Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Heiligendamm, Jerman, Presiden Amerika Serikat George Bush dan puluhan ribu demonstran memiliki agenda yang sama: merecoki pertemuan negara industri maju itu. Lihatlah para demonstran yang mendatangi resor di tepi Laut Baltik tersebut sepanjang pertemuan 6-8 Juni itu. Mereka datang dari berbagai negara maju, negara-negara yang punya andil besar mengakibatkan pemanasan global.
Mereka berasal dari 160 kelompok, dari radikal kiri, kelompok antikapitalisme, kelompok lingkungan, kelompok antiglobalisasi, hingga kelompok anarkis. Mereka memprotes dengan cara damai mengenakan pakaian badut, mengusung poster bertulisan ”Buatlah Kapitalisme Menjadi Sejarah”, atau membakar mobil dan melempari 16 ribu polisi Jerman dengan batu dan bom molotov.
Demonstrasi pertama berlangsung rusuh di Kota Rostock, 25 kilometer dari Heiligendamm, Sabtu, 2 Juni lalu. Ada 400 orang polisi yang luka-luka. Pemrotes datang menggunakan kereta api dan bus dari seluruh penjuru Eropa untuk melampiaskan kemarahan. Sebagian berkemah di dekat pelabuhan Rostock dan nekat bertahan hingga pertemuan G8 di Heiligendamm usai. ”Ini adalah pemerintah delapan negara yang berpikir dapat memerintah dunia karena mereka paling kaya dan sangat berkuasa. Ini jelas tidak demokratis,” ujar Christoph Kleine, juru bicara pemrotes.
Hari pertama pertemuan G8 dibuka dengan hujan batu dari ribuan pemrotes ke arah polisi dari balik pagar setinggi 2,5 meter yang mengelilingi istana abad ke-18 tempat pertemuan pemimpin negara industri itu. Polisi membalas dengan menyemprotkan air. ”Apa yang terjadi di balik pagar adalah tidak sah. Mereka membuat keputusan tentang negara yang tidak punya wakil,” ujar Philipp Schweizer, 26 tahun, pekerja sosial dari Muenchen.
Akan halnya Presiden Bush, sebelum terbang ke Jerman, ia membuat kejutan dengan mengusulkan ”cara baru” mengurangi emisi gas karbon untuk menggembosi usul nyonya rumah Kanselir Jerman Angela Merkel. Bush juga bertengkar dengan Presiden Rusia Vladimir Putin soal penempatan rudal balistik di dua negara bekas Blok Timur, Polandia dan Cek. Dua hal inilah yang membuat suhu pertemuan G8 menggelegak.
Jerman, sebagai tuan rumah, mendesakkan sasaran khusus untuk mengurangi emisi gas karbon yang dipercaya mengakibatkan pemanasan global. Angela Merkel mengusulkan negara G8 meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar sebesar 20 persen dan membatasi meningkatnya suhu dunia sebesar 2 derajat Celsius. Artinya adalah pengurangan emisi global sebanyak 50 persen di bawah level pada 1990-2050. Usul Merkel didukung Uni Eropa.
Merkel dan pemimpin Eropa lainnya pantas khawatir. Satu penelitian yang dipublikasikan Akademi Sains Nasional Amerika menemukan emisi di seantero bumi tumbuh mulai 1,1 persen pada 1990-an, meningkat lebih dari 3 persen per tahun antara 2000 dan 2004. Itu lebih cepat dari proyeksi pesimistis Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim, satu badan yang punya otoritas ilmiah menyatakan perubahan iklim. Peningkatan emisi itu juga lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan dunia tak cuma mengkonsumsi energi, tapi juga membuatnya lebih tercemar. ”Saya akan membiarkan temuan ilmiah yang bisa dipercaya ini dilunakkan seperti laporan PBB,” kata Merkel.
Usul Merkel sejatinya didukung negara anggota G8 lainnya, kecuali Amerika. Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang, memutuskan perubahan iklim sebagai prioritas dalam masa jabatannya. Ia akan memotong 50 persen emisi hingga 2050. Tony Blair, yang bakal pensiun, bahkan lebih ambisius dengan memotong 60 persen. ”Hal yang penting adalah jika kita mencapai kesepakatan tentang gagasan sasaran global pengurangan emisi secara substansial, dan itu jelas harus 50 persen. Anda tidak sedang bicara (soal pengurangan) 20 persen,” katanya.
Uni Eropa secara keseluruhan setuju mengurangi emisi gasnya hingga 20 persen pada 2020 dan menawarkan 30 persen jika negara non-Eropa membuat komitmen pemotongan emisi gas. Presiden baru Prancis, Nicolas Sarkozy, meminta Amerika tidak menjegal upaya menangani perubahan iklim. Rusia, negeri yang emisinya turun dramatis sejak 1990 karena ambruknya Uni Soviet, tentu saja mendukung Merkel.
Tapi Amerika tak beringsut. Usul Bush, Amerika dan negara lain yang memuntahkan paling banyak gas rumah kaca bertemu akhir tahun depan untuk menetapkan strategi jangka panjang buat mengurangi emisi gas. Bush menyebut usulnya ”hidup setelah” 2012, waktu berakhirnya Protokol Kyoto yang tak diratifikasi Amerika.
Bush ingin membawa India, Cina, dan negara lain yang tumbuh cepat ke meja perundingan. Dia memimpikan setiap negara akan menetapkan tujuan bagaimana mereka ingin meningkatkan keamanan energi, mengurangi polusi udara, dan memotong gas rumah kaca pada 10-20 tahun mendatang.
Pada dasarnya, Bush ogah dipaksa mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam usulnya pun ia tak membatasi emisi secara spesifik. Sehingga orang menilai usul Bush hanya sekadar berkelit dari tekanan negara Eropa dan melecehkan upaya internasional menanggulangi perubahan iklim global. ”Presiden punya waktu enam setengah tahun untuk menetapkan pembatasan yang berarti terhadap polusi pemanasan global, dan dia telah gagal,” ujar Ed Markey, Ketua Komite Independen Energi dan Pemanasan Global DPR Amerika. Menurut Markey, di bawah Presiden Bush, Amerika telah menolak dan tak berpartisipasi dalam upaya internasional mengontrol pemanasan global.
Memang Presiden Bill Clinton meneken Perjanjian Kyoto, yang melandasi upaya internasional mengurangi emisi gas. Tapi, celakanya, Clinton tak pernah mengirimkannya ke Senat untuk diratifikasi. Saat Bush masuk Gedung Putih, ia melempar Perjanjian Kyoto ke keranjang sampah pada 2001. ”Kebanyakan orang skeptis karena pemerintah Bush punya jejak catatan yang jelek tentang topik ini (pengurangan emisi gas),” ujar Profesor David G. Victor, direktur program energi Universitas Stanford.
Sohib Bush, Perdana Menteri Blair, yang bakal pensiun pada 27 Juni ini, menilai harapan yang tinggi menyelimuti pertemuan G8 itu. ”Adalah kegagalan jika tak ada kesepakatan global dengan pengurangan emisi secara substansial,” katanya. Menurut Blair, ada dua realitas politik dalam pertemuan G8 kali ini. Pertama, Amerika tak akan menandatangani kesepakatan global jika Cina tak ikut di dalamnya. Kedua, Cina tak akan menandatangani kesepakatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang merintangi kemajuan ekonominya. Artinya, hanya keajaiban yang membuat Amerika—di bawah pemerintah Bush—menyetujui pengurangan emisi yang disodorkan Merkel.
Tak aneh, kebanyakan negara Eropa berharap sekelumit kemajuan bakal terjadi setelah pemilu Presiden Amerika pada 2008. Maunya, kandidat presiden Partai Demokrat yang pro terhadap isu lingkungan berlenggang ke Gedung Putih pada 2009. ”Mari bersabar, November 2008 segera datang,” ujar Charles Kupchan, Direktur Studi Eropa pada Dewan Hubungan Luar Negeri di Washington.
Kini pertemuan besar itu usai sudah. Tekanan negara-negara Eropa untuk memutuskan tenggat pengurangan emisi terbukti gagal. Dan satu-satunya hasil yang mereka capai hanyalah kesepakatan untuk membicarakan penggantian Protokol Kyoto dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Raihul Fadjri (BBC, NYTimes, Reuters, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo