Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahad, 15 Januari. Kota Santiago, ibu negeri Cile, tiba-tiba riuh-rendah. Panitia pemilihan presiden baru saja mengumumkan perhitungan final suara pemilihan presiden yang disiarkan langsung oleh radio dan televisi. Beberapa detik berlalu, jalanan di pusat kota sudah menjadi arena dansa massal. Puluhan ribu manusia menandak-nandak. Tubuh mereka meliuk seiring hentakan musik samba sembari memekik: ”Michelle, Michelle, Michelle!”
Mereka adalah warga Santiago pendukung Michelle Bachelet, 54 tahun. Presiden perempuan pertama dari Cile ini naik takhta dengan 53 persen suara. Dia mengalahkan pesaingnya, Sebastian Pinera, yang hanya memetik 45 persen pendukung. ”Kami bahagia akhirnya punya presiden perempuan,” ujar Marcela Diaz. ”Michelle seorang dokter sederhana.”
Kemenangan Michelle membuktikan kemampuan pemerintah sayap kiri Cile mempertahankan kekuasaan selama 16 tahun. Tepatnya, setelah keruntuhan diktator militer Jenderal Agusto Pinochet yang didukung Amerika Serikat. Pinochet mengkudeta Presiden Salvador Allende dari Partai Sosialis pada 1973 . Saat itu Bachelet masih seorang mahasiswi kedokteran berusia 22 tahun. Dia bergerak di bawah tanah sebagai aktivis Partai Sosialis. Dia dan ibunya, Angelica, disiksa dalam tahanan sebelum diizinkan meninggalkan Cile pada 1975. Ayahnya, Alberto Bachelet, seorang jenderal angkatan udara yang menentang kudeta, tewas dalam penjara.
Michelle mewarisi keberhasilan pemerintah sosialis Presiden Ricardo Lagos dengan rekor pertumbuhan ekonomi 5,5 persen. Sukses ini menjadikan Cile sebagai negara yang paling stabil ekonominya dengan jumlah penduduk miskin paling rendah di Amerika Selatan. Karena itu, Ibu Presiden tak akan mengubah kebijakan ekonomi secara radikal. Dia bertekad membelanjakan kekayaan negara dari ekspor tembaga (Cile eksportir terbesar tembaga dunia) untuk mensubsidi program pendidikan, kaum pensiunan, dan melindungi hak kaum buruh.
Kemenangan Michelle kian mengukuhkan barisan pemerintah sosialis di Amerika Latin setelah politisi sosialis Bolivia, Evo Morales, meraih kursi presiden dalam pemilihan Desember 2005. Di luar Cile dan Bolivia, Brasil dan Ekuador juga dipandu oleh pemerintah yang kiri. Di Nikaragua, bekas presiden Daniel Ortega dari Partai Sandinista tengah berusaha kembali ke tampuk kekuasaan. Di Peru, calon presiden kiri siap mendepak presiden partai kanan. Alhasil, poros kiri tampaknya kian menguat di belahan Amerika Selatan.
Selama sekitar tiga dekade, rakyat Amerika Selatan memang banyak menderita di bawah kekuasaan junta militer atau rezim kanan yang rata-rata erat bersahabat dengan Washington. Laporan lembaga internasional menyebutkan, pemimpin-pemimpin di masa itu menjerumuskan negaranya ke dalam jurang kaya-miskin. Hasilnya, dari sekitar 550 juta penduduk Amerika Selatan, ada 220 juta warga yang tergolong miskin, dan 100 juta amat miskin dengan pendapatan kurang dari sedolar (Rp 9.500) sehari.
Ketika sosok populis macam Presiden Hugo Chavez muncul di Venezuela, rakyat Amerika Selatan seolah menemukan ikon perlawanan. Chavez rajin menggalang solidaritas dengan negeri-negeri lain di wilayah Selatan. Amerika pun gerah. Gedung Putih menuduh Chavez menggunakan uang minyak Venezuela untuk mendorong revolusi sosialis. Saat Michelle Bachelet melanggengkan pemerintahan sosialis di Cile, Chavez ikut bersorak. ”Saya berteman dengan Michelle,” katanya.
Memang, Chaves tak sebungah saat Evo Morales sukses mendepak pemerintah kanan Bolivia. Penyebabnya, walau sosialis, Michelle Bachelet tak menentang zona pasar bebas yang dikampanyekan AS. ”Saya sosialis yang mengenakan banyak topi,” ujarnya.
Dokter medis ini memang bukan sosialis radikal macam Chavez. Bukan berarti dia mudah mengembik pada AS. ”Setiap negara yang bergabung (dalam zona pasar bebas) haruslah ditopang oleh kemampuannya,” kata janda tiga anak ini.
Para analis mulai menghitung-hitung. Salah satu perkiraan mereka, Amerika Serikat bakal makin sulit menggoyang benua Latin seiring dengan menguatnya poros kiri di belahan selatan.
Raihul Fadjri (BBC, AP, CS Monitor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo