Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Seratus pertama turun gunung

Pemberontak komunis pimpinan victoriano duran menyerah kelompok loyalis marcos unjuk rasa, meminta marcos pulang & memprotes pembubaran batasang (parlemen). marcos harus mengembalikan us$ 10 milyar.(ln)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TITIK balik itu menyembul di Catmon. Di alun-alun kota-kota kecil di Pulau Cebu, 560 km selatan Manila, inilah 100 gerilyawan komunis dan 1.000 simpatisannya pekan lalu meletakkan senjata, bukti berakhirnya pemberontakan mereka. "Demokrasi mesti beroleh peluang sekali lagi," demikian alasan mulia yang melandasi keputusan itu. Pemberontak komunis di bawah pimpinan Victoriano Duran ini adalah yang pertama memenuhi imbauan Presiden Corazon Aquino untuk turun gunung dan kembali ke pangkuan pertiwi. "Kejadian itu mengharukan," tutur Menteri Urusan Politik Antonio Cuenco yang menghadiri upacara penyerahan sejumlah senjata berupa senapan M-16 pistol kaliber 38 dan amunisi. "Gerilyawan itu mengangkat senjata karena bagi mereka tidak ada keadilan di bawah pemerintahan Marcos," kata Cuenco lebih lanjut. Mereka menyerah karena usaha tak kenal lelah beberapa pastor dan Uskup Santos de la Serna yang sengaja naik gunung untuk berdialog. Adakah jejak kelompok Duran akan diikuti 16 ribu gerilyawan NPA (Tentara Rakyat Baru) lainnya? Ini tentu saja tergantung pendekatan pihak pemerintah dan kesadaran politik para pemberontak. Yang pasti, sejak gencatan senjata tak resmi berlaku akhir Maret lalu, bentrokan di gunung-gunung merosot tajam. Sekalipun begitu, diperkirakan sudah 448 orang tewas dalam berbagai adu senjata sejak Aquino berkuasa akhir Februari silam. Agar ancaman komunis lebih cepat teratasi, kini sedang dibentuk komisi khusus untuk mengawasi amnesti dan program rehabilitasi NPA. Program ini mencakup latihan keterampilan dan pembukaan lapangan kerja, yang kabarnya akan digiatkan oleh pastor serta biarawati dari Gereja Katolik. Tidak kurang menariknya ialah usul Kastaf AFP (Angkatan Bersenjata Filipina) Jenderal Fidel Ramos, yang mengharapkan agar tentara yang dituduh melanggar hak-hak asasi juga diberi pengampunan serupa. Pelaksanaannya dipercayakan Ramos pada Presiden Corazon Aquino. Pemimpin tertinggi Filipina itu belakangan amat disibwkkan oleh kerusuhan yang timbul garagara ulah kaum loyalis Marcos. Sentimen mereka terbangkitkan ketika suara Marcos berkumandang lewat wawancara dengan sebuah stasiun radio swasta di Manila. Mendengar rintihan bekas presiden yang mengibaiba ingin pulang ke tanah air, kaum loyalis itu rupanya merasa terpanggil. Kira-kira 100 orang mengepung stasiun radio dan bersumpah tetap bertahan di sana sampai Marcos diizinkan kembali. "Janganlah dia diadili oleh nyamuk pers," kata pemimpin kelompok itu, Oliver Lozano. "Biarkan Marcos pulang. . . dia 'kan orang Filipina." Hampir terjadi bentrok ketika pendukung Aquino mencerca loyalis Marcos itu sebagai para penjilat. Sentimen pro Marcos ini Sabtu berselang menular pada kelompok besar. Ada 10 ribuan orang yang turun ke jalan dan akhirnya melancarkan aksi unjuk rasa di Taman Luneta. Mereka melambai-lambaikan bendera Filipina, mengacungkan potret Marcos tinggi-tinggi dan berteriak, "Hancurlah Aquino!" Menyebut dirinya "Gerakan Kemauan Rakyat", mereka semula mendukung sidang parlemen tak resmi yang seluruhnya dihadiri loyalis Marcos dari partai KBL. Sidang diadakan sebagai protes terhadap pembubaran Batasang (Parlemen) yang dilakukan Presiden Aquino dua pekan silam. "Kita bersidang karena kita memperoleh dukungan rakyat," kata Arturo Tolentino, calon wakil presiden pendamping Marcos. "Kalau mau, mereka bisa melemparkan kita ke penjara." Tapi hukuman seperti itu tak terjadi karena pemerintahan Aquino menjamin kebebasan berbicara di Filipina. Lebih dari itu kepada Marcos sang presiden menawarkan pengampunan, asalkan ia bersedia menyerahkan US$ 10 milyar yang telah dirampasnya dari bangsa Filipina. Menurut Aquino, pengembalian harta terpendam itu akan merupakan awal rujuk nasional dengan Marcos. Tapi bekas diktator ini tampaknya tidak tergiur. Ia bahkan berpendapat dirinya kebal terhadap tuntutan Bank Sentral Filipina yang mencoba memperkarakan seluruh uang, emas, dan permata yang secara gelap dilarikannya ke Hawaii, 25 Februari lampau. Pemerintah Filipina juga boleh bersorak kini, karena ada peluang untuk menuntut kekayaan Marcos di New York yang seharga US$ 300 juta. Soalnya, Joseph dan Ralph Bernstein, yang semula mengelak, kini sudah mengaku di hadapan Subkomite Dewan Perwakilan AS bahwa mereka diberi kuasa oleh Marcos untuk mengurus beberapa harta tak bergerak yang berupa beberapa pusat pertokoan dan pusat perkantoran. Pernah beberapa kali bertemu Marcos di Manila, keduanya juga kenal baik dengan Imelda. Kepada mereka, istri Marcos itu pernah menyombongkan rekeningnya di Swiss sebesar US$ 120 juta. Tapi waktu itu baru tahun 1982. Empat tahun kemudian, 1986, rekening itu menurut seorang pejabat senior di Manila menggelembung sampai US$ 500 juta-US$ 1,5 milyar. Ada dokumen yang memperkuat taksiran ini. IS, Laporan Reuter

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus