IMPIAN Paias Wingti 34, terkabul. Sejak Kamis dua pekan lalu, ia resmi menyandang jabatan Perdana Menteri Papua Nugini. Ini adalah berkat mosi tidak percaya 58 dari 109 anggota Parlemen terhadap Michael Somare. Menurut mereka, Somare, yang sudah dua kali memegang jabatan PM, ternyata tidak mampu mengatasi pukulan krisis ekonomi. Kini, rakyat Papua Nugini meletakkan harapan itu pada Wingti. Mereka optimistis PM baru ini mampu melakukannya, sekalipun ia tidak sepopuler pendahulunya. Wingti, seperti pula ayahnya, adalah kepala suku Jiga di Provinsi Western Highland - salah satu wilayah terkaya di PNG. Ia memulai karier politiknya pada 1977. Saat itu, Wingti calon Partai Pangu, partai yang didirikan oleh Somare, untuk anggota Parlemen. Seminggu setelah pelantikannya, Wingti membubarkan empat kementerian untuk merampingkan struktur kepemerintahannya. Ia juga menempatkan masalah perekonomian negaranya - hal yang dijadikan alasan untuk menjatuhkan Somare - sebagai prioritas utama kabinet. Wingti, seperti pula Somare, tidak menampik bantuan luar negeri, terutama dari Australia. Tapi ia tetap bertekad, suatu masa kelak, Papua bisa berswasembada. "Kami harus segera menentukan masa tersebut," katanya. Sampai saat ini, Papua Nugini memang belum bisa melepaskan diri dari bekas penjajahnya. Tidak heran jika sepertiga anggaran belanjanya berasal dari sana. Terakhir, sekitar beberapa bulan lalu, Somare menandatangani akad pinjaman baru dengan Australia US$ 940 juta. Akan berubahkah kebijaksanaan luar negeri PNG? Wingti sendiri tampak lebih tertarik membenahi masalah dalam negerinya terlebih dahulu. Karena itu, kebijaksanaan luar negeri PNG diduga tidak akan banyak berbeda dengan Somare. Yang pasti, perubahan yang terasa di PNG adalah mulainya masa kepemimpinan generasi muda berpendidikan universitas menggantikan generasi lama hasil didikan penjajah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini