Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Kawan Evo Pergi

Evo Morales mendapat suaka politik di Meksiko sesudah mundur sebagai presiden. Bolivia terancam perang sipil.

16 November 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Evo Morales. REUTERS/Luis Cortens

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menenangkan negara ini,” kata Jeanine Áñez Chávez, Wakil Ketua Senat Bolivia, memberikan sumpah di atas Alkitab, disambut sorakan dan tepuk tangan meriah para senator yang hadir di gedung Majelis Nasional di Ibu Kota La Paz, Selasa, 12 November lalu. Malam itu, perempuan 52 tahun tersebut mengangkat dirinya sebagai Presiden Bolivia. Dua hari sebelumnya, Evo Morales mundur dari kursi presiden yang didudukinya selama hampir 14 tahun setelah gelombang unjuk rasa memprotes dugaan kecurangan dalam pemilihan umum pecah di seantero negeri.

Áñez berjanji segera menggelar pemilihan umum ulang untuk meredam gejolak di negara di Amerika Latin itu. “Orang-orang yang terlibat dalam semua unjuk rasa ini menginginkan kami menggelar pemilihan presiden yang tidak curang, yang dapat dipercaya,” ucapnya kepada wartawan.

Áñez adalah pengacara terkenal dan pengkritik keras Morales. Dia pernah menjabat direktur stasiun televisi Totalvision, lalu menjadi senator dari daerah Beni lewat Partai Rencana Kemajuan untuk Konvergensi Nasional Bolivia sejak 2010. Sebagai Wakil Ketua Senat, menurut konstitusi, Áñez secara otomatis menjadi pemimpin negeri itu setelah presiden, wakil presiden, serta para pemimpin Senat dan majelis rendah mundur.

Sejumlah orang menyebut Áñez sebagai sosok tandingan Morales, presiden pertama dari kaum pribumi Bolivia. “Saya bermimpi Bolivia bebas dari ritus-ritus pribumi setan. Kota ini bukan untuk orang Indian, yang seharusnya tinggal di gunung-gunung saja,” tulis Áñez di Twitter pada 2013.

Setelah dilantik sebagai presiden, Áñez tampil di hadapan para wartawan sambil memegang sebuah Alkitab raksasa dan berdiri di sebelah Luis Fernando Camacho, anggota partai politik Kristen kanan. Setelah Morales menyatakan mundur, Camacho menyerbu Istana Presiden sambil membawa bendera di satu tangan dan Alkitab di tangan lain. “Alkitab kini kembali ke Istana,” ujarnya di depan kamera wartawan. “Pachamama tak akan pernah kembali. Hari ini Kristus kembali ke Istana Presiden. Bolivia untuk Kristus.”

Evo Morales, pribumi keturunan suku Aymara dari Pegunungan Andes, mengubah konstitusi negerinya pada 2009. Amendemen itu menghapus Kristen sebagai agama resmi negara dan menggantinya dengan Pachamama, dewi bumi yang dipuja suku-suku di Andes.

Para pendukung utama Morales, anggota partai Gerakan untuk Sosialisme (MAS), yang menguasai mayoritas kursi di Kongres, memboikot sidang pelantikan Áñez sehingga sidang paripurna itu tidak kuorum. Tapi Áñez mengklaim konstitusi tak secara khusus memerlukan persetujuan Kongres. Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan bahwa secara hukum Áñez berhak menduduki kursi kepresidenan. “Komitmen saya adalah mengembalikan demokrasi dan ketenangan ke negara ini,” katanya. “Mereka tidak akan pernah lagi bisa mencuri suara kami.”

Michael G. Kozak, pejabat Biro Urusan Belahan Barat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, menyambut Áñez sebagai “presiden konstitusional sementara”. “Kami akan membantu dia dan otoritas Bolivia lain menggelar pemilihan umum yang bebas dan adil sesegera mungkin sesuai dengan konstitusi Bolivia,” tulis Kozak di Twitter.

Brasil, mitra dagang utama Bolivia, juga mengucapkan selamat kepada Áñez sebagai presiden konstitusional. Kolombia dan Guatemala pun memberikan ucapan selamat.

Pada hari pelantikan Áñez, La Paz berubah menjadi kota hantu setelah polisi melarang masyarakat berkeliaran di jalanan. Pembatas-pembatas jalan ditegakkan di sejumlah penjuru kota untuk mencegah kerusuhan pecah lagi.

Saat itu Evo Morales baru mendarat di Kota Meksiko menumpang pesawat militer Negeri Sombrero tersebut setelah Presiden Andrés Manuel López Obrador memberikan suaka politik. Morales tiba bersama bekas wakil presiden, Álvaro Marcelo García Linera, sekondan politiknya sejak ia menjadi presiden.

Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard menyebut pemberian suaka itu sebagai tradisi negerinya dalam menyediakan perlindungan bagi pemimpin politik yang dipersekusi, dari Leon Trotsky hingga para aktivis eksil pada masa kediktatoran militer di Argentina dan Cile pada 1970-an dan 1980-an. “Ini tradisi yang pantas kami banggakan,” tutur Ebrard.

Morales, yang dijuluki “Companero Evo” alias “Kawan Evo”, lengser setelah demonstrasi terjadi di seantero negeri dalam beberapa pekan terakhir. Para penentang Morales turun ke jalan memprotes dugaan kecurangan dalam pemilihan umum pada 20 Oktober lalu. Dalam pemilihan itu, Morales bersaing dengan Carlos Mesa, mantan presiden dari Gerakan Nasionalis Revolusioner (MNR), partai politik yang memimpin revolusi negeri tersebut pada 1952. Hasil penghitungan sementara terhadap 84 persen surat suara pada hari pencoblosan menunjukkan Morales mengumpulkan 45 persen suara dan Mesa 38 persen. Tapi komisi pemilihan mendadak berhenti mengumumkan hasil penghitungan lanjutan pada tengah malam.

Esok malamnya, komisi pemilihan mengumumkan Morales meraih hampir 95 persen suara tersisa. Mesa menuduh terjadi kecurangan dalam penghitungan suara. Para pemantau dari Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) menyatakan “prihatin dan terkejut atas perubahan mendadak dan sukar dijelaskan ini”. Kekerasan pun pecah di beberapa kota. Massa membakar kantor-kantor penyelenggara pemilihan umum.

Pada 24 Oktober, komisi pemilihan mengumumkan hasil akhir penghitungan suara: Morales meraih 47,08 persen suara dan Mesa 36,52 persen. Tapi hasil pemantauan OAS menyatakan ada ketidakberesan dalam penghitungan suara dan merekomendasikan Bolivia menggelar pemilihan ulang.

Sejak itu, kerusuhan membayang-bayangi Bolivia. Para pejabat pendukung Morales mundur satu per satu. Rumah-rumah anggota MAS dibakar. Rumah Morales dirampok. Orang-orang bersenjata dan bertopeng mulai mengepung para pendukung MAS dan warga pribumi di jalanan serta menggiring mereka ke bak-bak truk. Setidaknya sepuluh orang dikabarkan tewas.

Morales pada akhirnya mengumumkan pengunduran diri melalui siaran televisi setelah Jenderal Williams Kaliman, panglima angkatan bersenjata, memintanya mundur demi kebaikan Bolivia—langkah yang dianggap sebagai kudeta oleh Morales. Belakangan, Morales mengaku didesak mundur oleh militer ketika seorang perwira menunjukkan sebuah pesan yang menyatakan kepalanya dihargai US$ 50 ribu atau sekitar Rp 700 juta. “Saya pikir kita telah selesai dengan diskriminasi dan penghinaan, tapi kelompok-kelompok baru telah muncul dan tidak menghormati kehidupan, apalagi Tanah Air,” kata Morales.

Ketenangan di La Paz cuma bertahan sehari, yakni saat pelantikan Áñez. Esoknya, bentrokan meletus lagi. Massa pendukung Morales melempari polisi antihuru-hara dengan batu dan dibalas lemparan gas air mata. Pesawat-pesawat tempur hilir-mudik di udara. Kelompok oposisi menduduki gedung Kongres untuk mencegah Áñez menggelar sidang paripurna. “Kini perang sipil!” teriak para pendukung Morales. Negeri itu kini terancam perang sipil berkepanjangan.

IWAN KURNIAWAN (EL PAIS, BBC, THE GUARDIAN, THE ECONOMIC TIMES, AP)

 


 

Evo Morales

Lahir pada 26 Oktober 1959 di desa kecil di Orinoca Canton dari keturunan suku Ayma asal Pegunungan Andes. Tokoh sosialis dan pemimpin partai politik Gerakan untuk Sosialisme.

38 tahun memimpin serikat petani koka (bahan dasar kokain)

13 Tahun 9 Bulan Menjadi Presiden

54% Raihan suara saat menang dalam pemilihan umum 2005
64% Raihan suara saat menang dalam pemilihan umum 2009
61% Raihan suara saat menang dalam pemilihan umum 2014

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus