Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Mosul Jadi Neraka

Pejuang Negara Islam di Irak dan Suriah menguasai beberapa kota di Irak, termasuk Mosul. Rakyat, terutama warga Syiah, diminta menjadi relawan.

23 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awal Juni lalu, pasukan Irak mendapatkan informasi yang sangat mengejutkan. Tidak dengan cara yang mudah, tapi dari interogasi panjang terhadap seorang kurir kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah atau Islamic State in Iraq and Syria (ISIS)—biasa disebut pula Islamic State in Iraq and Levant. Di dalam kelompok penentang pemerintahan Bagdad itu, si kurir dikenal sebagai Abu Hajjar.

"Dia mengatakan kepada kami, 'Kalian tidak menyadari apa yang telah kalian lakukan'," ujar seorang pejabat intelijen, mengulang kata-kata Abu Hajjar. "Mosul akan menjadi neraka pekan ini."

Dua hari kemudian, apa yang dikabarkan Abu Hajjar menjadi kenyataan. Pada Jumat, 6 Juni lalu, Mosul benar-benar mulai menjelma menjadi "neraka". Ratusan pejuang ISIS membabi-buta menyerbu dengan senapan dan granat.

Pada Seninnya, seruan Gubernur Nineveh Atheel al-Nujaifi agar warga bertahan hanya dipatuhi beberapa jam. Warga belakangan kabur. Nujaifi sendiri meninggalkan kantornya. Hari berikutnya, beberapa bangunan penting lain menyusul dikuasai ISIS, di antaranya gedung pusat operasi militer dan bandar udara.

Dan Mosul benar-benar jatuh ke tangan pasukan organisasi militan di bawah pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu. Peristiwa ini menyusul jatuhnya Falluja dan Ramadi sebelumnya. Puluhan ribu tentara dan polisi menanggalkan senjata; mereka meninggalkan pos-pos tempat tugas mereka.

Hawa neraka tak berhenti di kota terbesar kedua di Irak itu. Pada Rabunya, konvoi pasukan ISIS mengarah ke selatan. Mereka menyerang Baiji dan menguasai ladang minyak utama di sana.

Gerakan ofensif terus mengarah ke ibu kota Provinsi Salahuddin yang merupakan kota kelahiran mantan presiden Saddam Hussein, Tikrit. Kirkuk diserang, tapi kini dikuasai warga Kurdi. Beberapa kota lain juga tak lepas dari gempuran ISIS. Hingga Senin pekan lalu, Tal Afar di Provinsi Nineveh ikut jatuh. Bagdad pun panas.

Pasukan Perdana Menteri Nuri Kamal al-Maliki sibuk menghadang di mana-mana. Bagdad juga menyeru bantuan Amerika Serikat, terutama dengan serangan udara dan pesawat tanpa awak ke ISIS. "Kalau tidak, teroris akan menang," kata penasihat Perdana Menteri, Ali al-Musawi.

Situasi Irak memang genting. "Irak menghadapi ancaman terbesar atas kedaulatan dan integritas wilayahnya," ucap utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bagdad, Nickolay Mladenov, kepada AFP.

1 1 1

Negara Islam di Irak dan Suriah telah menjadi ancaman serius bagi Bagdad. Organisasi ini awalnya hanyalah sebuah kelompok militan kecil yang beraliansi dengan Al-Qaidah—dikenal dengan Al-Qaidah di Irak atau Negara Islam di Irak (ISI). Kelompok Sunni ini tak henti melancarkan perlawanan terhadap Bagdad, yang didukung pasukan sekutu pimpinan Amerika setelah ambruknya rezim Sunni di bawah Saddam Hussein.

Ketika perang saudara pecah di Suriah, orang-orang ISI mulai terjun ke tetangganya itu untuk membantu perlawanan terhadap pemerintahan Bashar al-Assad. Pada pertengahan 2011, anggota ISI, Abu Muhammad al-Jaulani, mendirikan Jabhat al-Nusra. Kelompok ini kemudian menjadi salah satu kelompok perlawanan utama di Suriah.

Jabhat al-Nusra dan ISI bahu-membahu merebut daerah-daerah yang dikuasai Bashar al-Assad. Bahkan, pada Maret tahun lalu, Raqqah menjadi ibu kota provinsi pertama di Suriah yang jatuh ke tangan mereka.

Ketika Al-Nusra kian mencengkeram di Suriah, ISI di bawah Abu Bakr al-Baghdadi pun mulai berusaha merealisasi cita-cita membentuk negara Islam di Irak dan Suriah. Maka, pada April 2013, dibentuklah ISIS.

Persatuan keduanya tak bertahan lama. Karena perbedaan ideologi dan strategi, mereka pecah kongsi. ISIS dianggap terlalu brutal. Mereka kerap menyerang sesama kelompok perlawanan di Suriah. Bahkan juga tak jarang membunuh warga sipil pendukung oposisi. Akhirnya pemimpin Al-Qaidah, Ayman al-Zawahiri, meminta ISIS meninggalkan medan Suriah dan kembali berfokus di Irak.

Namun Abu Bakr al-Baghdadi mengabaikan perintah orang nomor satu di Al-Qaidah itu. Perpecahan tak sebatas beda pendapat, tapi sudah berwujud dalam perseteruan fisik. Setelah Jabhat al-Nusra dan beberapa kelompok militan lain kerap diserang ISIS, pada Januari lalu, ganti mereka menyerang ISIS dengan kekuatan besar.

Kelompok Sunni Irak ini memang terdesak. Tapi mereka masih bisa menguasai beberapa bagian wilayah di Suriah, seperti Aleppo dan Raqqah. Di seberang, di Irak, ISIS juga menambah tekanan serangan. Dan berjatuhanlah beberapa kota besar di negeri yang dulu pernah dikenal dengan Mesopotamia itu, termasuk Mosul.

Kejayaan di medan pertempuran itu telah menjadikan ISIS sebagai monster di Suriah dan Irak. Sebenarnya kekuatan kelompok ini bisa dikatakan tak sangat besar, sekitar 10 ribu orang. Tapi semangat perlawanan mereka yang membuat kelompok ini sangat kuat, yakni jihad untuk mendirikan negara Islam.

Sasaran utamanya adalah pemerintahan Perdana Menteri Nuri Kamal al-Maliki, penganut Syiah yang mengabaikan warga Sunni. Pada masa Saddam memerintah, warga Sunni adalah penguasa Irak. Maliki juga dekat dengan Amerika, yang memimpin invasi ke Irak untuk menggulingkan Saddam.

"Maliki membuat semua propaganda ISIS nyata dan akurat," tutur Michael Knights dari Washington Institute for Near East Studies. "Itu membuat jauh lebih mudah bagi ISIS untuk menambah pasukannya."

Tak hanya mendapatkan pasukan dari komunitas Sunni di Irak, ISIS juga menarik relawan militan dari Suriah dan berbagai negara Arab. Malah tak sedikit dari negara-negara Barat, di antaranya Inggris, Jerman, Prancis, Kaukasus, dan Amerika. Dari Asia juga banyak.

Selain itu, yang menjadi faktor pendukung kekuatan mereka adalah kemandirian mereka dalam pendanaan. Berbeda dengan kelompok militan lain, ISIS tak memiliki ketergantungan terhadap para donor dari negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait.

Meski awalnya mendapat dana dari para donor, kini mereka telah bisa menghidupi diri sendiri. Sumbernya beragam. Ada yang didapat dari penerimaan "pajak" di daerah-daerah kekuasaan mereka, ada juga dari hasil minyak, terutama dari kawasan minyak Suriah timur, yang mereka kuasai pada 2012. Mereka juga menjual berbagai barang antik dari hasil penggalian barang-barang arkeologi.

Menurut seorang pejabat intelijen senior, mereka mendapatkan US$ 36 juta (sekitar Rp 390 miliar) hanya dari Al-Nabuk di Pegunungan Qalamaun, barat Damaskus. Barang antik dari peradaban tua banyak didapat di sana dan berharga mahal. "Usia barang-barang di daerah itu bisa hingga 8.000 tahun," katanya.

Dari dokumen yang didapat di persembunyian Abdulrahman al-Bilawi, diketahui nilai aset mereka sebesar US$ 875 juta. Angka ini bertambah setelah pendudukan Mosul dan kota lain karena mereka menjarah bank dan fasilitas militer. Dana tambahan yang diperoleh diperkirakan bisa mencapai US$ 1,5 miliar.

ISIS telah menjadi sebuah kelompok "jihad" global alternatif yang menarik minat para relawan muda. "Mereka terang-terangan menentang pemimpin Al-Qaidah Ayman al-Zawahiri," ucap Charles Lister, peneliti tamu di The Brooking Institution di Doha, dalam paper-nya.

1 1 1

Serangan gencar dan brutal ISIS mengarahkan perang saudara di Irak memasuki babak baru. Seolah-olah kembali ke masa sekitar delapan tahun lalu, saat perang saudara meledak.

Tak mampu mengatasi semua serangan ISIS dengan pasukannya, Selasa dua pekan lalu, Perdana Menteri Nuri al-Mailki menyatakan akan mempersenjatai relawan. Selain untuk mempertahankan kota, mereka dikerahkan buat merebut kota-kota yang telah dikuasai ISIS.

Di Karbala, ulama Syiah terkemuka, Ayatullah Ali al-Sistani, juga menyerukan hal yang sama, agar warga Syiah angkat senjata. "Mereka yang mampu angkat senjata dan bertempur melawan teroris demi negerinya, harus ikut bergabung dengan pasukan keamanan," kata Syekh Abdulmehdi al-Karbalai, menyampaikan pesan Ali al-Sistani.

Warga Syiah yang merupakan mayoritas di Irak pun menyambut seruan itu. "Kami melihat banyak orang bersenjata di jalanan," ujar Ahmad al-Kharabi, pemilik toko di Al-Adil, Bagdad bagian selatan, tempat warga Sunni dan Syiah terpisah jalanan utama. "Dan kita tidak tahu siapa kawan, siapa lawan."

Maklum, warga Syiah dan Sunni sama-sama berjaga-jaga. Warga Syiah selalu takut akan serangan pasukan ISIS yang dikenal brutal. Reputasi ini didukung antara lain oleh video menggemparkan yang diklaim dikeluarkan oleh ISIS, yang menggambarkan eksekusi kejam mereka terhadap orang-orang di wilayah kekuasaan mereka.

Sementara itu, warga Sunni juga selalu ketakutan menjadi korban balas dendam setiap kali kelompok Abu Bakr al-Baghdadi menyerang. Pada Selasa pekan lalu, 44 narapidana Sunni ditemukan tewas di kantor polisi di Baquba. Semuanya tewas dengan tembakan di dada atau kepala. Empat jenazah lain ditemukan di jalanan di kawasan Bagdad yang dikuasai milisi Syiah.

"Menurut saya, (situasi) akan kembali memburuk seperti sebelumnya," ucap pemilik toko lain yang merupakan penganut Sunni, Mohammed al-Gailani.

Dia tak berlebihan. Apalagi Iran, yang mayoritas warganya Syiah, juga siap turun tangan. Di stadion tak jauh dari perbatasan Irak, Presiden Iran Hassan Rouhani lantang mengancam Abu Bakr al-Baghdadi dan orang-orangnya. "Iran tidak akan lepas tangan melindungi situs-situs sakral," katanya.

Wajar bila ada kecemasan bahwa Irak di ambang kehancuran. "Kalau tidak ada solusi secepatnya, situasi akan kembali seperti dulu, pada 2006, ketika setiap hari terjadi serangan," ujar Masroor Aswad, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Independen.

Purwani Diyah Prabandari (The Guardian, The Independent, BBC, Al Arabiyya, The New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus