Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOTA kecil Genthod di kawasan tepi Jenewa, ibu kota Swiss, mendadak mendapat sorotan Kamis pagi pekan lalu. Di vila kuno Le Saugy buatan abad ke-18 duduk enam wakil negara adikuasa dipimpin kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana, dengan kening berkerut di satu sisi meja besar berbentuk oval. Di sisi lain, Saeed Jalili, negosiator nuklir Iran, dan dua anggota timnya.
Ini pertemuan tertutup. Tak satu pun wakil delegasi Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, Rusia, dan Cina mau membuka mulut. ”Ini hari yang menyenangkan,” ujar Solana.
Tapi dunia tahu, negara-negara itu sedang gundah setelah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) pada 25 September menyatakan Iran melapor sedang membangun pabrik pengayaan nuklir kedua di dekat kota suci Qom. Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menamakan pabrik bahan bakar nuklir itu Meshkat, artinya lentera. ”Situs ini terletak di pegunungan dekat dengan instalasi militer untuk melindungi dari serangan,” ujar Wakil Presiden Ali Akbar Salehi.
Dua hari setelah itu, Iran melakukan uji coba peluncuran rudal jarak menengah Shahab-3 dan Sajjil. Rudal itu mampu mencapai area sejauh 2.000 kilometer, termasuk wilayah Israel dan pangkalan militer Amerika Serikat di Timur Tengah. Percobaan peluncuran rudal itu dikabarkan berhasil. Barat pun menggelegak. Israel panas-dingin. Pasalnya, rudal itu bisa ditumpangi hulu ledak nuklir.
Rentetan peristiwa terbaru itulah yang membawa enam wakil negara pemilik teknologi nuklir tersebut dan Iran ke kota di tepi danau Jenewa tadi. Satu permintaan utama dalam pertemuan adalah akses tanpa batas badan atom dunia pada pabrik baru bahan bakar nuklir di Qom itu. ”Apa yang perlu kami lihat sekarang adalah bukan kata-kata, tapi tindakan,” ujar seorang pejabat Amerika. Menurut dia, inilah awal yang harus dilakukan Iran untuk berbicara tentang semua program nuklir mereka.
Di Teheran, Ahmadinejad mengatakan, ”Pertemuan ini adalah percobaan untuk mengukur penghormatan dan komitmen sejumlah negara terhadap hukum dan keadilan.” Iran selama ini berkeras, memiliki teknologi nuklir merupakan hak semua negara.
Negara adikuasa itu, khususnya Amerika Serikat dan Eropa, tak mau beringsut dari tuduhan: Iran sedang mewujudkan ambisinya menciptakan senjata nuklir. Tuduhan paling akhir dilontarkan Maret lalu oleh kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Amos Yadlin, yang menyebut Iran kini mampu merakit hulu ledak nuklir.
Sebaliknya, Iran mengaku program nuklirnya untuk tujuan damai. Tak mengherankan jika delegasi Iran datang ke Genthod tak untuk mendiskusikan pabrik baru bahan bakar nuklir Iran itu. ”Kami tak akan mendiskusikan apa pun berkaitan dengan hak nuklir kami,” ujar Wakil Presiden Salehi. Tapi Amerika ngotot meminta Iran membuktikan tak memproduksi senjata atom. ”Mereka mungkin tak akan mendiskusikan itu, tapi kami akan melakukannya,” ujar Roberts Gibbs, juru bicara Gedung Putih.
Wakil Presiden Salehi menjelaskan, pabrik baru ini merupakan versi kecil pabrik bahan bakar nuklir yang sudah ada di Natanz. Pabrik di Natanz merupakan pabrik berskala industri. Adapun di Qom, menurut Salehi, merupakan semi-industri.
Pabrik itu letaknya 96 kilometer selatan Ibu Kota Teheran, dan sekitar 20 kilometer di utara kota suci Qom. Menurut GlobalSecurity.org yang menganalisis citraan foto satelit sejak 2005 dan Januari 2009, ketika situs itu pada tahap awal pembangunan, fasilitas pabrik ini tak berada di bawah tanah, tapi malah di pegunungan. Kompleks ini dibangun dengan beton bertulang seluas lapangan sepak bola, cukup buat memuat 3.000 mesin pemutar yang digunakan untuk memperkaya uranium. Adapun pabrik bawah tanah di Natanz menampung 8.000 mesin pemutar.
Saat ini negara Barat tak bernafsu membicarakan sanksi untuk Iran. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah tiga kali menjatuhkan sanksi terhadap Iran soal nuklir ini. ”Kami tak fanatik terhadap sanksi,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner. Presiden Amerika Barack Obama menunggu perkembangan selama beberapa bulan ke depan sebelum mengambil tindakan. Diplomat di PBB pun menyatakan belum ada diskusi tentang sanksi baru. Mereka menyatakan akan menunggu laporan hasil inspeksi badan pengawas tenaga atom internasional.
Iran jelas akan bereaksi keras jika akhirnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru. Anggota parlemen Iran dari kubu konservatif, Mohammad Karamirad, mengancam Iran akan menutup pintu rapat-rapat bekerja sama dengan lembaga atom internasional. ”Iran akan keluar dari perjanjian nonproliferasi,” katanya.
Sejatinya sejumlah laporan lembaga negara Barat menyatakan Iran tak sedang berusaha memproduksi senjata nuklir. Misalnya laporan komunitas intelijen Amerika menyatakan Iran tak memulai kembali program pengembangan senjata nuklir. Laporan itu dikutip majalah Newsweek, September lalu.
Bantahan yang sama termuat di buletin Atomic Scientists edisi September-Oktober, berisi wawancara dengan Direktur IAEA Mohammed El-Baradei yang menyatakan, ”Kami tak pernah melihat bukti nyata bahwa Teheran sedang menggelar program senjata nuklir, tapi entah bagaimana sejumlah orang berbicara tentang bagaimana program nuklir Iran merupakan ancaman terbesar bagi dunia.”
Seorang ahli IAEA pun pernah menyatakan uranium yang diperkaya di pabrik Natanz direkam dengan kamera. ”Jika Iran bermaksud memindahkan uranium itu ke lokasi tersembunyi untuk diproses lebih lanjut, inspektur IAEA akan mengetahuinya,” ujar ahli IAEA itu. ”Sejauh ini Iran bekerja sama dengan baik.”
Seorang pejabat senior IAEA, Tariq Rauf, khawatir media arus utama akan terjerumus kedua kalinya seperti ketika melansir berita tentang senjata pemusnah Irak pada 2003. Tariq menduga kesalahan media itu diorganisasi oleh sumber tertentu yang dikenal. Tariq tak menyebutkan sumber itu. Tapi pejabat Amerika dan Eropa beberapa waktu lalu menuduh Israel membesar-besarkan kemajuan nuklir Iran, sebagaimana laporan kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Amos Yadlin, kepada parlemen Israel.
Raihul Fadjri (AP, Reuters, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo