Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Serangan Fajar di Hari Asyura

Pasukan Iran dan Amerika Serikat menyerang kelompok bersenjata Tentara Surga di Zarqa, Najaf. Dua ratusan orang tewas. Siapakah milisi itu?

5 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langit belum terang di Zarqa, kota kecil di timur laut Najaf, Senin pekan lalu. Tentara Irak yang dibantu pasukan Amerika Serikat dan Inggris, lengkap dengan tank-tank, jet tempur F-16 dan helikopter, menyerbu dusun pasar buah-buahan itu. Bom-bom berjatuhan dari udara. Suara tembakan mengoyak subuh.

Aksi militer gabungan tersebut menewaskan 263 orang yang dipercaya merupakan anggota Tentara Surga atau Jund al-Samaa’, melukai 500-an orang dan berhasil menangkap sekitar 300 orang. Pemimpin milisi Tentara Surga, Ali bin Ali bin Abi Thalib alias Diya Abdul-Zahra Kadhim, 37 tahun, tewas. Belasan tentara Irak terbunuh, termasuk komandan militer Irak untuk wilayah Najaf, Mayor Jenderal Othman al-Ghanimi. Dua pilot helikopter AS tewas karena helikopternya jatuh.

Tentara Irak menyita 500 senapan otomatis, sejumlah mortir, dan senapan mesin berat serta roket-roket Katyusha buatan Rusia. Serangan fajar di hari Asyura, 10 Muharam, adalah pertempuran sehari dengan jumlah korban terbesar sejak invasi AS pada 2003.

Tentara Surga bukan termasuk kelompok Sunni dan Syiah yang selama ini bertikai di Irak. Milisi tersebut merupakan gabungan dari sempalan Syiah dan orang-orang Sunni dari Yaman, Arab Saudi, Pakistan, Afganistan, dan Sudan. Mereka adalah pengikut Ahmad Hassani al-Yamani yang mereka percayai sebagai Imam Mahdi, sang mesiah yang muncul ketika dunia hampir kiamat.

Menurut Gubernur Najaf, Asaad Abu Gilil, Tentara Surga yang saat diserang memakai ikat kepala bertulisan bahasa Arab ”Askarul Jannah” atau Tentara Surga sedang bersiap menyerbu peserta perayaan hari Asyura. Mereka juga berniat membunuh pemimpin Syiah yang tinggal di Najaf, Ayatullah Ali Hussain al-Sistani. Mereka menganggap Ali al-Sistani menghambat perjuangan ”Islam” dengan memberi jalan untuk membentuk pemerintahan ”demokratis”.

Rencana penyerangan Tentara Surga ini berada di luar jangkauan intelijen AS. Sebab, selain keamanan di Najaf sudah diserahkan tentara AS kepada Irak sejak Juni lalu, kelompok ini bukan ”aktor lama”. Intelijen tentara Iraklah yang ”mencium” rencana Tentara Surga di hari Asyura. Menjelang hari H, beberapa pengikut Tentara Surga telah menyusup ke hotel di Najaf di depan madrasah tempat tinggal Ali al-Sistani. Mereka membawa senjata api ketika ditangkap tentara Irak.

Menteri Dalam Negeri Irak, Mayor Jenderal Hussein Kamal, mengatakan, sudah dua tahun lebih kelompok itu bergerak, mengumpulkan pengikut dan senjata serta menyusun kekuatan pasukan di Irak Selatan. Namun, menurut Niama Hannoun al-Hatami, seorang warga Zarqa, pengikut Tentara Surga yang cukup banyak itu sudah tinggal di daerah tersebut sejak 1992. ”Mereka hidup mengasingkan diri di peternakan dan perkebunan mereka, tidak mau bercampur dengan warga desa lainnya,” ujarnya.

Najaf, sekitar 160 kilometer di selatan Bagdad, merupakan kota kedua terbesar di Irak. Daerah pemukiman berpenduduk sekitar 600 ribu orang itu adalah tempat makam kalifah keempat Islam, Imam Ali bin Abi Thalib. Selain Karbala dan makam para imam lain yang tersebar di beberapa tempat di Irak, kuburan Najaf menjadi tempat keramat bagi pemeluk Syiah.

Kota ini termasuk juga kota ilmu pengetahuan. Sejak awal abad ke-18, setiap tahun kota ini dipenuhi setengah juta santri yang belajar sastra, teologi, bahkan pengetahuan umum di Al-Hawzah al-Ilmiyyah. Sebagian besar datang dari Cina, India, Libanon, Pakistan, dan Iran. Hampir semua pemimpin Syiah yang berkuasa pernah nyantri di sana. Al-Ilmiyyah melahirkan ulama-ulama karismatik seperti Mullah Aliyari Tabrizi, Ayatullah Sayed Mohammad al-Khoei, dan Ayatullah Mohammad Sadiq Sadr, ayah Muqtada al-Sadr. Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Ruhullah Khomeini pada 1964-1978 pernah mengajar dasar-dasar wilayatul faqih, yaitu konsep pengawasan terhadap pemerintah oleh pemuka agama, di Najaf.

Ketika Saddam Hussein naik ke puncak kekuasaan pada 1979, kejayaan Najaf berakhir. Agen intelijen Mukhabarat, Komando Keamanan Nasional dan Fedayin Saddam, membunuhi pemuka-pemuka Syiah, termasuk yang di Najaf. Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, pemerintahan Saddam mendeportasi puluhan ribu pelajar asing di Najaf serta menolak visa yang diajukan para pelajar. Jumlah pelajar asing merosot hingga 2.000-an.

Sejak invasi tentara AS dan sekutu-nya ke Irak pada 2003, Najaf menjadi salah satu target utama serangan pasukan AS. Perang dahsyat terjadi pada 26 Maret 2003, dan Najaf baru bisa ”ditaklukkan” pada 3 April 2003 oleh dua batalion infanteri dan divisi khusus pasukan tempur udara. Para ulama Syiah yang tinggal di Sadr City (dulu Saddam City) memproklamasikan pemerintahan otonomi Najaf pada pertengahan April 2003 setelah Bagdad jatuh ke tangan pasukan koalisi AS.

Pada 29 Agustus 2003, bom mobil meledak di dekat masjid kompleks makam Imam Ali, menewaskan lebih dari 80 orang, termasuk ulama berpengaruh Sayyid Muhammad Baqir al-Hakim, Ketua Dewan Tertinggi Revolusi Islam Irak (SCIRI). Tak ada yang mengklaim bertanggung jawab atas tragedi itu. Najaf terus bergejolak. Tentara Mahdi menyerang markas tentara Spanyol dan El Salvador pada 4 April 2004.

Bahkan sejak Najaf diserahkan kembali ke pemerintah Irak, pertengahan 2006, kekerasan terus berlangsung di sana. Makam Najaf, yang merupakan kompleks perkuburan terbesar di dunia, menjadi ladang peperangan Tentara Mahdi yang Syiah dengan Organisasi Badr yang Sunni. Pertempuran pada pertengahan Agustus lalu baru berhenti setelah Al-Sistani turun tangan. Peperangan terjadi tiga minggu, ribuan milisi tewas, dan beberapa bagian kompleks makam Imam Ali rusak berat.

Muqtada al-Sadr, pemimpin Tentara Mahdi, kemudian menyerahkan secara simbolis kunci makam kepada Al-Sistani dan meminta kompleks makam tersebut direnovasi. Saat Tempo berkunjung setahun kemudian, Februari 2005, kompleks makam tersebut tengah direnovasi. Kawat berduri setinggi satu meter melingkari area tersebut, jalan sekitar makam diaspal kembali, gorong-gorong dan saluran air dipasang, lantai marmer yang rusak diganti baru.

Penjagaan ketat tetap dilakukan di kompleks makam yang berada di tengah permukiman yang cukup padat itu. Sedangkan toko-toko keperluan seha-ri-hari dan suvenir makam yang menjual gambar-gambar tokoh-tokoh Syiah, turbah (tanah Karbala yang dikeraskan untuk sujud ketika salat), minyak wangi, tetap buka. Suasananya mirip kompleks makam Sunan Ampel di Surabaya, Jawa Timur. Penginapan-penginapan bagi para peziarah juga disediakan di sekitar makam.

Serangan di hari Asyura di Najaf itu menambah daftar panjang para korban. Pengeboman Masjid Al-Askari di Samarra, Februari 2006, yang dilakukan kelompok Al-Qaidah di Irak di bawah Abu Musab al-Zarqawi telah menjadi pemicu gelombang konflik sektarian Syiah-Sunni di Iran. Ribuan warga sipil Irak meninggal akibat konflik itu selama 2006.

Imam Ali bin Abi Thalib, sepupu dan sekaligus menantu Nabi Muhammad, berwasiat: ”Setiap muslim yang dikubur di Najaf akan masuk surga.” Wasiat tersebut diyakini pengikut Syiah. Tentara Surga pun meyakini hal itu, sehingga mereka berniat menyerbu para jemaah dan—mungkin—untuk mati di hari Asyura. Namun, mereka malah mati di tangan tentara Irak dan AS. Kematian yang mungkin bisa memicu konflik, kekerasan baru.…

Ahmad Taufik (Reuters, Aljazeera.net, AP, TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus