PADA tahun 1680 seorang ahli astronom muda mencoba mengotak-atik perhitungan matematik mencari garis lintasan sebuah komet. Perhitungan itu gagal. Astronom tersebut terpaksa kembali pada kesimpulan ahli astronomi lain: garis lintas komet adalah lengkungan parabola. Namun, ahli muda itu, Edmond Halley, yang pada saat tersebut berusia 24 tahun masih tetap yakin bahwa kesimpulan yang diakui semua astronom kala itu tidak tepat. Seperti ditakdirkan saja dua tahun kemudian, sebuah komet melintas di angkasa Halley sibuk mengamat melalui teropong pribadi di rumahnya dan mencatat semua data yang diperlukannya. Lalu, ia menghitung lagi, dan masih gagal. Untung, ia tak surut dalam memburu keyakinannya. Sebab, setelah perhitungan demi perhitungan dibuat, bahkan memakan waktu yang cukup lama, Halley berhasil memanfaatkan data-data komet yang dilihatnya pada 1682 untuk menyimpulkan: garis lintas komet yang berupa parabola adalah salah. Karena itu, komet yang menolong Halley membuat koreksi kemudian di sebutkan komet Halley. Dan komet itu pula yang kini lagi diamati penduduk bumi, karena ia kembali melakukan muhibah - 75 atau 76 tahun sekali - ke matahari dengan melintasi orbit bumi. Pada 27 November ini, komet itu akan mencapai titik terdekat pertama (pada lintasan masuk) dengan bumi. Pada titik itu jaraknya dengan bumi sekitar 93 juta kilometer. Sejak titik itu lintasannya akan bisa diamati dengan jelas, derajat demi derajat, seperti dilakukan Halley, dengan pengecualian untuk beberapa minggu, mulai 9 Februari 1986 karena komet itu akan melintas di belakang matahari. Pada 11 April 1986, komet Halley akan mengakhiri muhibahnya. Hari itu, ia mencapai titik terdekat kedua (pada lintasan keluar) dengan jarak sekitar 58 juta kilometer. Bila garis edar 27 November sampai 11 April itu diperhatikan, akan tampak ujung lintasan berupa garis lengkung - bisa ujung sebuah parabola, bisa juga ujung sebuah elips. Di antara dua kemungkinan itulah para astronom sebelum Halley melakukan pemilihan yang salah dengan menetapkan garis lengkung itu ujung sebuah parabola. Dengan salah pilih itu akibatnya sangat besar. Langsung berkaitan dengan hakikat apakah komet itu benda angkasa "liar" atau memiliki orbit seperti planet-planet anggota tata surya yang mengitari matahari. Halley memilih yang terakhir. Sejak 1543 ilmu pengetahuan, melalui teori Nicolas Copernicus, mengakui bahwa bumi mengelilingi matahari pada suatu orbit, dan bukan sebaliknya. Namun, baru pada 1609 garis orbit itu diyakini dengan pasti setelah Galileo Galilei berhasil mengobservasi bulan, planet Yupiter dan bulan-bulannya. Sembilan tahun kemudian keluarga tata surya menjadi jelas lewat teori Johannes Kepler. Keluarga ini terdiri dari sembilan planet, termasuk bumi, dan bergerak mengitari matahari pada garis orbit berbentuk elips. Mengapa elips? Kepler tak bisa menjelaskannya. Di luar planet-planet itu tak ada benda angkasa lain yang memiliki garis orbit di lingkungan tata surya. Bagaimana dengan komet? Kepler percaya, komet adalah benda angkasa yang memiliki lintasan lurus. Datang dari salah satu sisi tata surya, kemudian hancur karena menabrak matahari, atau melintas terus dan menghilang di sisi lain tata surya. Itulah keyakinan para astronom, bahkan terus berkembang sampai satu generasi sesudah Kepler. Hal itu pula yang mengganggu Astronom Halley, yang lahir di London pada 1656. Sudah sejak mahasiswa Halley kritis mengkaji semua teori astronomi yang didapatnya. Pada usia 18 tahun, sebagai mahasiswa Universitas Oxford, ia mengajukan laporan kontroversial mengenai Yupiter, yang di sebutkannya sebagai hasil observasinya sendiri. Setelah menjadi ahli astronomi dan ilmu alam, Halley segera bertanya-tanya mengapa Kepler tak bisa menghitung garis orbit planet-planet pada tata surya. Apa dasarnya mengatakan garis orbit itu berbentuk elips. Dari situ muncul pertanyaan, misalnya, bisakah ditemukan cara yang tepat untuk menghitung garis orbit planet-planet. Bagaimana menghitung gaya dan gerak benda angkasa seperti komet? Pertanyaan ini yang memburu Halley, dan terus membayanginya pada dua kegagalannya menghitung lintasan komet. Akhirnya ia menyerah. Dan menyerahkan pembuatan rumus pada orang lain. Karena itu, pada 1684 Halley menemui temannya, ahli fisika Isaac Newton di Universitas Cambridge. Pada pertemuan itu ia mengutarakan kesulitannya menghitung garis lintas komet, dan keyakinannya bahwa lengkungan parabola tidak benar. Newton tidak setuju pada pendapat Halley. Ahli fisika legendaris itu percaya lintas komet adalah parabola. Tapi, Newton mengemukakan teori-teorinya tentang mengapa lintasan planet berbentuk elips, dan mengutarakan misteri Kepler sudah dipecahkannya. Halley terkejut dan bertanya apakah teori itu sudah dipublikasikan. Newton, ilmuwan yang pendiam dan suka menyendiri itu, menjawab, "belum." Ia juga tak begitu peduli apakah itu diterbitkan atau tidak. Halley, yang punya sifat sebaliknya - gembira, pandai bicara, dan realistis - mendesak Newton mempublikasikan teorinya, dan sekaligus menawarkan bantuan. Dan benar, tahun itu juga teori Newton yang sangat penting dalam ilmu astronomi dan fisika diterbitkan. Halley yang mengeditnya dan sekaligus membiayainya. Halley tentu juga memanfaatkannya. Ia merasa akan mendapat jawaban bagi lintasan kometnya. Dan ia menghitung data-data komet yang dilihatnya pada 1682. Teori Newton menyebutkan bahwa gaya tarik dua benda dalam ruang adalah jumlah bobot massa dua benda itu berbanding dengan jaraknya yang dikuadratkan. Pada kecepatan tertentu, dibandingkan pula dengan percepatan pada gerak massa, reaksi yang merupakan hambatan yang sebanding besarnya. Dari perhitungan itu Halley menemukan bahwa lintasan komet yang dicarinya memang bukan parabola melainkan "elips" - seperti orbit planet-planet. Inilah penerapan pertama teori Newton, yang kemudian menjadi penting perannya dalam kosmologi (ilmu jagat raya, yang mendalami asal muasal tata surya), karena memperlihatkan bahwa gravitasi (gaya tarik bumi) dan gaya tarik-menarik lain di bumi memiliki prinsip yang sama dengan gaya tarik-menarik di jagat raya. Elektron yang mengorbit mengelilingi inti atom, dan planet-planet yang mengorbit mengitari matahari, misalnya, mengikuti hukum gaya tarik-menarik yang sama. Dari perkiraan elips yang ditemukannya, Halley kemudian mencari persamaan antara komet yang dilihatnya pada 1682 dan komet-komet yang ditemukan Apianus pada 1531, dan komet yang diteliti Kepler dan Longomontanus pada 1607. Dugaannya tepat: ketiga komet itu, sama, dan datang secara periodik 75 atau 76 tahun sekali. KESIMPULAN Halley tentang komet yang diamatinya kini lengkap. Dan itu memungkinkan ia membangun teori tentang hakikat komet secara umum (berlaku untuk semua komet). Benda angkasa itu, pada pendapat Halley, adalah pecahan-pecahan yang terlontar pada "ledakan besar" pada pembentukan tata surya. Sama juga dengan planet-planet, tapi terbuang terlampau jauh hingga tidak langsung mengorbit. Suatu ketika, pecahan-pecahan itu karena pengaruh gaya tarik, masuk ke dalam lingkungan tata surya. Begitu masuk, ia tunduk pada hukum gaya tarik-menarik. Karena itu, segera mengorbit dan dipengaruhi gaya tarik matahari dan planet-planet besar. Maka, orbit yang terjadi adalah sebuah elips, dan komet berputar dengan tetap di garis itu, juga jadinya mengunjungi bumi secara periodik. Tahun 1705, Halley mempublikasikan penemuannya. Ia juga meramalkan bahwa komet yang dilihatnya pada 1682 akan kembali tahun 1758 atau 1759. Ia tahu bahwa dirinya tak akan melihat komet itu kembali, tapi ia tetap mengamati jagat raya, seolah menanti: siapa tahu komet itu datang lebih cepat dan mengugurkan teorinya. Dalam penantian itu, suatu pagi pada Januari 1742, Halley duduk seperti biasanya di Observatorium Greenwich. Ia menuang segelas anggur dan mereguknya dalam sebuah hirupan panjang. Ketika itulah Halley tutup usia dalam keadaan yang sangat tenang. Pada sebuah malam Natal tahun 1758, 17 tahun setelah Halley wafat, komet yang ditunggu menjelang kembali, dan menghidangkan bukti bagi Halley. Sejak itu, ilmu pengetahuan mengorbitkan nama Halley, sebagai salah satu titik penemuannya yang penting, pada ruang angkasa tersebut. Kini komet Halley itu muncul kembali. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini