Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALIRAN listrik di gedung Pars Tarash dan Farayand, di kompleks reaktor nuklir Natanz, Iran, hidup kembali. Segel-segel pun telah dicabut. Di tengah riuhnya protes negara-negara Barat, para ilmuwan Iran jalan terus melaksanakan proyek pengayaan uranium di reaktor yang berjarak sekitar 217 kilometer dari Teheran itu.
Perintah membuka segel yang dipasang sejak 2003 itu datang dari Presiden Mahmoud Ahmadinejad, Rabu dua pekan lalu. Teknisi Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang dulu memasangnya, kini hanya mengawasi. Teheran berkukuh reaktor nuklir itu hanya akan memproduksi listrik. Pemerintah Iran telah menginvestasikan US$ 215 juta untuk merekonstruksi reaktor-reaktornya.
Begitu segel dibuka, dunia Barat kalang-kabut. Jerman, Prancis, dan Inggris berdiri di belakang usul Amerika untuk menyeret Iran ke sidang Dewan Keamanan (DK) PBB. Sidang anggota inti PBB—Prancis, Inggris, Rusia, Amerika Serikat, dan Cina—ini bisa menjatuhkan sanksi bila Iran terbukti membahayakan keamanan dunia dengan proyek nuklirnya.
Langkah Ahmadinejad ini membuat Israel heboh. Mereka yakin Iran akan memproduksi senjata nuklir, dan Israel akan menjadi sasaran tembak. Apalagi Ahmadinejad sempat meremehkan tewasnya enam juta orang Yahudi dalam Perang Dunia II. ”Holocaust itu hanya mitos,” ujarnya. Ia bahkan menyatakan Israel laik hapus dari peta dunia.
Karena itu, Selasa pekan lalu Israel mengirim delegasi tingkat tinggi ke Moskow, Rusia. Delegasi itu dipimpin Giora Eiland, Ketua Dewan Keamanan Nasional, dan Direktur Jenderal Komisi Energi Atom Israel, Gideon Frank. Menurut surat kabar Israel, Haaretz, mereka akan membujuk Rusia masuk barisan yang ingin menjebloskan Iran ke DK PBB.
Israel bahkan sudah ”membantu” PBB merumuskan sanksi untuk Iran. Dirancang tim yang dipimpin Meir Dagan, Direktur Mossad—dinas rahasia Israel—sanksi itu meliputi embargo minyak, larangan kerja sama teknis dengan IAEA, larangan bepergian bagi Ahmadinejad dan pejabat Iran, larangan mendarat bagi pesawat sipil Iran, dan yang unik: larangan bertanding bagi tim sepak bola Iran di Piala Dunia.
Di tengah suasana berdoa untuk Perdana Menteri Ariel Sharon yang koma, perdana menteri ad interim Ehud Olmert dan Presiden Moshe Katsav kompak mengutuk Teheran. ”Kami tak dapat mengizinkan seseorang yang punya niat jahat menguasai senjata penghancur yang mengancam kami,” kata Olmert.
Israel sebetulnya sudah pasang kuda-kuda. Tiga pekan sebelum koma, Sharon telah menyiapkan serangan ke Iran pada akhir Maret 2006. ”Jika sampai saat itu komunitas internasional tak bisa membawa isu nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB, tak ada pilihan lain,” kata Kepala Intelijen Militer Israel, Aharon Zeevi Farka, di depan parlemen Israel.
Israel akan mengandalkan eskadron F-15 yang mampu terbang Tel Aviv-Teheran-Tel Aviv tanpa mengisi bahan bakar. Dengan armada udara ini, Israel pernah meraih sukses besar ketika melumpuhkan reaktor nuklir Irak yang berkekuatan 40 megawatt di Osirak, pada 1981.
Meski tak pernah diakui, sejak 1960-an sebenarnya Israel telah memiliki senjata nuklir. Bekas ilmuwan nuklir Israel, Mordechai Vanunu, mewanti-wanti: senjata nuklir Israel tak tertandingi. Apalagi Iran masih anak bawang dalam soal nuklir. ”Israel punya pengalaman 40 tahun, termasuk mencuri teknologi nuklir Amerika Serikat,” ujarnya.
Jika Iran dan Israel benar-benar menggali kapak peperangan dan saling melontar peluru kendali nuklir, dapat dipastikan jutaan orang di Jazirah Arab binasa. Karena itu Pangeran Saud al-Faisal, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, berupaya membujuk Iran. ”Kalau tertembak Israel, yang mati warga Palestina,” katanya. ”Kalau meleset, Arab Saudi atau Yordania yang jadi korban.”
Tapi Ahmadinejad maju terus. Akhir pekan lalu, ia berkunjung ke Suriah untuk menjalin aliansi dengan sekutu lama Iran yang sama-sama anti-Barat dan anti-Israel itu. Tentu saja aliansi ini membuat Tel Aviv semakin senewen.
Kurie Suditomo (IRNA/Reuters/AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo