PENGADILAN terhadap para jenderal, kini ramai diperbincangkan di Buenos Aires. Dimulai 22 April berselang, pengadilan ini memang pernah dijanjikan Presiden Raul Alfonsin, ketika terjun dalam kampanye pemilu, November 1983. Sebagai calon Partai Radikal (RCU) ia, waktu itu, menyatakan kesediaannya mengusut pembantaian masal yang dilakukan junta militer selama delapan tahun berkuasa. Komisi Pengusut Nasional memang segera dibentuk, kubur tanpa nama digali, sejumlah besar laporan ditampung hingga terkumpul setebal 50.000 lembar. Tapi prestasi itu tidak memuaskan ribuan orang yang kehilangan anak, orangtua, sanak-saudara, dan orang-orang terkasih. Mereka menuntut agar para pelaku pembantaian, yang tidak lain adalah para Jenderal, diseret ke pengadilan. Terperangkap oleh janjinya scndiri, Alfonsin akhirnya mengambil keputusan kontroversial. Dengan alasan untuk mengakhiri "50 tahun frustrasi yang dialami sistem demokrasi", ia memperkarakan sembilan jenderal, tiga di antaranya - Jose Videla, Roberto Viola, dan Leopoldo Galtieri - pernah berjaya sebagai presiden Argentina. Keputusan nekat ini disambut secara gegap gempita. Tidak kurang dari 50.000 orang membanjiri jalan-jalan di Buenos Aires - suatu unjuk perasaan yang kabarnya digerakkan oleh Alfonsin sendiri. Potret orang-orang yang hilang diacungkan mereka tinggi-tinggi, bukti kongkret tentang bagaimana kejamnya "perang kotor yang dilancarkan para jenderal terhadap lawan mereka kaum ekstremis kiri. Sebelum itu, Alfonsin sudah pula menciutkan anggaran militer 40%. Ia juga merampingkan jumlah perwira tinggi secara drastis sekali. Dewasa ini hanya tiga dari 53 jenderal pada pucuk pimpinan tertinggi angkatan bersenjata Argentina yang masih bertahan. Bagaimana mungkin? Alfonsin tidaklah bertindak gegabah. Ia telah lebih dulu menggalang kerja sama dengan para perwira muda, hingga tidak sukar baginya menyingkirkan perwira senior yang dulu suka main culik, menganiaya, dan membunuh. Menurut catatan Komisi Nasional tentang Orang-Orang Hilang, ada 8.960 orang lenyap tak tentu rimbanya. Mereka biasanya disiksa secara kejam. Tidak sedikit yang dijatuhkan ke sungai atau ke laut, dengan balok semen menggayut di kakinya. Ada pula yang dibakar hidup-hidup. Tidak sedikit yang dikuburkan secara masal. Di sekitar Buenos Aires saja terdapat 1.500 kubur semacam itu. Konon, di sebuah gedung bekas sekolah angkatan laut, pernah dieksekusi 4.000 orang. Kesaksian yang terlontar di pengadilan melengkapi bukti tertulis komisi itu. Menurut Bidan Maria Lusia, ada ibu yang baru satu hari melahirkan bayinya dibawa pergi oleh polisi. Robert Cox, bekas wartawan The Benos Aires Herald, pernah diancam, baik oleh Jenderal Jose Videla maupun Laksamana Emilio Massera. Ia mencoba membongkar aib para jenderal agar dunia luar tahu dan melancarkan tekanan tertentu. Sekarang tekanan itu datang dari rakyat dan disponsori oleh Presiden Alfonsin. "Militer telah ditolak rakyat karena menindas rakyat. Tapi kami masih jauh dari demokrasi," katanya. Yang pasti, penduduk memang belum menikmati perbaikan nasib. Alfonsin pernah menjanjikan upah lebih besar, tapi resesi mendatangkan pukulan berat. Di samping utang luar negeri US$ 45 milyar, ekonoml Argentina terancam inflasi dengan lalu 800%. Kuat dugaan, pengadilan para jenderal itu hanya satu cara untuk menghibur rakyat dan menunda keresahan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini