Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ronde Awal Powell Vs Saddam

Di awal milenium ini, politik luar negeri Amerika kembali terlihat memfokuskan diri pada Irak (lagi). Colin Powell menyerukan agar embargo terhadap Irak diperkuat.

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIPA-PIPA saluran minyak "kemplangan" itu agaknya membuat Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, merasa dikelabui Saddam. Sepuluh tahun lalu, saat mengakhiri Perang Teluk, Powell memberi Irak "hadiah" berupa embargo. Isi embargo itu: kekayaan minyak Irak hanya boleh dituai sepanjang jalur Yordania. Kenyatannya, diam-diam kini Saddam membuat jalur-jalur tambahan ke Suriah dan Lebanon. Menurut sumber majalah Time, uang hasil jalur baru itu masuk ke rekening bank bebas audit Saddam Husein. Penguasa Irak itu kemudian membangun pusat-pusat instalasi pertahanan udara canggih di sebelah selatan dan utara Baghdad. Tentu saja kenyataan ini seolah melecehkan Resolusi 1248 PBB, yang menetapkan agar Irak berhenti membangun persenjataan. Tak mengherankan bahwa begitu kembali ke tampuk pimpinan, Powell segera memerintahkan dua losin pesawat tempur Amerika, pada 22 Februari lalu, untuk membombardir Irak. Ini adalah serangan udara terbesar AS semenjak Operasi Rubah Gurun 1998 (Operation Desert Fox). Tapi, usaha menyetop pengembangan kekuatan artileri anti-pesawat itu tetap tak akan bergema bila "pipa-pipa tak sah" itu tetap ada. Pekan lalu di Damaskus, saat bertemu bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad, Powell meminta Suriah menyetop pipa-pipa saluran itu. Di tangan penguasa Partai Republik, tampaknya politik luar negeri AS kembali meneropong Irak sebagai fokus. Sementara selama masa pemerintahan Clinton Israel menjadi prioritas utama politik luar negeri Amerika, kini Bush menegaskan bahwa AS tidak lagi memainkan mediator pertama Israel. Memasang bekas think tank utama Perang Teluk, Colin Powell, sebagai Menteri Luar Negeri adalah isyarat bahwa dalam pemerintahan George W. Bush, ada utang warisan bapaknya (George Bush) yang belum terselesaikan. Tak diragukan lagi, Powell bagi masyarakat Amerika adalah pahlawan Perang Teluk dan menjadi ikon yang mencitrakan keperkasaan Amerika. Jenderal Norman Schwarzkopf, sang pemimpin Operasi Gurun, dalam autobiografinya, It Doesn't Take a Hero, mengakui betapa dinginnya atasannya itu memimpin rencana-rencana operasi dari jauh. Ia mengenang, betapa perutnya sampai terasa mulas ketika dari Gedung Putih untuk pertama kalinya Powell, melalui saluran telepon, dengan tegas memerintahkannya untuk melakukan tindakan ofensif. Saat itu, menurut sang Jenderal, sesungguhnya kondisi belum memungkinkan untuk menyerang. Tetapi, Kuwait toh bisa dibebaskan. Tapi, yang kontroversial adalah keputusan Powell mengakhiri Perang Teluk dengan tetap membiarkan Saddam berkuasa. Sampai akhir jabatan Bush senior, masalah itu tak terselesaikan. Pada masa pemerintahan Clinton, persoalan Irak bukan isu utama. Clinton lebih memperhatikan persoalan Somalia, krisis Balkan, Bosnia, atau Israel?sesuatu yang di mata Powell lebih merupakan persoalan intern negara lain. "Seluruh kebijakan luar negeri di Timur Tengah sekarang salah dan harus diganti," demikian tutur Wakil Presiden Dick Chenney. Satu fakta yang mengecewakan Partai Republik ialah bahwa selama ini embargo atas Irak mengendur. Rusia dan Prancis, yang dahulu menentang pencaplokan Kuwait, kini mulai berdagang dengan Irak. Negara-negara Arab sekutu Amerika seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, bahkan Turki, juga memperbarui hubungan diplomatiknya dengan Irak. Sejak September tahun lalu, Irak membuka kembali bandara internasional Baghdad. Kapal-kapal terbang asing mulai berdatangan. Melihat kenyataan ini, sudah semenjak tiga tahun lalu sekelompok pemikir Partai Republik seperti Paul Wolfowitz, Donald Rumafeld, dan Richard Armitage mengirim sebuah surat terbuka kepada Presiden (saat itu) Bill Clinton agar melakukan serangan udara menggulingkan Saddam. Tapi Clinton tidak melakukan apa-apa. Sekarang, semua orang bekerja sebagai tim pakar Bush. Wakil presiden seperti Dick Chenney dan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld dikabarkan menginginkan strategi agresif yang baru atas Irak. Tapi, hingga sekarang Colin Powell menganggap Irak masih bisa ditundukkan dengan jalan embargo. Beberapa analisis melihat, Powell akan sekuat tenaga berusaha mengembalikan kepercayaan sekutu-sekutu Arabnya untuk mencegah Irak membangun kembali militernya, dan kembali bersama-sama memboikot ekonomi. Tapi, soalnya kunjungan Powell ke Timur Tengah pekan lalu ditanggapi dingin oleh pemimpin-pemimpin Arab. Entah konsesi apa yang bakal diberikan Powell untuk memuluskan rencana itu. Powell dikenal memiliki prinsip bahwa jalan militer bukan jawaban pertama untuk sebuah krisis diplomasi. Ia pernah mengkritik Madame Albright, yang terlalu gampang mengirim pasukan perdamaian Amerika ke negara-negara lain yang dilanda konflik. "Harus ada alasan mengirim seseorang yang berisiko untuk mati," ujarnya. Mereka yang kontra dengan Powell menganggap sesungguhnya Powell hipokrit. Sebab, toh ia punya riwayat hitam yang banyak menumpahkan darah. Sebelum Perang Teluk, ia misalnya dituduh terlibat pemasokan senjata baik kepada Iran maupun Irak ketika kedua negara itu berperang. Saat berkunjung ke Timur Tengah, ia tetap tak mau minta maaf atas pengebomannya terhadap Irak, yang menurut pihak Irak menelan korban. "Apabila Powell keras, ujung-ujungnya rakyat Irak bisa makin mendukung Saddam lagi," komentar Albright ketika ditanya pers Amerika soal sikap Powell ini. Bukan tidak mungkin ini hanya ronde awal bergulirnya pengulangan kisah AS versus Irak. Lebih-lebih anggaran yang dikucurkan kepada Powell akan lebih besar daripada anggaran zaman Albright. Seperti kata-kata seorang kolumnis: doktrin Powell kini adalah doktrin Amerika. Seno Joko Suyono (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus