Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Rusia minggu ini kembali menahan seorang akademisi dan sejarawan yang membongkar pembersihan Stalin, atas tuduhan pelanggaran seksual terhadap putrinya yang berusia di bawah umur. Namun tuduhan ini dianggap kelompok hak asasi manusia lihat sebagai upaya palsu untuk menutup hasil karyanya yang membongkar kejahatan era Uni Soviet.
Namun Yuri Dmitriyev, yang kini berusia 62 tahun, menyangkal melakukan kejahatan seksual yang dituduhkan kepada dirinya. Dmitriyev ditangkap pada Rabu 28 Juni, ketika Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 yang berupaya membersihkan Rusia atas reputasi represifnya.
Baca: Bantuan Miliarder ini Dituding Campur Tangan Rusia di Pemilu AS
Putri Dmitriyev yang lebih tua, Ekaterina Klodt, seperti dilaporkan dari Associated Press, 30 Juni 2018, mengatakan dia yakin ayahnya sedang dipersekusi karena penelitiannya dan aktivitas di lembaga hak asasi manusia yang ia pimpin, Memorial.
"Seseorang tidak menyukai pekerjaan yang dia lakukan," kata Klodt.
Penangkapan itu merupakan langkah terakhir dalam kasus hukum yang menimpanya. Dmitriyev menghabiskan setahun lebih di penjara sebelum dibebaskan musim semi ini atas tuduhan pornografi anak.
Sebuah pancang kayu terlihat di kuburan massal di luar Medvezhyegorsk, Rusia, Rabu, 9 Agustus 2006.[Foto AP/Vladimir Larionov]
Baca: Kongres AS Khawatir Data Jet Tempur F-35 Dicuri Rusia
Dilaporkan oleh The Moscow Times, jika terbukti bersalah, Dmitriyev terancam 12 hingga 20 tahun penjara. Tuduhan terhadap Dmitriyev, berdasarkan pada sembilan foto putri angkat Dmitriyev yang ditemukan di komputer rumahnya. Dmitriyev mengatakan dia secara teratur memotret gadis itu untuk mendokumentasikan kesehatannya. Otoritas Rusia menuduh Dmitriyev membuat pornografi anak karena mengambil foto telanjang putri angkatnya. Namun selama persidangan pertama Dmitriyev, pengadilan menemukan gambar-gambar non-pornografi dan dia dibebaskan pada April 2018. Tetapi keputusan itu dibatalkan pada bulan Juni setelah jaksa dilaporkan menghadirkan bukti baru.
Uni Eropa mempertanyakan kebenaran tuduhan terhadap Dmitriyev. Kasus ini mengejutkan komunitas hak asasi manusia Rusia, yang melihatnya sebagai upaya untuk mendiskreditkan karyanya untuk mengungkap korban Stalin. Para penulis, sejarawan, dan tokoh publik lainnya di Rusia menuntut pembebasan Dmitriyev. Awal tahun ini, sesaat setelah dibebaskan dari penjara, Dmitriyev mendapat penghargaan hak asasi manusia oleh Moscow Helsinki Group.
Dmitriyev, seorang sejarawan dan etnografer otodidak, menemukan kuburan massal di hutan Karelia yang penuh dengan tengkorak dan kerangka manusia pada tahun 1997. Selama dua dekade, 9.500 lebih korban yang dibunuh atas perintah Josef Stalin pada 1930-an. Melalui penelitian arsip dan ekspedisi di hutan, Dmitriyev mengubah ladang pembunuhan yang tidak diketahui menjadi sebuah tugu peringatan di mana sanak keluarga korban pembersihan Stalin, akhirnya bisa memberi penghormatan. Sebuah monumen batu raksasa menandai tugu peringatan yang dikenal sebagai Sandramokh, dan diukir dengan tulisan "Wahai Manusia, Jangan Saling Membunuh Satu Sama Lain".
Baca: Putin Undang Netanyahu dan Abbas ke Final Piala Dunia 2018
“Tidak mungkin seseorang akan menghilang begitu saja tanpa jejak. Jika dia mati kelaparan atau dieksekusi, orang itu harus memiliki kuburan,” kata Dmitriyev dalam wawancara sebelum penangkapannya, "Memori itulah yang membuat kita menjadi manusia."
Sebuah foto batu raksasa menandai situs, Rabu, 9 Agustus 2006, yang dikenal sebagai Sandramokh yang diukir dengan tulisan "Manusia Tidak Membunuh Satu Sama Lain" di sebuah kuburan massal di mana ribuan korban pembantaian oleh Stalin dieksekusi, di luar Medvezhyegorsk, Rusia.[Foto AP/Vladimir Larionov]
Para pendukung Dmitriyev berspekulasi bahwa dia menarik kemarahan pejabat setempat ketika acara peringatan di Sandarmokh mulai menarik perhatian publik luas. Beberapa ahli juga percaya hal ini dikarenakan pemerintah Rusia memiliki banyak staf dan dipengaruhi oleh anggota badan keamanan, yang pernah melakukan pembersihan, dan Dmitriyev seperti duri bagi mereka.
Masalah hukum Dmitriyev dimulai pada 2016, ketika polisi menemukan hampir 200 foto di hard drive komputernya, dan sembilan dianggap pornografi, menurut pengacara Dmitriyev, Viktor Anufriyev.
Dmitriyev sendiri adalah yatim piatu, mengadopsi putrinya ketika berusia 3 tahun setelah dua anak kandungnya tumbuh dewasa. Gadis yang diadopsi memiliki fisik yang lemah dan kesehatannya rentan, ungkap Dmitriyev.
Baca: Polandia Kembali Tuntut Jerman Ganti Rugi Perang Dunia II
Dmitriyev mulai menyimpan buku harian foto gadis itu yang sehat setelah staf di tempat penitipan anak memperhatikan lebam pada tubuhnya dan mencurigai Dmitriyev memukulnya. Dmitriyev mengatakan tanda-tanda itu adalah bekas tinta koran yang tersisa setelah dia merawat putrinya dengan plester mustard, obat yang banyak digunakan di negara-negara pasca-Soviet untuk pilek dan flu. Foto-foto itu juga merupakan cara bagi Dmitriyev untuk mencatat perkembangan fisik putri adopsinya.
Berdasarkan kesaksian awal tim ahli pengadilan Dmitriyev yang pertama, mengatakan menemukan foto-foto mengandung unsur pornografi, namun kemudian hakim menilai tidak ada unsur pornografi. Sebuah lembaga psikiater pemerintah juga memeriksa Dmitriyev dan menyimpulkan bahwa dia tidak memiliki penyimpangan seksual dan bukan seorang pedofil.
"Jika ini adalah pornografi, saya mengatakan kepada hakim bahwa dalam kasus itu besok kita harus menutup semua museum di Rusia dan dunia karena mereka penuh dengan pornografi semacam itu," kata Lev Scheglov, dokter dan seksolog Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini