GERAKAN penertiban sedang berlangsung kini di Sabah, Malaysia
Timur Armada penerbangan sipil "Sabah Airlines" diperintahkan
berhenti terbang. Dua pesawat jet Jumbo Boeing 707 berharga Rp
13 milyar, yang dibeli oleh Tun Mustafa untuk maskapai
penerbangan negara bagian Sabah mau dijual oleh Menteri Besar
yang baru, Tun Fuad Stephens. Begitu pula 2 pesawat jet Grumman.
Sesuai dengan janjinya dalam kampanye Pemilu Sabah 5--14 April
yang lalu, ketua partai Berjaya itu menegaskan: "Kita tidak
menginginkan adanya perusahaan penerbangan negara bagian karena
kita sudah punya perusahaan penerbangan nasional MAS (Malaysian
Air System)". Maksudnya untuk menghemat pengeluaran negara
bagian terkaya di Malaysia yang dihambur-hamburkan oleh Tun
Mustafa, ketua partai USNO (United Sabah National Union) yang
berkuasa sejak Sabah merdeka 13 tahun lalu. Isyu korupsi dan
"sistem famili" Tun Mustafa itu memang sudah jadi bahan kampanye
yang panas, sejak partai Berjaya didirikan 15 Juli 1975. Partai
oposisi ini, yang pertama kalinya memotong hegemoni USNO, telah
menuduh Tun Mustafa menyalahgunakan uang rakyat Sabah sebanyak
Rp 37 milyar.
Uang itu bukan hanya buat membeli pesawat jet yang sekarang mau
dilelang oleh Tun Fuad, tapi juga buat menebus reklamasi tanah
laut di mana dibangun rumah mewah Tun Mustafa.
Juga untuk ongkos terbang ke mana-mana. Ada pula penyalahgunaan
uang Majelis Agama Islam (USIA, United Sabah Islamic
Association) sebanyak M$ 20 juta. Belum cukup, disebut juga
manipulasi anggaran Intel (Special Services), serta
penggembungan anggaran pesta 10 tahun kemerdekaan Sabah. Dengan
uang itu menurut para partai Berjaya, dapat dibangun 10 ribu
rumah murah, 10 sekolah menengah. 8 rumah sakit besar, serta
jalan raya di pedalaman Sabah & ke perbatasan Sarawak. Bahkan
anggaran untuk pengislaman penduduk Sabah yang mayoritas bukan
Islam itu - setelah menelan uang M$ 50 juta selama 5 tahun -
hanya menghasilkan 20 guru agama dan 20 rumah guru setahun.
Walhasil,"peng-Islam-an" itu pun menurut brosur Berjaya hanya
untuk mempertebal kantong Tun Mustafa.
Berbeda dengan Tun Mustafa dengan politik Melayu-islamnya,
program partai Berjaya lebih multi-rasial tanpa penganak-masan
satu golongan saja. Ini juga kelihatan dalam pengangkatan
Menteri-Menteri baru dalam kabinet Tun Fuad sekarang. Menteri
Perburuhan & Pemerintahan Daerah, seorang Dayak Kadazan yang
Kristen, Peter Mojuntin. Kemudian, ada 3 Menteri orang Cina.
Yakni Prof James Ongkili, Menteri Kebudayaan, Pemuda & Olahraga,
Chong Thain Yun, Menteri PU & Perhubungan serta Menteri Urusan
Khusus Yap Uak Leong. Poiitik multi-rasial dan multiagama Tun
Fuad mungkin cocok dengan petabumi Sabah -- dan Sarawak juga --
di mana orang-orang Melayu yang Islam hanya merupakan minoritas
dalam jumlah maupun kekuasaan ekonomi.
Tun Fuad juga tidak mau mengulangi kesalahan lain yang dibuat
Tun Mustafa. Yakni melihat dirinya jadi orang kuat penantang
Kuala Lumpur maupun Manila. Langkah pertama Tun Fuad setelah
membekukan maskapai penerbangan Sabah Airlines' adalah
menghidupkan kembali perundingan dengan Petronas, maskapai
minyak federal yang dihalangi Tun Mustafa masuk ke Sabah.
Kekayaan minyak Sabah itulah yang merupakan dongkrak kekuasaan
Tun Mustafa. Minyak membuat dia lebih populer di mata raja-raja
minyak Teluk Persia. ketimbang pemerintah federal di KL.
Kemudian, untuk mengakhiri keterlibatan Sabah dalam sengketa
Utara Selatan di Pilipina, Berjaya bermaksud mengakhiri
pengungsian 45 ribu pelarian Pilipina Selatan di Sabah. "Setiap
hari setiap pengungsi Pilipina itu mendapat uang saku 5 ringgit
dari Tun Mustafa. Belum lagi bantuan senjata yang diselundupkan
ke sana", begitu seorang pimpinan Berjaya menjelaskan pada
wartawan TEMPO.
Belum jelas alternatif apa yang mau ditawarkan oleh Tun Fuad
pada ribuan pengungsi itu: dipulangkan, atau menjadi warganegara
Malaysia. Namun melihat perubahan angin politik di wilayah
tetangganya yang sebagian penduduknya masih serumpun dengan
orang-orang Sulu dan Moro, Manila juga tidak dapat
menyembunyikan kegirangannya. Sampai-sampai seorang jurubicara
Istana Malacanang mengatakan: "ada kemungkinan Pilipina akan
mencabut klaim konstitusionilnya atas Sabah". Klaim itu, menurut
jurubicara pemerintah Manila, "hanyalah suatu strategi
pertahanan ke depan guna membendung kerusuhan di Pilipina
Selatan". Masa Mustafa rupanya memang berakhir.
Rapatkan
Namun perlawanan Tun Mustafa belum selesai. Bekas orang kuat
Sabah itu tidak tampak hadir dalam upacara pelantikan Menteri
Besar Tun Fuad dan Kabinetnya oleh Yang Dipertua Negara Datuk
Hamdan Abdullah. Menjelang sidang pertama Parlemen baru 26 April
lalu, koran pro-Berjaya Daily Express menceritakan percobaan
penyogokan anggota-anggota Parlemen dari Berjaya untuk pindah ke
USNO. Dalam Pemilu yang lalu Berjaya telah berhasil merebut 28
kursi dan USNO cuma 20 kursi. Dengan berusaha "membeli" 5 kursi
lagi, kata koran itu, USNO mencoba mendominir kembali Parlemen
dengan kekuatan 25:23. Alias mayoritas-sederhana. Wakil ketua
Berjaya merangkap Wakil Menteri Besar Sabah, Datuk Harris Saleh,
yang juga bekas USNO dan pernah dianggap anak oleh Tun Mustafa,
menurut Daily Express ditawari uang dan konsesi hutan kalau mau
kembali ke USNO dan diangkat menjadi Menteri Besar. Tapi tidak
seorang pun anggota Parlemen dari Berjaya mau tukar tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini