer melancarkan operasi untuk menumpas para pemberontak di Rakhine.

Kondisi keamanan di Negara Bagian Rakhine bermasalah sejak militer menyerang kelompok milisi Rohingya pada pertengahan Agustus 2017. Serangan itu menyebabkan sekitar 700 ribu warga minoritas etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Serangan terbaru ini membuat situasi Rakhine kembali memanas.

Kepala PBB di Myanmar menyatakan prihatin atas situasi di Rakhine. Knut Ostby, Koordinator Residen untuk PBB di Myanmar, mendesak semua pihak memastikan perlindungan bagi semua warga sipil. Ostby juga mendesak mereka yang bertikai mengintensifkan upaya menemukan solusi damai dan memastikan adanya akses kemanusiaan bagi warga sipil. REUTERS | ANADOLU | MAUNEWSONLINE | SUKMA LOPPIES

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus