Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi lawatan ke Doha pada 1 Juli 2024 untuk menghadiri Pertemuan ke-3 Para Utusan Khusus untuk Afghanistan atau the 3rd Meeting of Special Envoys on Afghanistan atau Doha III. Pertemuan yang diinisiasi Sekjen PBB dan Qatar yang menjadi tuan rumah, membahas tindak lanjut independent assessment Sekjen PBB mengenai Afghanistan guna membantu rakyat Afghanistan keluar dari krisis multidimensi yang saat ini tengah dihadapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan Doha III ini adalah lanjutan dari Pertemuan Doha I yang diselenggarakan pada Mei 2023 dan Doha II pada Februari 2024. Indonesia juga diundang dan menghadiri pertemuan pertama dan kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan Doha III dipimpin Under-Secretary General for Political and Peacebuilding Affairs PBB, Rosemary DiCarlo dan dihadiri otoritas de facto (DFA) di Afghanistan yaitu Taliban dan wakil dari 25 negara, antara lain Amerika Serikat, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, India, Cina, Jerman, Tajikistan, Uzbekistan, Kanada, Norwegia, Rusia, Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi serta dihadiri sejumlah organisasi internasional, antara lain PBB, Uni Eropa, OKI, dan Asian Development Bank. Untuk pertama kalinya di pertemuan Doha III ini, hadir otoritas de facto atau de facto authority (DFA) di Afghanistan, yaitu Taliban.
"Perlu saya tekankan partisipasi DFA pada Doha III sama sekali tidak terkait dengan isu pengakuan terhadap DFA dari Komunitas Internasional, melainkan merupakan sebuah upaya agar dialog inklusif dengan semua stakeholders di Afghanistan termasuk dengan DFA dapat dilakukan, termasuk dialog terkait hak-hak perempuan dalam konteks pendidikan dan pekerjaan," kata Retno dalam keterangan tertulis.
Selain tukar pandangan mengenai isu yang sifatnya lebih umum, pertemuan Doha III ini membahas dua topik utama, yaitu Enabling the Private Sector. Topik ini menyoroti masalah ekonomi; dan Counter Narcotics: Sustaining Progress Made.
Pertemuan berlangsung dengan sangat terbuka dan konstruktif. Para delegasi menyampaikan komitmen untuk menjadikan kepentingan rakyat Afghanistan sebagai fokus kerja sama. Beberapa hal yang mengemuka dalam Pertemuan, antara lain bahwa pertemuan menyadari adanya beberapa kemajuan di Afghanistan, misalnya terkait masalah keamanan.
Pertemuan juga mengapresiasi kebijakan “poppy ban” atau lengkapnya larangan menanam opium di Afghanistan. Kebijakan ini telah menurunkan 95 persen cultivation of opium di Afghanistan.
"Kita tahu bahwa tantangan dari kebijakan ini adalah bagaimana menyiapkan mata pencarian alternatif bagi para petani yang sebelumnya menanam opium. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi harus dipersiapkan sehingga para petani tidak kembali menanam opium atau melakukan kegiatan illicit drugs trafficking," kata Retno.
Pilihan editor: Produksi Opium di Afghanistan Anjlok, Kematian Akibat Overdosis Berpotensi Meningkat