BANJIR manusia kembali melanda Seoul. Ratusan ribu demonstran Kamis pekan lalu menyemut di pusat kota. Asap gas air mata membubung di tengah himpunan massa, yang berhimpitan dengan deretan polisi antihuru-hara. Sambil berpegangan tangan, mereka mengunci gelombang manusia yang terus mendesak. Pusat kota Seoul, ibu kota Korea Selatan, bagai berubah menjadi sebuah medan perang. Menjelang tengah hari pertahanan di sekeliling Balai Kota, yang terletak di Pusat Kota itu, bobol. Massa bergerak mengelilingi Balai Kota, gedung abu-abu yang dikenal sebagai jantung Seoul. Para demonstran memanjat tiang bendera, menurunkan bendera Korea jadi setengah tiang, tanda berkabung. Serentak dengan itu mereka sama sekali menurunkan bendera Olimpiade. Demonstrasi yang dirintis mahasiswa hari itu, sudah sejak awal tidak. terkontrol. Hari itu mahasiswa Universitas Yonsei menyelenggarakan upacara pemakaman Lee HanYol, mahasiswa universitas itu yang tewas terhantam peluru gas air mata. Ingin mengungkapkan rasa simpati, Presiden Chun Doo-Hwan menurunkan instruksi agar gerak prosesi pemakaman ke pusat kota agak dilonggarkan. Tapi situasi segera berkembang Masyarakat bergabung dan arak-arakan itu dalam waktu sekejap berubah menjadi arus massa. Menurut para pengamat di Seoul, inilah demonstrasi massa terbesar di Korea Selatan, terhitung sejak penggulingan Presiden Syngman Rhee, 1960. Pasukan khusus polisi antihuru-hara dikerahkan mengunci jalan masuk ke daerah-daerah rawan. Dari Balai Kota, arus massa mencoba bergerak ke Istana Biru, kediaman resmi Presiden Chun Doo-Hwan. Ribuan pasukan khusus dikerahkan menyumbat jalan itu. Deretan polisi yang rapat bergandengan tangan dipasang berlapls-lapis membentuk pagar manusia. Benteng ini mampu bertahan. Demonstran tak bisa mendekati istana Presiden. Arus massa pun berbalik, ikut mengantar prosesi pemakaman ke stasiun. Jenazah itu dibawa ke Kwangju, tempat kelahiran Lee Han-Yol. Di Kwangju ratusan pengiring kembali mengelu-elukan jenazah. Kamis pekan lalu itu nyaris menjadi hari berkabung nasional. Selain di Seoul dan Kwangju, demonstrasi meledak pula di 25 kota lain. Polisi antihuru-hara, yang bertugas tanpa henti dalam rentetan demonstrasi, mulai frustrasi. Mereka pun manusia. Pekan lalu petugas-petugas yang malang ini mulai menjadi berita. Cho Yang Kun, seorang anggota pasukan antihuru-hara yang berusia 22 tahun, tewas dianiaya atasannya karena menolak tugas. Dalam keadaan panik ia tak mampu bergerak maju dan mendesak. Peristiwa tragis ini menyebabkan 40 rekannya melakukan desersi. Dari Rumah Sakit Polisi Nasional diberitakan empat anggota polisi antihuru-hara bunuh diri. Yang Sung-Kyun, anggota polisi yang lain, berusia 21 tahun kini sedang menjalani mogok makan, sebagai usaha mengecam kebijaksanaan pemerintah - sesudah ia desersi. "Polisi seharusnya melindungi masyarakat, bukan memukulinya," katanya pada wartawan. Sementara itu, percaturan politik kian menjurus. Presiden Chun Doo-Hwan Kamis pekan lalu resmi melepaskan jabatan ketua DJP (Partai Partai Keadilan Demokratik) dan akan menyerahkan jabatan itu kepada Roh Tae-Woo. Dua tokoh oposisi Kim Dae-Jung dan Kim Young-Sam menyambut gembira pengunduran diri Chun itu . Senin pekan ini, Chun Doo-Hwan menyusun kabinet baru seperti yang dijanjikannya, menyusul perombakan kabinet yang baru saja dilakukannya 26 Mei lalu. Dalam perubahan itu, Perdana Menteri Lec HanKi, seorang akademikus yang baru menduduki jabatannya selama 48 hari, terpaksa mcnyerahkan kursinya pada Kim Chung Yul. Tokoh ini seorang jenderal purnawirawan, Kepala Staf AU, 1950, menteri pertahanan pada masa Presiden Syngman Rhee, dan pernah menjadi dubes Korsel di AS. Di samping perdana menteri, delapan pos kementerian juga mendapat wajah baru. Sejumlah di antaranya diambil dari lingkungan akademi. Sebagian lagi anggota DJP, yang diminta melepaskan keanggotaan partainya. Namun, para pengamat merasa Chun masih mencoba memperketat cengkeramannya, khusus menghadapi pemilihan presiden secara langsung November mendatang. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Administrasi Negara adalah dua kementerian kunci dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam kabmet baru, menterl dalam negeri adalah Chong Kwang-Yong, sementara menteri administrasi negara dijabat oleh Chang Kec-Oh. Para pengamat menilai kedua menteri ini terlampau dekat dengan DJP, walau bukan anggota partai itu. Penunjukan mereka adalah bukti bahwa Chun belum sepenuhnya siap menyelenggarakan pemilu yang jujur dan bersih. Toh kelompok oposisi sudah mcnyiapkan strategi. Sabtu pekan lalu, dua tokoh oposisi Kim DaeJung dan Kim Young-Sam bersepakat untuk tidak akan maju sebagai calon presiden pada pemilu akan datang. Bila keduanya maju, suara di RDP (Partai Reunifikasi Demokratis) akan pecah, dan keadaan ini akan menguntungkan DJP dengan calon Roh Tae-Woo yang belakangan juga meroket namanya karena dianggap berhasil menghindarkan bangsa dari perang saudara. Eksperimen demokrasi, tampaknya, masih akan berlangsung. Pertengahan Agustus depan reisi konstitusi. yang menyangkut pemilihan presiden secara langsung, akan disahkan parlemen. Dan plebisit harus dilaksanakan sebelum 20 September mendatang. Paling lambat, November pemilihan presiden diperkirakan sudah bisa diselenggarakan. JIS. laporan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini