PEMILIHAN umum sudah dilaksanakan April lalu, yang menghasilkan
pemerintahan mayoritas di Salisbury, Rhodesia. Seorang kulit
hitam, Abel Muzorewa, pun sudah resmi menjadi perdana menteri
mulai 1 Juni. "Hal ini terlalu cepat," komentar Ian Smith, bekas
PM kulit putih. Namun Smith sudah rela mengucapkan selamat pada
kabinet Muzorewa. Nama negeri itu pun sudah berobah menjadi
Zimbabwe, Rhodesia. Kenyataan baru di sana sungguh sudah mulai
berlaku. Tapi pengakuan internasional masih belum juga
diterimanya.
Bahkan Presiden Jimmy Carter, walaupun didesak oleh Congress,
pekan lalu tegas menolak untuk meniadakan sanksi ekonomi
terhadap Rhodesia yang sudah berjalan selama 13 tahun. PM
Margaret Thatcher, walaupun partai Konservatif sudah
menjanjikannya ketika masih kampanye pemilu Inggeris, juga belum
mau segera mengakui kabinet Muzorewa.
Amerika dan Inggeris rupanya sudah sepakat untuk sementara tidak
berbuat apa-apa. Keduanya cenderung menunggu sampai diketahui
hasil konperensi negara Commonwealth (Persemakmuran) di Lusaka,
Zambia, Agustus nanti. Persemakmuran itu sendiri terancam
perpecahan gara-gara rezim Muzorewa harus diakui atau tidak.
Soalnya ialah Afrika Hitam umumnya menganggap dominasi minoritas
(Ian Smith dkk) masih berlaku di Rhodesia. Konstitusi bikinan
pemerintahan Smith dulu memang menjadi dasar pemilu April lalu.
Sama sekali itu tidak didukung oleh Front Patriotik, kelompok
gerilya nasionalis kulit hitam. Dan Smith, walau hanya sebagai
Menteri Negara tanpa portofolio dalam kabinet Muzorewa yang
terdiri dari 17 anggota, dipandang oleh Front Patriotik masih
menentukan.
Sedikitnya 6 negara Afrika, termasuk Zambia yang akan menjadi
tuan-rumah konperensi Persemakmuran, telah memihak Front
Patriotik. Bahkan Nigeria turut mengancam tindakan pembalasan di
bidang perdagangan bila Inggeris-Amerika mengakui Muzorewa.
Nigeria menggunakan minyaknya sebagai "senjata." Sekitar 15%
dari jumlah impor minyak AS berasal dari Nigeria. Dalam keadaan
suplai minyak dunia terbatas, Carter rupanya menanggapi sikap
Nigeria secara serius. Lagi pula, kata Carter, sebenarnya
Inggeris "memegang keduanya kepentingan sejarah dan
tanggungjawab" atas Zimbabwe Rhodesia.
Bagi Inggeris, paling mengejutkan adalah sikap Presiden Kenya
Daniel Arap Moi. Kenya selama ini dianggap teman baik Inggeris
yang diandalkan. Ketika bertemu dengan PM Thatcher pekan lalu di
London, Presiden Moi mengatakan Kenya menolak rezim Muzorewa.
Sementara itu Joshua Nkomo dan Robert Mugabe, keduanya tokoh
Front Patriotik, mendapat jaminan bantuan senjata dari Jerman
Timur dan pasukan dari Kuba. Juga Kolonel Muammar Gaddafi dari
Libya menawarkan fasilitas latihan bagi kaum gerilya di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini